TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, merespons soal Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan kuota siswa 100 persen.
Menurut Syaiful, keputusan soal pemberlakuan sekolah tatap muka ini cukup sulit untuk diputuskan.
"Harus diakui memang ini situasi sulit untuk diputuskan, tapi pada waktu yang sama kami juga sering menyampaikan kenapa Kemdikbud tidak bisa menjadikan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sebagai modal terbaik."
"Jujur harus diakui, Kemdikbud dalam setahun setengah ini, belum bisa mengevaluasi dan memperbaiki sistem pembelajaran jarah jauh," ujarnya, dikutip dari KompasTV, Rabu (5/1/2022).
Baca juga: KSP Sebut PTM 100 Persen Sudah Mempertimbangkan Kesiapan Warga Sekolah
Baca juga: Demi Tekan Resiko, Ketum IDAI Sarankan PTM 100% Digelar Usai Siswa Dapatkan Vaksinasi Lengkap
Syaiful menyebut, dalam satu setengah tahun ini, memang harus diakui terjadi learning lose (hilangnya pengetahuan dan keterampilan) pada pembelajaran jarak jauh, baik itu dalam cakupan kualitas maupun kuantitasnya.
"Keprihatinan ini sudah terus digodok oleh Kemdikbud dan Komisi X sejak bulan November."
"Pada saat itu kita sudah memberikan aba-aba awal Januari 2022, bagusnya memang kalau tidak ada kenaikan penularan Covid-19, lebih baik segera dilakukan pembelajaran tatap muka 100 persen."
"Karena learning lose bukan lagi ancaman, tapi memang sudah nyata terjadi di lapangan," jelas Syaiful.
Di Komisi X pun, kata Syaiful, pihaknya telah mendapat aspirasi dari orang tua siswa.
Para orang tua siswa, khususnya kelas menengah kebawah, relatif sudah tidak sanggup lagi menyelenggarakan sistem pendidikan di rumahnya.
Baca juga: KSP Sebut PTM 100 Persen Sudah Mempertimbangkan Kesiapan Warga Sekolah
"(Bahkan) aspirasinya pun tinggi yakni sebanyak 80 persen (orang tua) yang berkeinginan supaya pembelajaran tatap muka dapat dilaksanakan di sekolah," lanjut Syaiful.
Belum lagi persoalan penurunan kemampuan literasi dan numerasi para siswanya.
"Juga memang hasil survei dari berbagai lembaga menyatakan tingkat literasi kita menurun drastis."
"Dari sebelum pandemi 139 basis point dan setelah pandemi ini tinggal 77."
"Dan (kemampuan) numerasinya juga mengalami penurunan cukup drastis."
"Artinya memang kalau tidak secepatnya melakukan pertemuan tatap muka, maka kita akan semakin mengalami learning lose yang semakin parah pada tahun-tahun berikutnya,"
Baca juga: PTM Terbatas Wajib Dilaksanakan, Ini Aturan dan Syarat Sekolah Gelar Tatap Muka
Sementara, saat ini pemerintah masih memperpanjang masa status pandemi Covid-19 di Indonesia.
Belum lagi persoalan ditemukannya varian Omicron di Tanah Air.
"Sekali lagi ini pilihan sulit dan akhirnya diputuskan langsung 100 persen," terang Syaiful.
Kendati demikian, meskipun sifatnya wajib, sekolah dengan sistem PJJ masih bisa menjadi pilihan jika memang kondisi tidak memungkinkan.
"Tentu sekali lagi, ini sifatnya yang walapun wajib, tapi bagi sekolah yang belum siap melakukan PTM ini masih bisa pada posisi opsional."
"Dan terus menyesuaikan dua sampai tiga bulan kedepan, sambil kita melihat perkembangan Covid-19 ke depan," lanjut Syaiful.
Baca juga: 2.053 Sekolah di Jaksel Gelar PTM 100 Persen, Wali Kota Pastikan Sekolah Terapkan Prokes Ketat
Sebaiknya Digelar usai Siswa Dapatkan Vaksinasi Lengkap
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Yanuarso, menyarankan pembelajaran tatap muka 100 persen sebaiknya dilakukan usai anak umur 6-11 tahun telah mendapatkan vaksinasi lengkap.
Rekomendasi ini disampaikan usai pihaknya mendapatkan kabar beberapa wilayah di Indonesia telah kembali membuka sekolah tatap muka dengan jumlah siswa 100 persen.
"Sebetulnya anak usia 6-11 tahun kan baru sekali imunisasi, baru satu kali."
"Apalagi kita baru lepas dari libur panjang Natal dan Tahun Baru 2022 (Nataru), yang biasanya setiap sehabis libur panjang itu kasus Covid-19 suka meningkat itu."
Baca juga: Dukung Pelaksanaan PTM di Sekolah, Hetifah: Tetap Waspada Omicron
"Jadi berdasarkan rekomendasi kami untuk anak usia 6-11 tahun itu paling aman (mulai masuk sekolah 100 persen) kalau sudah vaksinasi lengkap dan kita tunggu dua minggu (setelah) vaksinasi kedua," kata Piprim dikutip dari Kompas TV, Rabu (5/1/2022).
Menurut Piprim, dua minggu usai vaksinasi kedua adalah waktu yang aman untuk kembali aktif dalam kegiatan belajar-mengajar.
"Diharapkan pascavaksinasi kedua itu antibodi sudah cukup untuk melindungi anak-anak dari Covid-19," lanjut Piprim.
Setidaknya, jika vaksinasi sudah diterima lengkap, risiko penularan kecil.
Sehingga orang tua yang melepas anaknya ke sekolah dapat tenang tanpa diselimuti rasa was-was terhadap bahaya paparn virus Covid-19.
Untuk diketahui, sebelumnya pemerintah resmi memperpanjang status pandemi Covid-19 di Indonesia, khususnya di luar Jawa-Bali per Senin (3/1/2022) lalu.
Keputusan ini diambil karena kasus Covid-19 varian Omicron telah terdeteksi di Indonesia.
Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, dalam Evaluasi PPKM mingguan yang disiarkan melalui YouTube Sekretariat Presiden.
Tertuang dalam Kepres Nomor 24 Tahun 2021 tentang Penetapan Status Faktual Pandemi Covid-19 di Indonesia, aturan ini adalah tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK), soal masa berlaku UU Covid-19.
Sekaligus sebagai landasan dari program penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)