Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tuntutan Forum Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) meminta Menteri BUMN Erick Thohir mencopot Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, dinilai tidak relevan dengan Undang-Undang Nomor UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Tidak ada dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Tidak diatur di sana. Jadi, tuntutan untuk mencopot pejabat perusahaan di luar kewenangan serikat pekerja,” kata pakar hukum ketenagakerjaan Universitas Krisnadwipayana, Payaman Simanjuntak, Rabu (22/12/2021).
Menurutnya, urusan pencopotan atau penggantian direksi merupakan urusan pendiri atau pemegang saham dari perusahaan tersebut.
“Jadi, jangan minta Dirut diganti. Itu sama sekali tidak relevan dengan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003,” tuturnya.
Baca juga: Bentuk Satgas Nataru, Pertamina Lubricants Jamin Ketersediaan dan Layanan Pelumas Optimal
Kalaupun serikat pekerja seperti FSPPB menuntut, kata Payaman, yang relevan yaitu terkait hubungan industrial itu sendiri.
Payaman mencontohkan, terkait upah dan juga frekuensi pertemuan bipartit, yakni jika serikat pekerja ingin pertemuan diperbanyak.
“Dalam konteks tersebut, mereka boleh meminta waktu kepada Direksi untuk berbicara dan berunding. Boleh mengusulkan tuntutan seperti itu,” papar Payaman.
Menyikapi tuntutan tersebut, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga juga menyayangkan.
Arya juga menilai, tuntutan FSPPB bukan merupakan hak karyawan. "Itu bukan hak mereka,” kata Arya.
Untuk itulah Arya mengimbau FSPPB untuk mengedepankan kepentingan bangsa dan rakyat, yaitu dengan tidak melakukan aksi.
Apalagi, rencana aksi dilakukan, ketika masih dalam suasana pandemi covid-19.
FSPPB berencana melakukan aksi pada 29 Desember 2021 hingga 7 Januari 2022.
Dalam tuntutannya, FSPPB meminta kepada Menteri BUMN Erick Thohir untuk mencopot Nicke Widyawati dari jabatannya sebagai Direktur Utama Pertamina.