TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) baru saja merilis soal aturan terbaru tentang pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Kritik pun bermunculan menanggapi aturan yang tertuang dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.
DilansirTribunnews, dalam beleid tersebut terdapat satu pasal yang menjadi sorotan yaitu manfaat JHT baru akan diberikan kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan pada usia 56 tahun.
Padahal, pada aturan sebelumnya termaktub di Permenaker Nomor 19 Tahun 2015, JHT bisa diklaim setelah pekerja mengundurkan diri dari tempat bekerja .
“Pemberian manfaat JHT bagi peserta yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 3 huruf a dapat dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan diterbitkan,” demikian isi dari Pasal 5 Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.
Baca juga: KPBI: JHT kan Hak Teman-teman Buruh, Tapi Mengapa Ada Batasan Usia Sampai 56 Tahun?
Baca juga: JHT Cair di Umur 56 Tahun? Berikut Isi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022
Perubahan aturan ini pun menimbulkan kritik dari beberapa pihak.
Dinilai Kejam
Kritik soal aturan terbaru JHT ini dilontarkan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Menurut KSPI, soal JHT bagi buruh yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan baru bisa diambil apabila buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada usia 56 tahun dinilai kejam dikutip dari Kompas.com.
Hal ini diungkapkan oleh Presiden KSPI, Said Iqbal.
Pada kritikannya, ia mencontohkan apabila buruh yang terkena PHK sebelum usia 56 tahun semisal berumur 30 tahun maka harus menunggu 26 tahun untuk mencairkan JHT.
“Peraturan baru ini sangat kejam bagi buruh dan keluarganya,” kata Said pada Jumat (11/2/2022).
Dia pun menginginkan Permenaker No 2 tahun 2022 ini agar dicabut ditambah, menurut Said, aturan in merupakan aturan turunan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Serikat Pekerja: Dana JHT Itu Hak Pekerja, Pemerintah Jangan Semena-Mena
Ditambah, Said menuturkan fakta di mana sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menaker untuk membuat aturan agar JHT buruh yang terkena PHK agar dapat diambil oleh buruh yang bersangkutan ke BPJS Ketenagakerjaan setelah satu bulan di-PHK.
“Dengan demikian, Permenaker ini menjilat ludah sendiri dari kebijakan Presiden Jokowi dalam upaya membantu buruh yang ter-PHK yang kehilangan pendapatannya agar bisa bertahan hidup dari JHT yang diambil 1 bulan setelah PHK,” ujarnya.
Harus Direvisi
Kritik juga dilontarkan oleh pengamat ekonomi, Rahma Gafmi.
Dikutip dari Tribunnews, peraturan ini harus direvisi dan juga dipisahkan soal pekerja yang pensiun dan terkena PHK.
“Harus dipisahkan antara orang benar-benar memasuki masa pensiun dan orang kena PHK. Nah hal ini tidak sama dengan orang yang memasuki masa pensiun penuh,” kata Rahma pada Jumat (11/2/2022).
Selain itu, ia juga menilai perlu adanya kebijakan terpisah karena menurutnya orang terkena PHK pastinya membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Tidak bisa disamaratakan semua usia 56 tahun,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurutnya Permenaker ini harus direvisi.
“Harus diubah itu peraturan menteri, tidak bisa semua disamakan,” tuturnya.
Adanya Petisi
Tidak hanya kritik, petisi pun dilakukan masyarakat terkait aturan terbaru mengenai pembayaran manfaat JHT.
Petisi yang diinisiasi oleh Suharti Ete di situs change.org ini telah mendapat dukungan hingga 117.383 orang hingga hari ini Sabtu (12/2/2022) pukul 12.22 WIB.
Baca juga: KSPSI Kritik JHT Baru Bisa Cair di Usia 56 Tahun, Permenaker Nomor 02 Tahun 2022 Sengsarakan Buruh
Isi dari petisi tersebut berisi penolakan soal aturan terbaru ini dan menjelaskan bahwa JHT merupakan dana yang dibutuhkan oleh buruh atau pekerja yang mengalami PHK untuk modal usaha.
“Karenanya mari kita suarakan bersama-sama untuk tolak dan #BatalkanPermenakerNomor2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua,” tulis petisi tersebut.
Selain ditujukan kepada Menteri Ketenagakerjaan, petisi ini juga ditujukan kepada Presiden Jokowi.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Sri Juliati/Dennis Destryawan)(Kompas.com/Ade Miranti Karunia)
Artikel lain terkait Kontroversi JHT