News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Soroti Kasus Rudapaksa yang Berujung Damai, LPSK: Perkaranya Tetap Harus Diusut

Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu saat memberi keterangan di kantor LPSK, Senin (14/10/2019).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana

TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyoroti pencabutan laporan dari orang tua AS, anak korban kekerasan seksual.

Kasus yang berujung damai tersebut juga membuat penahanan terhadap tersangka AR langsung ditangguhkan. AR hanya diwajibkan lapor dua minggu sekali.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, kejadian tersebut sangat melukai rasa keadilan terlebih bagi korban.

Selain itu, publik yang melihat secara awam akan menduga bahwa keluarga pelaku yang merupakan anggota DPRD, diduga menggunakan pengaruhnya menekan korban untuk berdamai.

”Polisi tidak bisa menghentikan proses penyidikan dengan bersandar adanya persetujuan perdamaian antara korban/keluarganya dengan pelaku, mengingat perkosaan adalah delik biasa. Jadi, meskipun korban/pelapor telah mencabut laporannya, kepolisian tetap berkewajiban untuk memproses perkara tersebut,” ujar Edwin di Jakarta, Kamis (6/1/2022).

Edwin menambahkan, pihak-pihak yang memfasilitasi proses perdamaian tersebut dilakukan pemeriksaan. Hal itu untuk memastikan apakah langkah-langkah mereka benar-benar menerapkan prosedur atau diduga terjadi pelanggaran.

Baca juga: Pelaku Pelecehan Bocah Perempuan di Pekanbaru Ternyata Mahasiswa yang Kuliah di Mesir

”Pemerkosaan ini korbannya manusia. Jika benar dilakukan langkah-langkah untuk mendamaikan, tindakan tersebut telah melanggar Surat Edaran Kapolri dimaksud,” katanya.

Apabila pencabutan laporan itu berujung restorative justice, lanjut Edwin, dalam Surat Edaran Kapolri Nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif dalam Penyelesaian Perkara Pidana memiliki prinsip pembatasan. Misalnya, syarat formil salah satunya adalah bahwa semua tindak pidana dapat dilakukan restorative justice terhadap kejahatan umum yang tidak menimbulkan korban manusia.  

"Itu perlu dikaji, dimana penanganan kasus-kasus kekerasan seksual yang menimbulkan kontroversi, semakin menguatkan pentingnya UU Penghapuan Kekerasan Seksual. Bahkan, Presiden Joko Widodo juga telah memberikan pesan kuat agar segera dilakukan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," tegas Edwin.

Baca juga: 3 Anggota TNI AD Pembunuh Sejoli Diserahkan ke Otmilti, Danpuspomad Ungkap Alasan Cat Mobil Diubah

Dalam tiga tahun terakhir, catatan LPSK menunjukkan perlindungan dalam perkara-perkara kekerasan seksual cenderung terus mengalami peningkatan. Pada 2019 terdapat 359 pemohon, 2020 terdapat 245 pemohon, dan di tahun 2021 terdapat 482 Pemohon. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini