Kongres tersebut menjadi tonggak kaum perempuan untuk kembali mengukuhkan semangat dan tekad bersama dalam mendorong kemerdekaan Indonesia.
Salah satu keputusannya adalah di bentuknya satu organisasi federasi yang mandiri dengan nama Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia (PPPI).
Melalui PPPI terjalin kesatuan semangat juang kaum perempuan untuk secara bersama-sama kaum Laki-laki berjuang meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka;
Serta berjuang bersama-sama kaum perempuan untuk meningkatkan harkat dan martabat perempuan Indonesia menjadi perempuan yang maju.
Pada tahun 1929 Perikatan Perkoempoelan Perempuan Indonesia (PPPI) berganti nama menjadi Perikatan Perkoempoelan Istri Indonesia (PPII).
Pada tahun 1935 diadakan Kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta.
Kongres tersebut berhasil membentuk Badan Kongres Perempuan Indonesia dan menetapkan fungsi utama Perempuan Indonesia sebagai Ibu Bangsa, yang berkewajiban menumbuhkan dan mendidik generasi baru yang lebih menyadari rasa kebangsaannya.
Pada tahun 1938 Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung menyatakan bahwa tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu.
Selanjutnya, dikukuhkan oleh Pemerintah dengan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur tertanggal 16 Desember 1959;
Serta menetapkan Hari Ibu tanggal 22 Desember merupakan hari nasional dan bukan hari libur.
Tahun 1946 Badan ini menjadi Kongres Wanita Indonesia disingkat KOWANI, yang sampai saat ini terus berkiprah sesuai aspirasi dan tuntutan zaman.
Peristiwa besar yang terjadi pada tanggal 22 Desember tersebut kemudian dijadikan tonggak sejarah bagi Kesatuan Pergerakan Perempuan Indonesia.
Hari Ibu oleh bangsa Indonesia diperingati tidak hanya untuk menghargai jasa-jasa perempuan sebagai seorang ibu, tetapi juga jasa perempuan secara menyeluruh.
Peringatan Hari Ibu dimaksudkan untuk senantiasa mengingatkan seluruh rakyat Indonesia terutama generasi muda sebagai makna Hari Kebangkitan dan Persatuan perjuangan kaum perempuan yang tidak terpisahkan dari kebangkitan perjuangan bangsa.
Dengan demikian perlu diwarisi api semangat juang untuk senantiasa mempertebal tekad dalam melanjutkan perjuangan nasional menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Semangat perjuangan kaum perempuan Indonesia tersebut sebagaimana tercermin dalam lambang Hari Ibu berupa setangkai bunga melati dengan kuntumnya, yang menggambarkan:
1. kasih sayang kodrati antara ibu dan anak;
2. kekuatan, kesucian antara ibu dan pengorbanan anak;
3. kesadaran wanita untuk menggalang kesatuan dan persatuan, keikhlasan bakti dalam pembangunan bangsa dan negara.
Semboyan pada lambang Hari Ibu Merdeka Melaksanakan Dharma mengandung arti tercapainya persamaan kedudukan, hak, kewajiban dan kesempatan antara kaum perempuan dan kaum laki-laki merupakan kemitrasejajaran yang perlu diwujudkan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat;
Berbangsa dan bernegara demi keutuhan, kemajuan dan kedamaian bangsa Indonesia.
(Tribunnews.com/Devi Rahma)
Artikel Lain Terkait Hari Ibu