Terpusatnya lokasi pemerintahan dan ekonomi sebagai bagian dari infrastruktur kritis (critical infrastructure) berpotensi menjadi sebuah kerugian besar apabila terjadi serangan dan gangguan keamanan dan pertahanan.
Lebih lanjut, pemerintah berencana mewujudkan smart city bagi IKN di Kalimantan Timur yang mengadopsi kemajuan teknologi, khususnya Internet of Things (IoT).
Hal ini sebagaimana dilakukan banyak negara di dunia yang menggerakkan sumber daya strategis melalui teknologi yang kompleks, seperti tenaga listrik, finansial, pelayanan publik, transportasi publik, termasuk lalu lintas darat, laut dan udara, serta minyak bumi dan gas, juga sumber daya strategis lainnya.
Namun, kemajuan teknologi yang membawa kemudahan, efektivitas dan efisiensi, juga memberi arena baru bagi peperangan hibrida dengan mengeksploitasi kerentanan dalam pertahanan dan keamanan suatu negara.
Berbagai bentuk ancaman seperti peretasan ke infrastruktur kritis, UAV/Suicide Drone, rudal jarak jauh, pencurian data strategis, spionase dan post truth di media sosial, radikalisasi di dunia maya, aksi terorisme dan ancaman lainnya yang tengah berlangsung di berbagai belahan dunia dapat saja terjadi di IKN.
Oleh karena itu, pada perencanaan arsitektur pertahanan dan keamanan IKN yang akan mengadopsi smart defense, Indonesia perlu mengambil momentum ini untuk menajamkan rumusan postur, doktrin dan strategi sumberdaya pertahanan dan keamanan dalam menghadapi ancaman hibrida, baik yang berdimensi militer dan non militer.
Khususnya dalam mengadopsi teknologi terkini yang mendukung adanya sistem interoperabilitas dan Network Centric Warfare.
"Hal ini sebagaimana yang dilakukan banyak negara di dunia sebagai bagian dari Revolutionary in Military Affairs (RMA)," ujarnya.
IKN akan Perkuat Diplomasi Pertahanan
Lebih lanjut Budi Gunawan mengatakan, pemindahan ibukota dari Jakarta ke Nusantara juga memiliki implikasi penguatan pertahanan. Dari aspek geostrategi, Indonesia akan memiliki strategic depth yang lebih dalam mengingat Pulau Kalimantan memiliki luas 6 kali pulau Jawa.
Selain itu juga akan memungkinkan terbangunnya klaster industri pertahanan yang terintegrasi sebagai syarat terwujudnya indigenous defense productions atau produksi alutsista mandiri buatan dalam negeri.
"Ini akan memungkinkan Indonesia memanfaatkan dinamika geopolitik di Indo Pasifik dengan mendayung di antara aliansi-aliansi regional seperti Five Power Defence Arrangements (FPDA), AUKUS, dan OBOR/BRI China," katanya.
Dibentuknya AUKUS, ucap Budi Gunawan, juga hadirnya kekuatan beberapa anggota NATO di kawasan, semakin menegaskan bahwa konstelasi Geopolitik kekuatan negara-negara di dunia bergeser ke Asia Pasifik.
Ini merupakan sinyal kuat bagi negara-negara di kawasan, termasuk Indonesia untuk mencegah, sekaligus bersiap terjadinya peningkatan eskalasi hingga kemungkinan terburuk adanya perang terbuka sebagaimana adagium klasik, yaitu Si Vis Pacem, Para Bellum (jika ingin perdamaian, bersiaplah untuk perang).
Meskipun, secara resmi AS, Inggris dan Australia mengumumkan dibentuknya AUKUS adalah untuk mendorong stabilitas keamanan di kawasan Indo Pasifik dan tidak untuk melanggar Traktan Non-Proliferasi Nuklir di kawasan, namun tidak ada jaminan bahwa kapal selam nuklir tidak akan hilir mudik di ALKI dan Laut Teritorial Indonesia.
"Untuk itu, Indonesia perlu aktif berperan dalam memperkuat diplomasi pertahanan di kawasan yang bertujuan untuk meningkatkan rasa saling percaya (confidence building measures) dan pengembangan kapasitas (capacity building)," tuturnya.
Sebab, Indonesia memiliki posisi yang unik karena memiliki berbagai kerja sama strategis di bidang ekonomi, maritim dan keamanan, baik dengan negara-negara anggota AUKUS, FPDA, dan China.
Keunikan ini dapat menjadi keuntungan Indonesia untuk berperan secara diplomatik, baik untuk mendorong ASEAN membuat Joint Statement, ataupun secara mandiri untuk memastikan semua pihak tidak memicu adanya konflik terbuka dan perlombaan senjata di kawasan.
Khususnya dalam mematuhi kewajiban untuk menjaga kawasan yang bebas nuklir, menjaga stabilitas keamanan dan menghormati hukum internasional, termasuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Internasional (UNCLOS).
"Di sisi lain, pemindahan IKN ini juga menjadi momentum Indonesia untuk gelar kekuatan dalam memperketat penjagaan di wilayah ALKI dan perairan yang berbatasan dengan wilayah Indo Pasifik. Hal ini penting untuk menegaskan sekaligus memperkuat sikap dan upaya diplomasi pertahanan Indonesia untuk merespon dinamika lingkungan strategis terkini di kawasan, serta melindungi kepentingan nasional," tuturnya.