TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo melayangkan gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan Gatot menyangkut ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.
Dalam persidangan perkara nomor 70/PUU-XIX/2021 tersebut, Gatot mengaku khawatir dengan nasib Indonesia jika terus menerapkan presidential threshold.
Mengutip pernyataan Bank Dunia, Gatot menyebut bahwa Indonesia saat ini sedang menuju proses kepunahan.
"Yang saya khawatirkan adalah pernyataan dari Bank Dunia, bahwa Indonesia proses menuju kepunahan," kata Gatot dalam sidang yang disiarkan di kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI, Selasa (11/1/2022).
Pasalnya menurut Gatot, kebijakan pemerintah Indonesia yang dipimpin Presiden Joko Widodo sejak tahun 2014 sampai sekarang telah memperlihatkan keretakan. Seperti misalnya kelompok masyarakat yang terbelah.
Baca juga: Gatot Nurmantyo Gugat UU Pemilu ke MK: Aturan Presidential Threshold Harusnya Tidak Ada
Namun bukannya mempersatukan, kebijakan yang diambil setelahnya justru membuat keretakan tersebut kian menjadi.
"Kebijakan - kebijakan yang diberikan sejak 2014 sudah terjadi keretakan tetapi kebijakan yang ada semakin hari, bukannya merekatkan tapi meretakkan. Ini terlihat, bangsa ini terpecah menjadi dua, dan tidak ada harapan bagaimana suatu negara terbelah dan tidak ada harapan ke depannya," ungkap Gatot.
Berkenaan dengan ini, Gatot menggugat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang selama ini diterapkan, dengan tujuan supaya calon pemimpin di ajang pesta demokrasi tahun 2024 bukan sosok yang itu - itu saja. Di mana hanya diramaikan oleh dua kubu koalisi partai politik.
"Yang kami sampaikan, tujuannya adalah kami ingin menyelamatkan anak - anak kami semuanya dan cucu kita semua di generasi mendatang," pungkas Gatot.
Sebagai informasi, dalam gugatannya, Gatot yang didampingi kuasa hukum Refly Harun menggugat presidential threshold sebesar 20 persen.
Adapun pokok permohonan yang diajukan hanya menyangkut satu pasal, yakni Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang berbunyi 'Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari kursi DPR atau 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya'.
Menurut kubu Gatot, Pasal 222 UU 7/2017 bertentangan dengan tiga pasal pada UU Dasar 1945, yakni Pasal 6 Ayat (2), Pasal 6a Ayat (2), dan Pasal 6a Ayat (5).
Baca juga: Pakar Hukum Nilai Permohonan Uji Materi Presidential Threshold Nol Persen Mudah Dipatahkan MK
Bunyi dalam tiga pasal UU Dasar dinilai sudah jelas mengatur hak konstitusi kepada partai politik untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden sepanjang menjadi peserta pemilihan umum.