TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan kepada DPR RI bahwa peraturan pemerintah (PP) tentang pengupahan tahun 2022, bukan peraturan baru yang dibuat pihaknya.
Ida berujar Kemnaker tidak mengeluarkan lagi kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas atau menerbitkan peraturan pelaksanaan baru yang berkaitan dengan UU no 11 tahun 2020 setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini ia sampaikan pada Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Gedung Nusantara I Lantai I DPR RI, Jakarta, Senin (24/1/2022).
Baca juga: Menaker: Gender Shaming, Salah Satu Penghambat Perempuan di Dunia Kerja
"Terkait dengan putusan MK (soal upah), sebagaimana yang saya sampaikan bahwa pada amar putusan yang menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksanaan baru yang berkaitan dengan UU no 11 tahun 2020," kata Ida.
"Jadi bapak ibu yang saya hormati sebagaimana yang saya sampaikan tadi, kami tidak mengeluarkan lagi kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, dan menerbitkan peraturan pelaksanaan baru yang berkaitan dengan UU no 11 tahun 2020 setelah putusan MK," lanjutnya.
Ida meyakinkan seluruh perintah pembentukan peraturan pemerintah maupun peraturan di bawahnya sudah di selesaikan Kemnaker sebelum putusan MK tersebut.
Sehingga pelaksanaan yang di antaranya pelaksanaan PP 36 tentang pengupahan ini masih menjadi dasar hukum penetapan pengupahan tahun 2022.
Baca juga: Menaker: Pentingnya Sosialisasi K3 Inovatif dan Berbasis Digital di era Digitalisasi
"Jadi ini bukan peraturan baru yang kami buat. Ini adalah peraturan yang kami buat sebelum putusan MK," kata Ida.
"Jadi ada 4 PP, dan satu di antaranya tentang pengupahan. Saya akan jelaskan juga PP jaminan kehilangan kerja yang diminta bapak dan ibu," lanjut dia kepada DPR.
Ida Fauziyah, menegaskan bahwa dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dilakukan secara terbuka dan melibatkan partisipasi publik.
Partisipasi publik ini dilakukan melalui proses yang panjang.
"Seluruh konfederesi yang ada dalam representasi LKS Tripartit Nasional terlibat dalam pembahasan undang-undang ini," ujarnya.
Ida berujar pemerintah tidak hanya melibatkan representasi LKS Tripartit Nasional dalam menyusun UU saja, tetapi juga menyertakannya dalam proses penyusunan peraturan turunanya.
"Semua dokumen tentang partisipasi publik ini pun sudah kami sampaikan kepada Majelis Mahkamah Konstitusi, dan Majelis juga mengkonfrontir keterlibatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang ada dalam forum yang menjadi representasi LKS Tripartit Nasional," ungkapnya.