Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Serikat Petani Indonesia (SPI) mengeluhkan lonjakan harga pupuk nonsubsidi yang mencapai 100 persen pada pekan pertama Januari 2022.
Hal tersebut menyebabkan kerugian bagi petani karena harga jual komoditas yang masih rendah di tingkat petani dan kenaikan harga komoditas yang tidak normal di tingkat pasar. Tren kenaikan harga pupuk non-subsidi itu sudah berlangsung sejak Oktober 2021.
Baca juga: Sidak ke Gudang, Pupuk Indonesia Pastikan Stok dan Distribusi Pupuk Subsidi Aman
Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar mendorong pemerintah untuk memastikan ketersediaan stok pupuk bersubsidi aman guna meringankan beban petani yang terdampak tingginya harga pupuk nonsubsidi.
"Lonjakan harga pupuk nonsubsidi ini menyebabkan sejumlah masalah seperti terhambatnya produksi serta semakin tingginya harga komoditas pangan," kata Gus Muhaimin di Jakarta, Selasa (11/1/2022).
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini meminta pemerintah untuk menyiapkan langkah-langkah antisipasi potensi kelangkaan pupuk bersubsidi akibat meledaknya permintaan yang disebabkan lonjakan harga pupuk nonsubsidi dan permainan oknum mafia pupuk.
Baca juga: Sulitkan Petani, Pupuk Indonesia Dukung Jaksa Agung Berantas Mafia Pupuk
Di sisi lain, Gus Muhaimin meminta pemerintah untuk mempertimbangkan pemberian insentif terhadap produsen pupuk dalam negeri sebagai upaya mengontrol kenaikan harga pupuk non subsidi yang terdampak akibat naiknya bahan baku pupuk internasional.
”Pemerintah juga harus mengoptimalkan pengawasan terhadap penyaluran pupuk bersubsidi ke petani dan melakukan pemetaan masalah untuk menemukan solusi konkret dalam menyelesaikan permasalahan terhambat dan tidak meratanya distribusi pupuk bersubsidi,” ucapnya.
Gus Muhaimin juga meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi dan verifikasi kembali data petani penerima bantuan pupuk bersubsidi di lapangan sehingga penerima pupuk bersubsidi tepat sasaran dan sesuai.
Sebelumnya, Ketua Pusat Perbenihan Nasional (P2N) SPI Kusnan mengatakan kenaikan harga pupuk non-subsidi itu turut mengoreksi pendapatan petani secara nasional. Konsekuensinya, nilai tukar petani atau NTP untuk tahun 2021 masih berada di bawah standar impas.
Baca juga: JA Soroti Mafia Pupuk, Wakil Ketua DPD RI Minta Pemda Bekerjasama
Harga pupuk non-subsidi yang pada 2020 akhir hanya Rp 265.000-Rp 280.000 per sak isi 50 kilogram (kg) pupuk Urea, tapi sekarang Oktober hingga November 2021, harga pupuk itu mengalami kenaikan menjadi Rp 380.000. Kenaikan harga itu berlanjut pada Desember 2021 mencapai Rp 480.000 hingga Rp 500.000. Bahkan di luar Jawa tembus Rp 600.000.