TRIBUNNEWS.COM - Ahli epidemiologi Indonesia, Dr Dicky Budiman menyebut bahwa vaksin Covid-19 jenis Sinovac kurang efektif melawan Omicron.
Untuk itu, bagi masyarakat yang telah mendapatkan vaksinasi Sinovac diharapkan bisa mendapatkan vaksin booster jenis mRNA.
Meskipun telah mendapatkan vaksin Sinovac sebanyak dua kali suntikkan.
Budiman menyebut, mungkin saja tingkat kematian akibat Omicron rendah, namun tidak ada salahnya untuk mengantisipasi peningkatan jumlah kematiannya.
“Angka kematian mungkin juga lebih rendah, tetapi saya tidak dapat menjamin itu karena Sinovac kurang efektif melawan Omicron dibandingkan dengan vaksin messenger RNA," kata Budiman dikutip dari Kompas.com, Senin (7/2/2022).
Baca juga: Menkes: Tak Usah Panik Lihat Jumlah Kasus Covid-19 Naik, Pasien Meninggal dan Masuk RS Rendah
Baca juga: Menkes: Tak Usah Panik Lihat Jumlah Kasus Covid-19 Naik, Pasien Meninggal dan Masuk RS Rendah
Untuk itu, demi dapat mengurangi rawat inap, kata Budiman, pemerintah harus meningkatkan pengujiannya.
Pemerintah, kata Budiman, juga harus mempercepat dilakukannya penyuntikan booster untuk orang tua.
Yakni dari sebelumnya, vaksinasi booster harus dilakukan enam bulan setelah dosis kedua, kini dipercepat menjadi menjadi empat bulan setelah dosis kedua.
Menurut Budiman, kasus harian Covid-19 akan naik 10 kali dari gelombang kedua.
“Kasus harian akan 10 kali lebih buruk dari gelombang kedua tetapi untuk rawat inap hanya setengahnya,” ujar Budiman.
Bahkan, kata Budiman, gelombang selanjutnya juga akan mencatat 300.000 hingga 500.000 kasus dalam sehari.
Sebagai catatan positif, kata dia, tingginya jumlah infeksi yang menyebar selama gelombang kedua akan memberi orang Indonesia tingkat kekebalan.
Baca juga: Pemerintah Percepat Vaksinasi untuk Hadapi Lonjakan Kasus Covid-19, Luhut Imbau Masyarakat Tak Panik
Kendati demikian, Budiman mengungkapkan penelitian terbaru menunjukkan korban Omicron dapat terinfeksi kembali dengan strain BA2 Omicron.
“Tetapi manfaat dari penyebaran Delta pada Juli adalah banyak orang Indonesia yang telah menerima Sinovac dan terinfeksi tanpa mengetahui karena tidak menunjukkan gejala, akan memiliki beberapa tingkat kekebalan," tambah Budiman.
Akan tetapi, jelas Budiman, kekebalan itu hanya sementara dan manfaatnya akan tergantung di mana mereka tinggal.
Ini karena konsekuensi Omicron bergantung pada lanskap kekebalan.
“Cakupan vaksinasi di Indonesia terfokus di Jawa dan Bali, sehingga masalah akan muncul di pulau-pulau lain, serta kecamatan di Bali dan Jawa dengan tingkat vaksinasi yang rendah," jelas Budiman.
Baca juga: BOR Covid-19 Masih Tergolong Rendah, Menkes Sebut Isinya Didominasi OTG atau Bergejala Ringan
Vaksinasi Disebut dapat Kurangi Fatality
Mengutip laman resmi Kementerian Kesehatan, sehatnegeriku.go.id, berbeda dengan hasil penelitian dari data sampel rumah sakit rujukan Covid-19, RSPI Sulianti Saroso, menunjukkan bahwa vaksinasi sangat penting untuk mengurangi risiko fatality infeksi Covid-19.
Juru Bicara Covid-19 Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi menyebut bahwa dari 12 sampel pasien Covid-19 yang dirawat dengan kondisi berat dan kritis, 6 pasien di antaranya dikabarkan belum melakukan vaksinasi.
"Data ini kembali menunjukkan pentingnya vaksinasi untuk mengurangi risiko terburuk dari terpapar Covid-19, yaitu kematian."
"Kelompok lansia, anak-anak, orang yang memiliki komorbiditas, dan yang belum divaksinasi."
"Keempat kelompok inilah yang perlu diperhatikan dan kerap menjadi korban paling dirugikan di masa Covid-19 ini," terang Nadia.
Vaksinasi lengkap, kata Nadia, sangat penting untuk mempersiapkan diri dari kesakitan atau bahkan risiko dirawat yang lebih berat, hingga kematian.
"Utamanya bagi kelompok masyarakat lanjut usia dan orang yang memiliki penyakit bawaan (komorbid), segera lakukan vaksinasi."
"Apabila sudah waktunya booster agar segera mengikuti vaksinasi booster, karena risiko kelompok rentan ini sangat besar apabila terpapar Covid-19," sambung Nadia.
Masyarakat Diminta Tak Panik
Menkes Budi mengimbau masyarakat untuk tidak panik mengahadapi lonjakan kasus Covid-19.
Ini karena angka keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) rumah sakit karena Covid-19 masih tergolong rendah.
Baca juga: Kasus Covid-19 di Kompleks Parlemen Melonjak, Pimpinan DPR: Rapat Tak Boleh Lebih Dari 2,5 Jam
Dengan kata lain, BOR rumah sakit masyarakat Indonesia karena kasus Covid-19 masih terkendali.
Hal tersebut diungkap oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam Evaluasi PPKM yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden, Senin (7/2/2022).
"(Dari hasil pencatatan ini menunjukkan) sebenernya (BOR) rumah sakit kita masih sangat rendah," terang Menkes Budi.
Kendati demikian, pihaknya meminta masyarakat untuk lebih waspada dan melakukan upaya pencegahan penularannya.
"Hal yang ingin saya sampaikan adalah tidak usah panik kalau jumlah kasusnya naik tinggi."
Baca juga: 365 Pasien Covid-19 Meninggal Sejak Omicron Masuk ke Indonesia, Paling Besar dari 3 Kelompok Ini
"Karena memang yang paling penting adalah yang masuk ke rumah sakit dan yang wafat (jumlahnya) jauh lebih rendah dan masih bisa terkendali.
"Jadi penting sekali publik memahami memang jumlah kasus akan naik tinggi."
"(Seperti) di negara-negara lain yang bahkan (jumlahnya) mungkin bisa dua kali lipat dari Delta."
"Yang penting kita bisa menjalankan terus protokol kesehatan agar yang masuk rumah sakit dan yang wafat itu di bawah rata-rata."
"Yang paling penting bagi provinsi yang jumlahnya lagi naik, ya kita perketat, jalankan protokol kesehatan, memakai master dan membatasi mobilitas untuk sementara, yakni 2 sampai 3 minggu ke depan," imbau Menkes Budi.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)(Kompas.com/Bernadette Aderi Puspaningrum)