Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua terdakwa kasus dugaan pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing yakni Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella akan menjalani sidang lanjutan pada Selasa (25/1/2022) ini.
Sidang yang bakala digelar pukul 10.00 WIB di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu beragendakan mendengar keterangan para terdakwa.
Kuasa hukum kedua terdakwa Henry Yosodiningrat mengatakan, kliennya sudah siap menjalani persidangan hari ini.
"Iya (siap) untuk memeriksa terdakwa," kata Henry saat dikonfirmasi.
Baca juga: Sidang Unlawful Killing, Ahli Sebut di Situasi Ekstrem Polisi Harus Bertindak: Salah, Kalau Tidak
Adapun dalam persidangan nanti, kedua kliennya itu kata dia, akan menjelaskan duduk perkara serta peristiwa yang terjadi sesungguhnya.
"Mereka akan menyampaikan peristiwa apa yg sesungguhnya terjadi," singkat Henry.
Dengan agenda sidang hari ini maka kedua terdakwa polisi tersebut semakin dekat dengan pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum.
Keterangan Ahli Meringankan
Ahli Hukum Kepolisian, Kombes Pol (purn), Warasman Marbun mengungkap ada doktrin yang berpandangan bahwa lebih baik penjahat yang mati ketimbang petugas, dalam hal ini anggota kepolisian.
Hal ini ia sampaikan saat dihadirkan sebagai saksi ahli yang meringankan (a de charge) untuk dua terdakwa kasus dugaan pembunuhan di luar proses hukum, atau unlawful killing empat anggota Laskar FPI, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/1/2022).
Dalam keterangannya di persidangan, Marbun menjelaskan dalam situasi mendesak, ada doktrin berskala internasional yang mengatakan lebih baik 'penjahat' yang meninggal dunia, ketimbang aparat penegak hukum.
"Saya sebutkan tadi dalam doktrin internasional daripada petugas mati, lebih bagus 'penjahat' mati," kata Marbun di persidangan.
Menurut Marbun, peristiwa penembakan yang melibatkan anggota Laskar FPI dan aparat kepolisian di dalam mobil terjadi begitu cepat. Dalam situasi ekstrem tersebut, polisi bisa melakukan tindakan daripada sekedar melumpuhkan.
"Kalau misalnya masih ada tenggang waktu, tidak tiba-tiba, tidak sekonyong-konyong, maka itu bisa saja dilumpuhkan. Tapi kalau pelatuk itu sudah di tangan yang merebut, nah itu tidak ada yang keliru," kata dia.
Marbun turut menjelaskan soal ketentuan penggunaan senjata api bagi petugas polisi.
Dalam peraturan, disebutkan bahwa senjata api hanya boleh digunakan jika benar-benar dibutuhkan untuk melindungi nyawa manusia dan bersifat luar biasa.
Menurutnya kejadian di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek masuk dalam kategori keadaan luar biasa.
"Kenapa disebut luar biasa, karena petugas di sini sudah sangat ekstrem, sudah sangat membahayakan. Skala merah 'kalau saya tidak bertindak dengan tegas, maka saya akan mati atau temanku yang mati atau orang lain'," ujar dia.
Sebagai informasi, dalam perkara ini para terdakwa yakni Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella didakwa telah melakukan penganiayaan yang membuat kematian secara sendiri atau bersama-sama terhadap 6 orang anggota eks Laskar FPI.
Atas hal itu, jaksa menyatakan, perbuatan Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.