TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus rudapaksa yang diduga melibatkan anak anggota DPRD Pekanbaru AR (21) terhadap siswi SMP berinisial A (15) menjadi sorotan.
Apalagi diberitakan, kasus itu berakhir damai dengan diberikan uang bantuan sebesar Rp 80 juta.
Ketua Bidang Hukum & Ham Pimpinan Pusat Kolektif (PPK) Kosgoro 1957 Muslim Jaya ButarButar, sangat prihatin dan menyayangkan kasus pemerkosaan anak usia 15 Tahun siswi SMP di Pekanbaru.
Apalagi kata dia, kasus tersebut berujung pencabutan laporan polisi dan pelaku yang sempat ditahan, dibebaskan kepolisian pekanbaru.
Baca juga: Korban Rudapaksa Diberi Uang Damai Rp 80 Juta dan Cabut Laporan, Begini Tanggapan Polres Pekanbaru
Muslim Jaya Butarbutar mengatakan, harusnya pihak kepolisian tidak melepas pelaku pemerkosaan tersebut.
"Sebaiknya tetap ditahan oleh pihak Kepolisian Pekanbaru," kata Muslim dalam keterangan pers di Jakarta, Sabtu, (8/1/2022).
Muslim Jaya ButarButar yang juga seorang advokat mengatakan jangan karena berdamai lalu pelaku dilepas.
Menurutnya, pihak kepolisian Pekanbaru harus memikirkan dampak melepaskan pelaku pemerkosaan anak dibawah umur secara komprehensif.
Menurut Muslim, kasus ini bisa menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum, juga bisa memberikan dampak buruk bagi kepolisian.
Seharusnya kata dia, perdamaian kedua belah pihak hanyalah bentuk penilaian hakim yang nantinya untuk memperingan suatu hukuman di pengadilan.
"Namun tidak serta merta sudah berdamai lantas dibebaskan dari penahanan. Ini sangat berbahaya dan tidak patut," tandasnya.
Kosgoro 1957 sangat prihatin atas kasus ini karena dampak sosialnya sangat tinggi.
Ia khawatir kedepan, pelaku bejat pemerkosaan merajalela dan karena punya uang banyak, keluarga pelaku berusaha berdamai kemudian polisi mengeluarkan dari tahanan.
"Apakah kepolisian tidak melihat dampak sosialnya?" Imbuhnya.
Kosgoro 1957 kata dia, meminta Kapolri Listyo Sigit Prabowo memperhatikan kasus kasus seperti ini.
"Jangan sampai karena pelaku pemerkosaan anak dibawah umur anak seorang Anggota DPRD maka dilepas dari tahanan," tegasnya.
Muslim meminta jajaran kepolisian menjaga Citra penegakan hukum yang yang dibangun Kapolri lewat slogan Presisi dilaksanakan dengan baik.
Diberitakan sebelumnya, kasus pemerkosaan yang diduga melibatkan anak anggota DPRD Pekanbaru AR (21) terhadap siswi SMP berinisial A (15) berakhir damai dengan diberikan uang bantuan sebesar Rp 80 juta.
Ayah korban, AN menjelaskan keluarganya memilih damai lantaran orang tua pelaku AR berkali-kali datang ke rumah dan meminta untuk berdamai.
"Ibu AR nangis-nangis. Kami sebagai orang tua juga merasa dan akhirnya kami sekeluarga setuju untuk berdamai. Orang tua AR memberi uang Rp 80 juta untuk biaya pendidikan anak," ucap AN, Kamis (6/1/2022).
AN mengungkapkan bahwa uang itu diberikan secara tunai di sebuah kafe di Jalan Thamrin, Minggu (19/12/2021).
Pelaku sebelumnya sempat menjalani pemeriksaan di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Pekanbaru dan dilakukan penahanan.
Rampung pemeriksaan oleh penyidik Unit PPA, kepolisian melakukan gelar perkara dan menetapkan AR sebagai tersangka dugaan perkosaan.
Atas perbuatannya, AR yang disebut-sebut anak angkat dari anggota dewan berinisial ES ini, dijerat Pasal 81 dan atau Pasal 82 UU 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
AR kemudian ditahan di Polresta Pekanbaru. Kasus bergulir hingga akhirnya kedua belah pihak sepakat berdamai.
Korban mencabut laporan dan penahanan AR ditangguhkan. AR hanya dikenakan wajib lapor dua kali dalam sepekan.
Kecewa berat
Kesepakatan keluarga pelaku dengan pihak korban berdamai, membuat Lembaga Bantuan Perlindungan Perempuan dan Anak Riau (LBP2A) Riau kecewa berat.
Pasalnya, lembaga yang dipimpin oleh Rosmaini itu telah memberikan pendampingan kepada korban siswi SMP tersebut.
"Atas kejadian (perdamaian) ini, kami LBP2A Riau kecewa bercampur sedih," ucap Rosmaini saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (5/1/2022).
"Andai semua orangtua yang anaknya menjadi korban pencabulan berbuat seperti ini, apalah gunanya slogan stop kekerasan terhadap anak. Menjadikan Riau sebagai kota layak anak hanya sekedar wacana saja," imbuh Rosmaini.
Rosmaini mengatakan bahwa adanya perdamaian di antara keduabelah pihak, bukan berarti pidananya gugur.
"Terduga pelaku sudah diamankan di Polresta Pekanbaru kenapa bisa dilepaskan begitu aja," ujar Rosmaini.
Ia mengaku sudah mengonfirmasi kepada orangtua korban terkait adanya perdamaian tersebut.
Jawaban orangtua korban pun terkesan cuek terhadap nasib anaknya.
"Pada saat saya konfirmasi kepada orangtua korban, beliau menjawab 'dah damai kami kak'. Terus saya tanya kok bisa damai? Dan orangtuanya menjawab 'kenapa enggak bisa'," sebut Rosmaini mengulang perbincangan bersama orangtua korban.
Rosmaini kemudian menanyakan kepada orangtua korban komitmen berdamai itu seperti apa.
"Orangtuanya bilang 'gini aja buk, semua persyaratan itu sudah lengkap di Polresta Pekanbaru, ibuk tengok saja dah nampak itu buk'," papar Rosmaini.
Rosmaini mengaku sangat terkejut pihak korban berdamai dengan pihak pelaku. Meski perdamaian itu hak penuh orangtua korban.
"Seperti disambar petir saya mendengar ucapan berdamai dari orangtua korban. Tapi, itu semua hak penuh orangtua untuk melakukan perdamaian. Kami ini hanya lembaga sosial dan tetap berkomitmen untuk menurunkan angka kasus kekerasan terhadap anak, terkhusus perkara pencabulan," tutup Rosmaini.
Penjelasan Kapolres
Pelaku sebelumnya sempat menjalani pemeriksaan di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Pekanbaru dan dilakukan penahanan.
Polisi menjerat pelaku dengan Pasal 81 dan atau Pasal 82 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kapolresta Pekanbaru Kombes Pria Budi ketika dikonfirmasi wartawan membenarkan korban mencabut laporannya.
"Korban sudah mencabut laporannya. Ada pernyataan mencabut laporannya dan juga pernyataan perdamaian kedua belah pihak," kata Budi, Rabu (5/1/2022).
Kata dia, surat perintah dimulai penyidikan (SPDP) sudah dikirim dari awal.
Setelah korban cabut laporan, pelaku diwajibkan untuk lapor seminggu dua kali.
"Sementara ditangguhkan, dia (AR) berkewajiban wajib lapor seminggu dua kali," sebut Budi.
Sebagaimana diberitakan, AY (15) bersama orangtuanya datang ke Polresta Pekanbaru melaporkan dugaan penyekapan dan pemerkosaan, Jumat (19/11/2021) lalu.
Korban melapor setelah mengaku disekap dan diperkosa dua kali oleh AR, yang merupakan anak anggota DPRD Kota Pekanbaru.
Korban mengaku baru berani melaporkan kejadian yang terjadi pada 25 September itu, karena keluarganya sempat diancam keluarga besar pelaku.