TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap sejumlah kode yang digunakan untuk pratik kekerasan di kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin.
Bahkan tidak hanya dugaan praktek perbudakan di rumah tersebut, namun juga adanya dugaan pembunuhan.
Kini Komnas HAM kini tengah mendalami dugaan pembunuhan tersebut.
Anggota Komnas HAM Choirul Anam menyebutkan setidaknya pernah terjadi kasus kekerasan yang mengakibatkan kematian di kerangkeng manusia tersebut.
Korban pun disinyalir lebih dari satu orang.
Informasi tersebut didapatkan dari investigasi beberapa saksi yang dinilai solid.
"Kami sudah mendalami. Informasi kami dalami dari berbagai pihak yang itu mengatakan bahwa memang kematian tersebut disebabkan tindak kekerasan," tuturnya, dikutip dari Kompas TV.
Adapun Komnas HAM kini telah menemukan pola kekerasan, pelaku, cara pelaku melakukan kekerasan, hingga menggunakan alat atau tidak.
Bahkan, sambung Choirul, terdapat istilah-istilah yang digunakan di dalam lingkungan kerangkeng manusia itu saat kekerasan dilakukan.
"Istilah-istilah yang digunakan ketika kekerasan berlangsung, seperti mos dan das, atau dua setengah kancing. Ada istilah begitu yang digunakan dalam konteks penggunaan kekerasan," paparnya.
Saat ini, Komnas HAM sudah menyampaikan temuan itu ke Polda Samatera Utara.
Menurut Choirul, pihak Polda pun ternyata sudah menemukan dan sedang mendalami hal yang sama yaitu penggunaan kekerasan yang mengakibatkan kematian di kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat.
Baca juga: Dugaan Pembunuhan di Penjara Manusia Bupati Langkat, hingga Istilah Kekerasan Dua Setengah Kancing
Arti "Dua Setengah Kancing"
Dikutip dari Tribunpekanbaru.com, istilah "dua setengah kancing" sangat identik dengan kekerasan yang kerap terjadi pada perploncoan yang dilakukan senior terhadap junior.