TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Itong Isnaeni Hidayat, melakukan ‘interupsi’ atau protes saat dirinya diumumkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penanganan perkara oleh KPK.
Itong membantah pernyataan Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, saat membacakan konstruksi perkara dugaan suap yang menjerat dirinya.
Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis (20/1/2022) malam itu, Itong yang ditampilkan sebagai tersangka sudah terlihat gelisah sejak acara dimulai.
Baca juga: Sangkalan Hakim Itong Tak Terima Suap: Temuan KPK Seperti Dongeng
Baca juga: Terjaring OTT dan Jadi Tersangka KPK, Mahkamah Agung Hentikan Sementara Hakim Itong
Ia berulang kali menggoyangkan tubuhnya. Seorang pengawal tahanan (Waltah) KPK bahkan sempat meminta Itong agar tenang dan tetap membelakangi awak media.
Beberapa menit kemudian, Itong tiba-tiba membalikkan badan ke arah awak media. Ia memotong pemaparan Nawawi dan langsung mencurahkan isi hatinya.
”Maaf, ini tidak benar. Saya tidak pernah menjanjikan apa pun. Itu omong kosong!" protes Itong yang
sudah mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK dengan tangan diborgol tersebut.
Saat Itong protes, penjelasan Nawawi sempat terhenti. Nawawi terlihat membiarkan momen protes tersebut karena menganggap sebagai kebebasan berekspresi seseorang.
Sementara petugas KPK yang bertugas mengawal para tersangka langsung mengamankan Itong. Kondisi sempat hening sesaat, sampai akhirnya Nawawi kembali melanjutkan pembacaan poin konferensi pers. Itong pun terlihat kembali berdiri membelakangi wartawan.
Menjelang akhir konferensi pers, Nawawi menyatakan secara tersurat bahwa ia tidak mempermasalahkan tindakan Itong.
Ia hanya menegaskan bahwa KPK sudah mempunyai kecukupan bukti untuk menjerat Itong sebagai tersangka.
"Bagi kami silakan mau bereskpresi seperti apa aja, mau teriak mau apa, KPK memiliki kecukupan bukti
untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka dalam perkara ini," jawab Nawawi.
"Saya sendiri sangat sedih sebagai orang yang pernah menjadi bagian dalam lingkup MA terlebih dilihat dari segala daya upaya ikhtiar yang sudah dilakukan MA dan sejumlah pencapaian yang diperoleh dalam upaya mewujudkan visi peradilan yang agung dirusak dengan perbuatan seperti ini," kata Nawawi melanjutkan pernyataannya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Itong sempat menolak untuk ditampilkan KPK sebagai tersangka dalam konferensi pers yang berlangsung tengah malam itu.
Penolakan itu membuat waktu konferensi pers menjadi molor.
Konferensi pers itu turut dihadiri oleh perwakilan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Tak hanya menginterupsi saat Nawawi menyampaikan penjelasan, Itong juga kembali membantah temuan-temuan KPK terkait kasus dugaan suap penanganan perkara yang menjadikannya tersangka saat dirinya hendak dibawa ke Rutan KPK.
Itong mengklaim Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait dugaan suap tersebut hanya melibatkan Panitera Pengganti pada PN Surabaya bernama Hamdan dan pengacara PT Soyu Giri Primedika (SGP) Hendro Kasiono.
Itong membantah telah memerintahkan Hamdan untuk meminta uang kepada Hendro berkaitan dengan pengurusan perkara PT SGP.
"Yang tertangkap tangan itu Hamdan dan pengacaranya itu saya enggak kenal. Dan saya tidak pernah ketemu sebelumnya dan hubungan apa pun dan pernah memerintahkan apa pun pada Hamdan," ujar Itong
kepada wartawan.
Dalam perkara ini Itong ditetapkan KPK sebagai tersangka lantaran diduga menerima suap Rp140 juta dari janji sebesar Rp1,3 miliar.
Namun Itong menepis temuan KPK tersebut. "Dan tadi cerita-cerita itu seperti dongeng, saya jadi baru tahu tadi ada uang Rp1,3 miliar, enggak pernah saya," kata dia.
Ketika ditanya mengenai kesiapan membuktikan untuk membantah temuan KPK, Itong berkata:
"Membuktikan sesuatu yang tidak itu memang sulit karena anggapan pasti saya tahu, dianggap saya
memerintahkan."
KPK sendiri menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Sebagai penerima suap yaitu Itong dan Panitera Pengganti pada PN Surabaya bernama Hamdan. Sedangkan satu tersangka pemberi suap yaitu Hendro Kasiono selaku pengacara PT Soyu Giri Primedika (SGP).
Dalam perkara ini KPK menduga ada suap terkait pengaturan vonis perkara perdata di Pengadilan Negeri Surabaya.
Diduga, perkara itu terkait pembubaran PT Soyu Giri Primedika. Kuasa hukum PT Soyu Giri Primedika, Hendro Kasiono, diduga memberikan suap kepada Itong melalui Hamdan. Tujuannya, agar Itong menjatuhkan vonis sesuai
keinginan PT SGP.
Salah satunya diduga agar PT SGP dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp 50 miliar.
KPK menduga Hendro dan PT SGP sepakat untuk menyiapkan uang Rp 1,3 miliar guna mengamankan vonis. Mulai dari vonis di tingkat Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung. Namun, praktik suap ini terungkap dalam OTT KPK.
Dalam operasi itu, KPK menemukan uang Rp 140 juta yang diduga suap untuk hakim Itong. KPK kemudian
menjerat Itong, Hamdan, dan Hendro sebagai tersangka.
Dalam OTT, KPK sempat turut mengamankan dua orang lainnya.
Mereka adalah Achmad Prihantoyo selaku Direktur PT Soyu Giri Primedika dan Dewi selaku sekretaris
dari Hendro Kasiono.
Namun keduanya dilepas dengan status sebagai saksi.
Tersangka yang dijerat KPK baru Itong, Hamdan, dan Hendro.
"Kenapa baru 3 itu? ada yang disebutkan sebagai pemilik (Achmad), sampai pada tahapan ini kami belum menetapkan
yang bersangkutan sebagai bagian tersangka dalam perkara ini. Artinya belum ada
kecukupan bukti," kata Nawawi.
"Terlebih lagi pemegang saham dari PT SGP ini dan yang mengajukan ke pengadilan itu bukan hanya seorang AP sendiri, tetapi ada juga dengan seorang AM. Kita masih akan melihat pengembangan dalam proses penyidikan selanjutnya," pungkasnya. Nawawi belum menjelaskan siapa AM yang dimaksud. Sementara terkait suap tersebut,
Itong membantahnya. Namun KPK menegaskan ada bukti kuat soal keterlibatan Itong.
Lebih lanjut, KPK juga menduga Itong menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di PN Surabaya.
"Hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," terang Nawawi.
Sebagai tersangka pemberi suap, Hendro Kasiono dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) hurufa atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan selaku tersangka penerima suap, Itong dan Hamdan dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal
11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Di luar tiga orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka itu, KPK membuka peluang
menjerat tersangka lain. "Jadi yang kita tetapkan hari ini bukan akhir dari proses
pengembangan perkara ini. Termasuk apa yang disampaikan oleh Kepada Bawas tadi
bahwa MA akan segera turun, kami juga akan mengembangkan perkara ini sampai
pada tingkatan menurut kami harus dilakukan oleh para penyidik kami," kata Nawawi.
(tribun network/ham/dod)