TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapal pengangkut pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang tenggelam di pantai Tanjung Balau Kota Tinggi Johor, Malaysia, tidak berangkat melalui pelabuhan resmi.
"Pemberangkatanya juga menggunakan kapal ilegal dan tempat berangkatnya bukan dari pelabuhan-pelabuhan resmi. Artinya dia melalui pantai-pantai di luar pelabuhan resmi," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Rabu (5/1/2022).
Kapal pengangkut PMI ilegal itu juga dipastikan tidak memiliki izin resmi.
"Kalau pengiriman TKI atau PMI itu bisa dibenarkan, tentu adanya aturan UU Pelindungan Migran Indonesia. Semua harus memiliki izin untuk pengiriman PMI, memiliki tempat penampungan, juga berangkat menggunakan transportasi legal," jelas Ramadhan.
Ramadhan menuturkan pihak yang memberangkatkan PMI Ilegal itu juga dianggap telah melanggar unsur keselamatan hingga akhirnya terjadi insiden tenggelamnya kapal di Malaysia.
"Jadi ini semua memiliki unsur dianggap mengabaikan keselamatan."
"Sehingga karena mengabaikan keselamatan, tentu di dalam transportasi ada batasannya. Misalnya batasan jumlah penumpang di dalam kapal itu sudah ditentukan nah ini mengabaikan," jelasnya.
"Dan misalkan, di dalam kapal atau perahu diwajibkan menggunakan sarana pelampung dan ini tidak ada. Sehingga ketika terjadi kecelakaan, keselamatan yang diabaikan itu menimbulkan korban meninggal dunia," ucapnya.
Diberitakan, Kepolisian RI mengungkap peran tersangka baru di dalam kasus insiden tenggelamnya kapal pekerja migran Indonesia (PMI) yang berangkat lewat jalur tidak resmi atau ilegal di pantai Tanjung Balau Kota Tinggi Johor, Malaysia pada Rabu (15/12/2021).
Karo Penmas Divisi Humas Polri menyampaikan tersangka baru itu berinisial S alias AC.
Dia diduga sebagai pemilik kapal yang mengangkut PMI Ilegal yang tenggelam di Malaysia.
"Polri telah mengamankan kembali pelaku atas nama S alias AC, dimana peran pelaku tersebut adalah penyedia atau pemilik kapal yang mengakut TKI atau PMI secara ilegal dari Indonesia ke Johor Baru, Malaysia," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (4/1/2022).
Ramadhan menuturkan S juga diduga pemilik tempat yang menjadi lokasi pemberangkatan kapal pengangkut PMI Ilegal ke Malaysia.
"Dia juga sebagai pemilik lokasi pemberangkatan. Maksudnya sebelum diberangkatkan dikumpulkan di satu titik dulu sebelum diberangkatkan dengan kapal tersebut," jelas Ramadhan.
Selanjutnya, kata Ramadhan, S juga diduga sebagai pemilik penampungan PMI ilegal di Sungai Gentong, Tanjung Barat, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
"Adapun barang bukti yang diamankan 1 rangkap print out rekening koran atas nama tersangka. Saksi-saksi yang diperiksa terkait kasus ini ada 6 orang saksi. Dan selanjutnya penyidik masih lakukan pengembangan terhadap kemungkinan pelaku lain," tukasnya.
Dengan penangkapan ini, total ada 3 orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian terkait insiden tenggelamnya kapal pekerja migran Indonesia (PMI) yang berangkat lewat jalur tidak resmi atau ilegal di pantai Tanjung Balau Kota Tinggi Johor, Malaysia pada Rabu (15/12/2021).
Atas perbuatannya itu, tersangka disangkakan melanggar pasal 4 pasal 7 UU nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak perdagangan orang (TPPO). Selain itu, juga pasal 81 dan pasal 83 UU 18 tahun 2017 tentang pelindungan PMI.
Selain itu, tersangka dijerat dengan pasal 3 juncto pasal 4 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang.