News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Catatan di Balik Terus Merosotnya Citra KPK

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim telah menangani 101 perkara korupsi dengan menjerat 116 tersangka hingga November 2021.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan jumlah penanganan perkara korupsi tahun ini lebih banyak dibandingkan 2020 lalu.

"Jika merujuk pada data penanganan perkara oleh KPK, tahun ini mengalami peningkatan jumlah dari tahun lalu. Tahun 2020, KPK mencatat telah menangani 91 perkara dengan 110 pelaku. Tahun ini, sampai dengan November 2021, KPK mencatat telah menangani 101 perkara dengan 116 pelaku," kata Ali, Selasa (21/12/2021).

Per 30 November 2021 pula, KPK mencatat telah menerima sejumlah 3.708 aduan dimana 3.673 aduan diantaranya telah diverifikasi.

Bahkan sepanjang 2021, lembaga antirasuah ini berhasil menjerat tujuh kepala daerah.

Beberapa nama beken dicokok dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), seperti eks
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah yang terjerat kasus dugaan penerimaan suap terkait pengadaan proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan.

Baca juga: Charta Politika: Sebanyak 70 Persen Responden Puas terhadap Kinerja Jokowi-Maruf

Yang sempat heboh juga ketika eks Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari ditahan bersama sang suami Hasan Aminuddin yang merupakan anggota DPR RI Fraksi Nasdem.

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait seleksi atau jual belijabatan penjabat kepala desa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo Tahun 2021.

Kemudian KPK menangkap eks Bupati Musi Banyuasin, Dodi Reza Alex Noerdin pada Oktober 2021.

Selain itu, KPK berhasil menciduk eks Wakil Ketua DPR RI Fraksi Golkar Azis Syamsuddin yang
namanya disebut-sebut terlibat dalam Anggaran DAK di Lampung Tengah tahun 2017.
Namun agaknya prestasi KPK itu tak memuaskan publik.

Hasil survei tingkat kepercayaan terhadap lembaga tinggi negara oleh Charta Politika Indonesia menunjukkan KPK kalah dari Presiden, TNI dan Polri.

Berdasarkan hasil survei, tingkat kepercayaan terhadap Presiden sebesar 77,8 persen.

Disusul TNI sebesar 76,3 persen.

Selanjutnya Polri 66,8 persen dan KPK sebesar 64,3 persen.

"Kalau kita lakukan survei ini beberapa tahun yang lalu, terutama sebelum revisi UU KPK, biasanya KPK ini selalu nomor 2 atau nomor 3, bersaing dengan TNI dan kalau kita lihat sekarang, bahkan di beberapa lembaga survei lain dan beberapa temuan memang Polri berhasil menyalip KPK," kata Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya.

Senada, survei Indikator Politik Indonesia pada September 2021 menempatkan KPK di urutan keempat dengan tingkat kepercayaan 65 persen.

Bahkan survei serupa digelar kembali pada Desember 2021, dan hasilnya KPK makin terjun bebas di urutan kedelapan.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyatakan hanya 59 persen yang cukup percaya dengan KPK.

"KPK biasanya nomor dua atau tiga, sekarang terpelanting ke nomor bawah. Jadi yang nomor tiga adalah polisi," kata Burhanuddin.

Terdengar antusias, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman sepakat bahwa kinerja KPK memanglah buruk sepanjang 2021.

Boyamin menyoroti tuntutan kasus bansos yang melempem dengan hanya 11 tahun hingga eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang dituntut 5 tahun penjara.

Belum lagi ulah pimpinan KPK Lili Pintauli yang kedapatan melanggar kode etik dengan berkomunikasi pada tersangka korupsi.

"Ini benar-benar periode paling buruk sejak berdirinya KPK. Jadi dari sisi kinerja nggak ada yang bisa saya anggap baik, semua buruk dan paling terburuk ya tidak bisa menangkap Harun Masiku. Sangat disayangkan, karena berdasarkan keterangan penyidik KPK yang tidak lulus TWK ternyata sudah pernah terpantau di Indonesia, tetapi karena tidak ada perintah nangkap ya nggak berani nangkap. Jadi tahun 2021 ini tahun-tahun kelamnya KPK," ujar Boyamin.

Guna memperbaiki kinerja lembaga antirasuah ini, Boyamin berkeyakinan ada tiga cara. Pertama adalah membatalkan revisi Undang-Undang KPK.

Kedua, pimpinan KPK yang sudah pernah terkena teguran Dewan Pengawas KPK untuk mengundurkan diri.

Dalam hal ini, Boyamin merujuk kepada Lili Pintauli serta Firli Bahuri yang pernah disanksi akibat menggunakan helikopter mewah.

"Yang ketiga, tentu kembalikan 57 orang yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan, karena mereka orang handal, tapi malah ditendang," katanya.

Menurutnya, KPK bisa jadi akan bernasib lebih buruk atau kelam di 2022. Sebab hingga saat ini tak ada tanda perbaikan dari pimpinan KPK.

Boyamin sendiri heran karena Firli selaku Ketua KPK justru kedapatan mengurusi hal-hal lain di luar ranahnya. Salah satunya terkait pernyataan presidential threshold 0 persen.

"Ketua KPK lebih banyak retorika, hari minggu kemarin saja membuat rilis hanya sekedar menanggapi suatu persoalan, bukan karena prestasi kerja. Dan menambah kontroversi, mengurusi presidential threshold segala macam, itu mestinya urusan politis dan tidak perlu pak Firli campur tangan. Itu menggambarkan bisa membuat masyarakat menilai pak Firli juga berkeinginan menjadi calon presiden," jelasnya.

"Nah kerja di KPK saja belum hebat, belum handal, belum menjadi Ketua KPK yang legend, yang
prestasinya hebat, tapi sekarang justru sudah ngomong Pilpres. Artinya masyarakat juga bisa
memahami bahwa pak Firli juga ingin nyalon Pilpres 2024. Kalau sudah begini pasti kerjanya tidak fokus, dia lebih banyak melihat dari sisi politik yang menguntungkan dia. Ini yang sangat disayangkan," tandasnya. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini