Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri memastikan pihaknya masih belum berencana untuk menahan Kepala Dinas Perhubungan dan Anggota DPRD Kota Depok terkait kasus mafia tanah.
Begitu juga dengan dua orang lainnya yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Diketahui keempatnya tidak ditahan meski telah diperiksa sebagai tersangka kasus mafia tanah.
"Semua tersangka belum ada rencana penahanan," ujar Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigjen Pol Andi Rian Djajadi saat dikonfirmasi, Rabu (12/1/2022).
Andi tidak menjelaskan alasan tidak ditahannya keempat tersangka mafia tanah tersebut.
Hal pasti, menurut dia penahanan sepenuhnya menjadi wewenang penyidik Polri.
"Sepenuhnya pertimbangan penyidik," kata dia.
Baca juga: Orang Tua Besuk Ferdinand Hutahaean di Rutan Bareskrim Polri
Diberitakan sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri kembali mengungkap kasus dugaan mafia tanah. Dalam kasus ini, ada empat orang yang dijadikan sebagai tersangka kasus mafia tanah di Pemerintah Kota Depok, Jawa Barat.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi menyampaikan pelapor atau korban adalah pensiunan jenderal TNI.
“Penyidik telah menetapkan Burhanudin Abu Bakar, Hanafi, Nurdin Al-Ardisoma alias Jojon, dan Eko Herwiyanto sebagai tersangka,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi saat dikonfirmasi pada Rabu (5/1/2022).
Baca juga: Besok Kadishub Kota Depok Eko Herwiyanto Diperiksa Bareskrim Polri terkait Dugaan Kasus Mafia Tanah
Dijelaskan Andi, tersangka Eko Herwiyanto merupakan mantan Camat Sawangan dan informasi terakhir sekarang Kepala Dinas Perhubungan Kota Depok.
Sedangkan, Nurdin merupakan mantan staf Kelurahan Bedahan Kota Depok yang kini telah menjadi Anggota DPRD Kota Depok, Jawa Barat.
“Kasus ini berdasarkan laporan polisi dari seorang korban Mayor Jenderal AD (Purn) H. ES diwakili kuasa hukumnya, sebagaimana nomor polisi: LP/B/0372/VII/2020/Bareskrim tanggal 8 Juli 2020,” jelas dia.
Adapun, Andi menjelaskan duduk perkaranya bahwa terjadi dugaan pemalsuan surat pernyataan pelepasan hak untuk kepentingan swasta yang dibuat oleh Hanafi dan Nurdin dengan dibantu Eko selaku Camat Sawangan.
Baca juga: Hari Ini Bareskrim Polri Langsung Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Ferdinand Hutahaean
Terhadap surat pernyataan pelepasan hak yang diduga palsu itu, kata Andi, telah digunakan tersangka Burhanudin sebagai dokumen yang dilampirkan dalam permohonan penyerahan sebidang tanah milik korban ES kepada Pemerintah Kota Depok dengan keperuntukan sebagai TPU.
“Dimana faktanya terhadap tanah tersebut tidak pernah dijual atau dipindah tangankan oleh korban ES,” ujarnya.
Selanjutnya, Andi mengatakan penyerahan tanah makam tersebut dilakukan tersangka Burhanudin sebagai persyaratan penerbitan IMB atas nama PT Abdiluhur Kawuloalit (kepentingan Burhanudin Abubakar).
“Atas penyerahan tanah tersebut telah diproses serta diterima Pemkot Depok,” pungkasnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 263 KUHP, Pasal 266 KUHP, Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55, Pasal 56 KUHP tentang dugaan tindak pidana pemalsuan surat, menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik, penipuan dan/atau penggelapan.