TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jawa Barat (Jabar) masih menempati posisi puncak sebagai daerah dengan jumlah pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB).
Sepanjang 2021 lalu tercatat sebanyak 40 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan yang terjadi di Jawa Barat.
Data tersebut disampaikan oleh Peneliti Kebebasan Beragama/Berkeyakinan Setara Institute Syera Anggreini Buntara dalam Laporan Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan 2021 yang disiarkan melalui kanal YouTube Suara Setara, Kamis (10/2).
"Sejak Setara Institute menerbitkan laporan KBB sejak tahun 2007, Jawa Barat menjadi provinsi yang konsisten teratas dengan pelanggaran terbanyak. Sejak 2007 hingga sekarang sudah 14 tahun menempati posisi teratas," kata Syera.
Baca juga: Rekor Tertinggi di Kota Bekasi, 3.019 Kasus Baru Dalam Sehari, Ada 7 Kasus Kematian Termasuk Balita
Baca juga: 1.140 Warga Sunter Agung dan 55 Warga di Pondok Bambu Tertular Covid-19, PMI Disinfektan Permukiman
Kemudian di posisi kedua, kata Syera, adalah DKI Jakarta dengan jumlah peristiwa pelanggaran KBB terbanyak sebesar 26 peristiwa.
Disusul di posisi ketiga Jawa Timur dengan 15 peristiwa pelanggaran KBB.
"Dari trend juga DKI Jakarta dan Jawa Timur biasanya sejak 2007 masuk ke dalam top five (lima besar) jadi polanya masih sama untuk DKI Jakarta dan Jawa Timur," tambahnya.
Syera juga meyoroti Kalimantan Barat (Kalbar) yang masuk dalam lima besar daerah dengan pelanggaran KBB terbanyak.
Di mana, terjadi 14 peristiwa sepanjang tahun 2021.
Padahal, Kalbar sebelumnya sejak 2007 tidak pernah masuk ke dalam lima besar.
"Tetapi sekarang 2021 masuk ke dalam top five. Ini karena di samping adanya penolakan-penolakan gereja di Pontianak, setidaknya ada dua gereja yang kami dapati info dari jaringan kami di lokal di Pontianak ada dua gereja yang mengalami penolakan," ucap Syera.
Baca juga: Deretan Foto Mobil Terbakar yang Tewaskan AKP Novandi dan Kesedihan Gubernur Kalimantan Utara
Tak hanya itu, peristiwa kembali meningkat dengan kasus Masjid Miftahul Huda milik Jemaat Ahmadiyah Sintang.
Di mana, rentetan kasusnya sangat panjang sejak mengalami penolakan sejak 2020.
Lalu, di 2021 ada ujaran kebencian terhadap Jemaat Ahmadiyah Sintang dan penyegelan Masjid sebanyak dua kali oleh pemerintah Kabupaten Sintang.
Kemudian, perusahaan dan pembakaran masjid oleh kelompok intoleran serta diikuti dengan keluarnya kebijakan diskriminatif berupa surat peringatan tiga kali yang diterbitkan oleh pemerintah Kabupaten Sintang untuk memerintahkan Jemaah Ahmadiyah Sintang ini membongkar sendiri.
"Jadi rentetan peristiwa yang sangat panjang ini berkontribusi pada peningkatan peristiwa Kalimantan Barat dan naiknya peringkat menjadi top five ini," jelasnya.
Sementara, di posisi kelima ada Sumatera Utara dengan pelanggaran KBB sebanyak 11 peritiwa di tahun 2021.
Baca juga: Setara Institute Sebut Jawa Barat Daerah Intoleran Terbanyak di Indonesia, Begini Tanggapan Wagub Uu
Pada saat yang sama Setara Institute mendapati bahwa Provinsi Aceh tak lagi masuk dalam daftar lima besar daerah dengan tingkat pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan di tahun 2021.
Syera menyebut bahwa sejak 2007 baru kali ini Aceh tak masuk daftar daerah dengan kasus pelanggaran KBB terbanyak.
"Lalu yang tren menarik juga selain Kalimantan Barat, kita bisa melihat ada satu provinsi yang sering masuk ke 5 besar dan 10 besar sejak 2007, tetapi dia sekarang sudah tidak masuk lagi ke sini tahun 2021 yaitu Provinsi Aceh," kata Syera.
Meski begitu, Syera mengatakan bahwa dengan tidak masuknya Aceh di posisi 10 besar, bukan berarti tidak ada permasalahan yang terjadi.
Di mana, ada banyak permasalahan yang masih ada. Misalnya kasus gereja Aceh Singkil yang masih sekarang belum selesai sejak tahun 2015.
"Jemaat Kristen di gereja-gereja itu masih beribadah di terpal," ujar Syera.
Baca juga: Setara: Jabar Konsisten Urutan Pertama Kasus Pelanggaran KBB di 2021, Kalbar Masuk 5 Besar
Syera pun menjelaskan, Setara Institute melihat kenapa Aceh bisa keluar dari pengkategorian top 10 karena di tahun 2021 pemerintahnya tidak mengeluarkan kebijakan yang diskriminatif. Sehingga, peristiwa-peristiwa pelanggaran KBB di Aceh merupakan warisan dari permasalahan di tahun sebelumnya.
"Dalam pemantauan kami tidak ditemukan kebijakan diskriminatif yang dikeluarkan oleh pemerintah di Aceh dan juga tidak terjadi peristiwa peristiwa pelanggaran yang baru. Jadi mungkin itu lebih banyaknya adalah peristiwa warisan dari tahun-tahun sebelumnya," jelasnya.(tribun network/yud/dod)