TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di era digitalisasi dan banjir informasi, pengelolaan informasi dan komunikasi publik harus lebih adaptif.
Pengelola informasi harus lebih memahami segala dimensi seputar pengelolaan informasi dan komunikasi agar dapat menyampaikan informasi dengan tepat.
Untuk itulah wawasan yang ada dalam hasil Indeks Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik (PIKP) dibutuhkan.
“Pengukuran Indeks PIKP Tahun 2021 yang merupakan upaya yang kedua kalinya dilaksanakan sebagai kelanjutan pengukuran tahun 2019 diharapkan secara obyektif mampu menunjukkan dan menggambarkan capaian kinerja pengelolaan informasi dan komunikasi publik yang dilaksanakan masing-masing instansi baik dari aspek Input, Proses, Output, dan Outcome. Hasil pengukuran Indeks dapat membantu menunjukkan perkembangan serta kondisi yang memerlukan upaya-upaya perbaikan, sehingga aktivitas komunikasi publik dapat menjadi lebih efektif dan efisien di masa mendatang,” kata Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Publik Hasyim Gautama ketika membuka Seminar Indeks PIKP digelar secara daring, pada Senin, (31/1/2022) mewakili Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Baca juga: Menparekraf Perkenalkan Tlusure, Aplikasi Informasi Berwisata Aman Covid-19
Dalam sambutannya, Hasyim juga mengatakan bahwa pengukuran efektivitas komunikasi publik melalui indeks Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik tahun 2021 merupakan kelanjutan dari pengukuran Indeks PIKP yang pertama kali dilakukan tahun 2019.
Hasil pengukuran Indeks dapat membantu menunjukkan perkembangan serta kondisi yang memerlukan upaya-upaya perbaikan, sehingga aktivitas komunikasi publik dapat menjadi lebih efektif dan efisien di masa mendatang.
Pengukuran indeks PIKP ini dilakukan untuk memonitor dan mengevaluasi kinerja pengelolaan informasi dan komunikasi publik yang dilaksanakan oleh Unit Kementerian/Lembaga (K/L) dan Diskominfo Provinsi dari waktu ke waktu.
Indeks PIKP dapat juga digunakan sebagai bagian dari early warning system, termasuk untuk mempertanyakan pilihan-pilihan kebijakan nasional dan daerah serta mempertanyakan bagaimana bisa terjadi Diskominfo Provinsi atau Unit K/L yang memiliki anggaran yang sama besarnya tapi menunjukkan kinerja komunikasi publik yang berbeda.
“Dua pertanyaan inti yang menjadi koridor kami dalam melakukan pengumpulan dan analisis data adalah: memonitor dan mengevaluasi kinerja pengelolaan informasi dan komunikasi publik, dan menjadikan hasil penelitian ini dapat membantu menemukan permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam proses pengelolaan informasi dan komunikasi publik,” ungkap Prof. Dr. Gati Gayatri, peneliti utama yang didaulat mempresentasikan hasil penelitian Indeks PIKP 2021.
Memajukan empat indikator komposit PIKP, yaitu Input, Proses, Output, dan Outcomes, sampling data diambil dari dua sisi. Data sampling sisi Input dan Proses diambil dari tim komunikasi 64 Kementerian/Lembaga dan 34 Dinas Kominfo Provinsi. Sementara, data Output dan Outcomes didapat dari 1.600 orang responden yang memenuhi kriteria yang sudah dibuat sebelumnya, sesuai proporsi jumlah penduduk di masing-masing provinsi.
Dari hasil studi, didapatkan hasil sebagai berikut: Indeks P-IKP untuk indikator Input adalah 65,6, untuk indikator Output adalah 61,2, untuk indikator Proses mencapai 67,4, dan indikator Outcomes adalah 52,4.
Ditemukan beberapa Unit K/L dan Diskominfo Provinsi yang mengalami peningkatan skor di masa pandemi, namun mayoritas mengalami penurunan skor. Secara keseluruhan Indeks PIKP tahun 2021 menurun 2 poin jika dibandingkan dengan Indeks PIKP tahun 2019.
Dalam Diskusi Panel yang digelar untuk membicarakan hasil studi, setelah pemaparan berakhir, Wariki Sutikno, Plt. Direktur Politik dan Komunikasi Kementerian PPN/Bappenas mengatakan bahwa data yang didapatkan dalam studi ini sangat kaya. Namun, perlu diperhatikan kedepannya pengembangan data ke Kementerian/Lembaga yang belum terjangkau.
“Saya pikir ke depan inovasi tentang indeks ini, kalau kita asumsikan Input-Proses-Output-Outcomes, perlu dikembangkan. Karena di dalam setiap lembaga bahkan di dalam setiap negara yang namanya input itu juga tidak akan sempurna. Anggaran itu di mana-mana masih terbatas, Jadi yang kita nilai mungkin inovasi yang dilakukan,” tambah Wariki Sutikno.