TRIBUNNEWS.COM- Kasus bahasa Sunda yang melibatkan anggota DPR RI Arteria Dahlan kini memasuki babak baru.
Kasus tersebut dinyatakan dihentikan sementara Arteria Dahlan tak bisa dituntut di pengadilan.
Lalu, apa itu hak imunitas?
Polda Metro Jaya menghentikan kasus dugaan ujaran kebencian berbau SARA yang menyeret anggota DPR RI Arteria Dahlan.
Arteria Dahlan disebut tak bisa dipidana atas pernyataannya dalam rapat DPR terkait bahasa Sunda.
Hal ini lantaran Arteria Dahlan memiliki hak imunitas sebagai anggota dewan yang tertuang dalam UU RI No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau MD3 Pasal 224 tentang hak imunitas wakil rakyat.
Mengutip mkri.id, hak imunitas anggota DPR RI bertujuan untuk melindungi serta mendukung kelancaran tugas dan wewenang sebagai wakil rakyat.
Tujuan pokok dari hak imunitas adalah melindungi parlemen dari tekanan yang tidak semestinya.
Hal ini ternyata pernah disampaikan sendiri oleh Arteria Dahlan dalam sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3), pada Rabu (11/4/2018).
Arteria menyebut, hak imunitas membuat anggota DPR RI bebas untuk berbicara.
Baca juga: Kasus Arteria Dahlan Disetop, Pengamat Ungkap Batasan Hak Imunitas Bagi Anggota Dewan
Baca juga: Kasus Ujaran Kebencian Arteria Dahlan Disetop, Majelis Adat Sunda dan Poros Nusantara Beri Tanggapan
Baca juga: Polda Metro Hentikan Kasus Ujaran Kebencian Arteria Dahlan, Poros Nusantara Sebut Polisi Gagal Paham
"Hak imunitas membolehkan anggota parlemen untuk bebas berbicara dan mengekspresikan pendapat mereka tentang keadaan politik tertentu tanpa rasa khawatir akan mendapatkan tindakan balasan atas dasar motif politik pula, atau motif politik tertentu," katanya.
Hak imunitas juga dapat membuat anggota DPR RI dapa melaksanakan tugas serta kewenangan secara efektif untuk menyuarakan kepentingan rakyat, kepentingan bangsa, dan kepentingan negara.
Namun pelaksanaannya harus tetap dalam ketentuan peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi abuse of power.
Sementara itu, menurut Pasal 224 Ayat 1 UU No 17 Tahun 2014, disebutkan bahwa anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.
Pada Ayat 2 juga disebutkan bahwa anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena sikap, tindakan, kegiatan di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang semata-mata karena hak dan kewenangan konstitusional DPR dan/atau anggota DPR.
Diberitakan sebelumnya, Polda Metro Jaya menghentikan kasus Arteri Dahlan karen memiliki hak imunitas.
Hal ini yang membuat Arteria tak bisa dituntut di pengadilan.
"Dapat disampaikan yang bersangkutan tidak dapat dipidanakan sesuai dengan ayat 1 Pasal 224 dalam UU tersebut yang menyatakan bahwa anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan atau pendapat yang dikemukakan baik secara lisan ataupun tertulis," katanya, di Polda Metro Jaya, Jumat (4/2/2022), mengutip Wartakota.
Keputusan tersebut diambil setelah pihak kepolisian melibatkan ahli pidana, bahasa, serta ahli hukum di bidang UU ITE untuk pemeriksaan.
Pihak kepolisian tak bisa menindak langsung tanpa rekomendasi dari sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menurut UU MD3.
Arteria tidak dapat diproses pidana tanpa adanya serangkaian sidang dan putusan di MKD.
Arteria Dahlan menjadi sorotan setelah pernyataannya yang meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mencopot Kajati lantaran menggunakan bahasa Sunda dalam rapat.
Hal tersebut disampaikan Arteria Dahlan dalam rapat kerja Komisi II dengan Kejaksaan Agung pada Senin (17/1/2022).
Pernyataan Arteria Dahlan tersebut ternyata menimbulkan kontroversi di masyarakat hingga akhirnya ia dilaporkan ke polisi atas dugaan ujaran kebencian.
(Tribunnews.com/Miftah, Wartakota//Desy Selviany)