TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima pengembalian uang dari kasus dugaan suap Bupati nonaktif Musi Banyuasin (Muba) Dodi Reza Alex Noerdin (DRA).
Duit itu langsung disita sebagai barang bukti kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin yang menjerat Dodi.
"Tim penyidik menerima pengembalian sejumlah uang dari beberapa pihak yang untuk kemudian disita sebagai barang bukti dalam perkara ini," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (25/1/2022).
Baca juga: Mangkir Panggilan, KPK Jadwal Ulang Pemeriksaan Sekretaris DPC Partai Demokrat Balikpapan
Baca juga: Bupati Yuni: 7 Orang dalam Satu Keluarga yang Positif Covid-19 di Sragen Ternyata Menolak Vaksinasi
Di sisi lain, KPK juga mengimbau kepada pihak-pihak yang mengetahui adanya perbuatan pidana yang dilakukan oleh tersangka Dodi agar dengan jujur menerangkan di hadapan tim penyidik.
Selain itu, lembaga antirasuah turut mendalami terkait dugaan penerimaan sejumlah uang oleh Dodi dari berbagai pihak.
Pendalaman materi ini ditelusuri lewat tiga saksi yang diperiksa pada Senin (24/1/2022).
Mereka yang diperiksa yaitu Hendra Oktariza (PNS), Adi Gustiawan (Direktur CV Abimanyu Poetra Warman), Muhammad Fahri (Direktur CV Radja Persada), dan Ramadhan (pegawai SPBU).
"Para saksi hadir dan tim penyidik masih terus mendalami terkait dugaan penerimaan sejumlah uang oleh tersangka DRA dari berbagai pihak," kata Ali.
Baca juga: Kepergok saat Gasak Motor, Maling di Pasuruan Lempar Bom Ikan ke Arah Warga
Sementara seorang saksi lagi bernama Sri Eliza selaku ibu dari Dodi tidak hadir pemeriksaan dan mengonfirmasi untuk dilakukan penjadwalan ulang.
Selain Dodi Reza Alex, KPK telah menetapkan tiga tersangka lainnya, yaitu Kepala Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori (HM), Kabid Sumber Daya Air (SDA)/pejabat pembuat komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasi Eddi Umari (EU), dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy (SH).
KPK menjelaskan Pemkab Musi Banyuasin untuk Tahun 2021 akan melaksanakan beberapa proyek yang dananya bersumber dari APBD, APBD-P TA 2021 dan Bantuan Keuangan Provinsi (bantuan gubernur) di antaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin.
Untuk melaksanakan berbagai proyek dimaksud, diduga telah ada arahan dan perintah dari Dodi kepada Herman, Eddi, dan beberapa pejabat lain di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin agar dalam proses pelaksanaan lelangnya direkayasa sedemikian rupa.
Di antaranya dengan membuat daftar paket pekerjaan dan telah pula ditentukan calon rekanan yang akan menjadi pelaksana pekerjaan tersebut.
Selain itu, Dodi juga telah menentukan adanya persentase pemberian fee dari setiap nilai proyek paket pekerjaan di Kabupaten Musi Banyuasin, yaitu 10 persen untuk Dodi, 3-5 persen untuk Herman, dan 2-3 persen untuk Eddi serta pihak terkait lainnya.
Untuk Tahun Anggaran 2021 pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, perusahaan milik Suhandy menjadi pemenang dari empat paket proyek.
Total komitmen fee yang akan diterima oleh Dodi dari Suhandy dari empat proyek tersebut sekitar Rp2,6 miliar.
Sebagai realisasi pemberian komitmen fee oleh Suhandy atas dimenangkannya empat proyek paket pekerjaan di Dinas PUPR tersebut, diduga Suhandy telah menyerahkan sebagian uang tersebut kepada Dodi melalui Herman dan Eddi.
Dalam kegiatan tangkap tangan di Kabupaten Musi Banyuasin, KPK turut mengamankan uang Rp270 juta.
Uang itu diduga telah disiapkan oleh Suhandy yang nantinya akan diberikan pada Dodi melalui Herman dan Eddi.
Baca juga: Bupati Nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur Jalani Sidang Perdana di PN Kendari
Selain itu di Jakarta, KPK juga mengamankan uang Rp1,5 miliar dari ajudan Dodi.
Suhandy sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan, Dodi, Herman, dan Eddi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.