News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bacalon Anggota KPU Soroti Pemutakhiran Data Warga Lapas dan ODGJ untuk Pemilu

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Betty Epsilon Idroos

Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Bakal Calon Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Betty Epsilon Idroos menyoroti pemutakhiran data warga binaan di lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan data orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) untuk pemilu.

Dua hal itu menurutnya merupakan krisis di dalam kepemiluan, berdasarkan pengalamannya sebagai anggota penyelenggara Pemilu.

Setidaknya ada 2 hal yang Betty soroti saat menjalani tes wawancara calon anggota KPU yang diketuai oleh Juri Ardiantoro pada Selasa (28/12/2021).

Pertama terkait pemutakhiran data pemilih, dan yang kedua ketika melakukan pemungutan dan rekapitulasi penghitungan suara.

Baca juga: 5 FAKTA Joki Vaksin di Pinrang Mengaku Disuntik 17 Kali, Dibayar Rp800 Ribu hingga Diduga ODGJ

“Ada 2 hal yang selama ini saya rasakan sebagai penyelenggara. Pertama ketika pemutakhiran data pemilih, dan yang kedua ketika melakukan pemungutan dan rekapitulasi penghitungan suara,” ujarnya.

Ia mencontoh terkait definisi pemilih antara undang-undang (UU) 7 tahun 2017 dengan UU 10 tahun 2016.

Dalam UU tersebut, pemilih dalam pemilu adalah WNI 17 tahun keatas dan atau sudah menikah, dan memiliki KTP elektronik.

Namun ketika Pilkada, definisi tersebut berubah, pemilih adalah yang sudah 17 tahun keatas dan atau sudah pernah menikah dan sedang terganggu jiwanya.

Padahal menurutnya spektrum ‘terganggu jiwanya’ itu memiliki bermacam-macam jenis dan itu harus dokter yang menyatakannya.

“Ketika pemilu 2019 di DKI, kami merujuk edaran KPU RI waktu itu, bahwa untuk mendefinisikan pemilih dalam, kalo panti sosial di DKI ini ada sekitar 5000 an warga yang sedang terganggu jiwanya, kemudian didefinisikan masih dengan UU Pilkada yang lalu,” kata Betty.

“KPU tentu tidak punya sumber daya untuk menentukan spektrum ‘terganggu jiwanya’ itu yang seperti apa. Karena berjenis-jenis. Dan itu harus dokter yang menyatakan. Kemudian SOP itu berganti, padahal kita sudah punya data antara pemilih yang terganggu jiwanya dan sebagainya,” lanjutnya.

Terkait data pemutakhiran warga binaan, berdasarkan pengalamannya saat Pemilu 2019, ada sekira 15.000 penghuni Lapas yang tidak tahu NIK KTP miliknya.

Sebagian dari mereka juga menggunakan nama alias, bukan nama asli mereka.

Sehingga untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, KPU harus bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil Kemendagri dan Kanwil Hukum dan HAM yang ada di DKI saat itu.

“Kordinasi yang kami lakukan saat itu adalah dengan Ditjen Dukcapil dan Kanwil Hukum dan HAM yang ada di DKI saat itu. Hal krusial itu tidak diatur secara detail untuk Lapas dan rutan, karena kita mau tidak mau tetap memberikan hak pilih kepada mereka. Alhamdulillah Pemilu 2019 di DKI Jakarta kemarin kami memiliki,” ujarnya.

Oleh karena itu ia mendorong segera terintegrasinya identitas tunggal sebagaimana yang diamanatkan undang-undang yang juga dapat digunakan untuk pemutakhiran data pemilih.

Ia juga berkomitmen untuk melakukan pengintegrasian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) milik Ditjen Dukcapil Kemendagri dengan Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) milik KPU.

Selanjutnya untuk kemudian diverifikasi kembali oleh KPU sebelum melakukan penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tunggal (DPT).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini