TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah angka kasus covid-19 sempat melonjak tajam.
Belakangan kasus Covid-19 di tanah air cenderung melandai.
Epidemiolog menyebut DKI Jakarta sudah melewati puncak gelombang ketiga Covid-19.
Sementara Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan minggu ini puncak covid-19 masih tinggi, setelah itu bakal melandai.
Baca juga: Prediksi Epidemiolog, Menteri dan Kepala Daerah Soal Covid-19 di DKI dan Jabar Segera Melandai
Terpisah Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, berdasarkan penelitian di luar negeri, tingkat kematian pasien Covid-19 akibat Omicron, menurun dibandingkan pada pertengahan 2020.
Menurutnya, Varian Omicron diprediksi hanya dua kali lebih mematikan dari penyakit flu biasa.
Menyikapi penyebaran covid-19 saat ini epidemiolog merasa penerapan PPKM perlu terus dilanjutkan hingga pandemi tamat.
Berikut sejumlah ularan menteri Presiden Jokowi soal prediksi dan penanganan Covid-19 hingga saran epidemiolog.
UPDATE Covid-19 di Indonesia 14 Februari 2022:145 Pasien Wafat, 36.501 Orang Positif, 13.338 Sembuh
Jumlah pasien Virus Corona (Covid-19) di Indonesia bertambah 36.501 orang, per Senin (14/2/2022).
Sehingga, hari ini total ada 4.844.279 kasus positif. Hal itu seperti dikutip Wartakotalive dari laman covid19.go.id.
Sementara, jumlah pasien sembuh bertambah 13.338 orang, sehingga total pasien sembuh ada 4.323.101 orang.
Sedangkan pasien yang meninggal bertambah 145 orang, sehingga total ada 145.321 pasien Covid-19 yang meninggal.
Luhut: Omicron Hanya Dua Kali Lebih Mematikan dari Flu Biasa
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, berdasarkan penelitian di luar negeri, tingkat kematian pasien Covid-19 akibat Omicron, menurun dibandingkan pada pertengahan 2020.
Menurutnya, Varian Omicron diprediksi hanya dua kali lebih mematikan dari penyakit flu biasa.
"Misalnya pada pertengahan tahun 2020, Covid-19 diprediksi 13 kali lebih mematikan dari flu biasa."
"Namun pada awal tahun 2022 ini Covid-19 yang Omicron, diprediksi hanya dua kali lebih mematikan dari flu."
"Jadi Omicron ini hanya dua kali lebih parah dari penyakit flu," kata Luhut dalam konferensi pers virtual yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (14/2/2022).
Baca juga: Muncul Baliho Anies Baswedan For Presiden 2024 di Dekat Gerbang Tol Bekasi Timur
Luhut mengatakan, sejak 1 Januari 2022, kasus Omicron hingga kini belum melebihi puncak Delta di tahun lalu.
Padahal, apabila merujuk negara lain, puncak Omicron biasanya tiga sampai empat kali lebih tinggi daripada puncak delta.
"Tingkat rawat inap rumah sakit dan tingkat kematian juga masih jauh lebih rendah daripada periode delta," bebernya.
Berdasarkan data-data tersebut, pemerintah, kata Luhut, melakukan antisipasi yang berbeda dalam menghadapi varian Omicron. Antisipasi tetap mengutamakan kehati-hatian agar pandemi tetap terkendali.
"Data ini perlu dipahami oleh kita semua, untuk tidak memperlakukan Omicron ini sama seperti periode delta yang lalu," ucapnya.
Menteri Kesehatan Prediksi Pekan Ini Jakarta Alami Puncak Kasus Omicron, Setelah Itu Bakal Melandai
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memprediksi pekan ini DKI Jakarta bakal menghadapi puncak gelombang Covid-19 varian Omicron.
Namun, setelah berada di puncak, maka kasus Covid-19 perlahan akan mulai turun.
"DKI Jakarta kemungkinan besar kami mengamati bahwa minggu ini akan sampai puncaknya, dan akan mulai bergerak turun," kata Budi dalam konferensi pers, Senin (14/2/2022).
Meski demikian, angka perawatan pasien Covid-19 di rumah sakit (RS) akan berhenti pada level 40-50 persen, jika dibandingkan dengan puncak Delta.
Baca juga: Polemik Formula E Tak Pernah Habis, Kali Ini Soal Penjualan Tiket Tapi Sirkuit Belum Ada
Mantan Dirut Bank Mandiri ini menuturkan, ada enam provinsi yang sudah melampaui kasus Delta, dan 37 kabupaten/kota yang juga sudah melampaui puncak Delta.
Enam provinsi tersebut adalah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Papua.
"Semua provinsi yang sudah melampaui puncak Delta kasusnya, itu rumah sakitnya sekitar 30 persenan dari puncak delta. Ada dua yang agak tinggi, yaitu Jakarta dan Bali," terang Budi.
Setelah Banten, Jabar, dan Bali mendekati puncak, papar Budi, maka lonjakan kasus Covid-19 bergeser ke provinsi-provinsi seperti Jawa timur, Jawa tengah, Jogja, dan di luar Jawa.
Pemerintah Tak Anggap Enteng Omicron, Cuma Minta Masyarakat Tidak Khawatir Berlebihan
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membantah pemerintah menganggap enteng Covid-19 Varian Omicron.
Pemerintah, kata Luhut, hanya memaparkan data kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia, dibandingkan dengan varian Delta.
"Jangan juga berpikir bahwa pemerintah menganggap enteng, tidak."
"Saya hanya menjalankan data yang ada, jangan membuat kita jadi ketakutan berlebihan," katanya, Senin (14/2/2022).
Baca juga: Covid-19 di Depok: Balita dan Bayi Tertular, 27 Warga Meninggal, Layanan Ambulans Digencarkan
Baca juga: Jadi Tempat Isolasi dan Direvitalisasi, TMII Tetap Bisa Dikunjungi, Jalur Pasien Covid-19 Berbeda
Sejak awal Januari hingga sekarang, kata Luhut, puncak kasus Omicron belum melebihi puncak Delta.
Padahal, apabila merujuk ke negara lain, puncak Omicron biasanya tiga sampai empat kali lebih tinggi dari puncak Delta.
"Tingkat rawat inap rumah sakit dan tingkat kematian juga masih jauh lebih rendah daripada periode Delta," bebernya.
Selain itu, Bed Occupancy Rate (BOR) yang dipublikasikan oleh pemerintah, kata Luhut, sebenarnya belum mencerminkan kapasitas maksimum.
Apabila pemerintah menggunakan kapasitas tempat tidur maksimal seperti yang terjadi pada puncak delta yang lalu, maka BOR-nya akan jauh lebih rendah.
"Misalnya tempat tidur disiapkan di Jawa-Bali hari ini hanya sekitar 55.000, di mana terisi 21.000 tempat tidur, sehingga terlihat BOR saat ini di angka 39 persen."
"Sementara bila menggunakan kapasitas maksimum, maksimal di angka 87.000 tempat tidur seperti saat delta, maka BOR hari ini di Jawa-Bali hanya terisi 25 persen saja."
"Angka ini masih jauh di bawah standar WHO yaitu sebesar 60 persen," terangnya.
Belum lagi, lanjut Luhut, angka kematian juga masih jauh di bawah puncak varian Delta.
Oleh karena itu, Luhut meminta masyarakat tidak terlalu panik dengan lonjakan kasus Covid-19 sekarang ini.
"Dengan data tersebut saya meminta masyarakat tidak perlu terlalu khawatir berlebihan," pintanya.
Epidemiolog Sarankan Pemerintah Terus Terapkan PPKM Sampai Pandemi Covid-19 Tamat
Epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Windhu Purnomo mengatakan, Indonesia telah memiliki modal menghadapi lanjutan pandemi Covid-19.
Dibandingkan tahun lalu, Windhu menyebutkan masyarakat Indonesia telah mempunyai imunitas yang berbeda.
Selain itu, menurut Windhu negara juga telah memiliki modal lain, yaitu instrumen penilaian situasi.
"Yang sudah di dalam enam indikator berdasarkan pada acuan WHO."
"Ditambah cakupan vaksinasi dan asesmen situasi, itu senjata."
"Ketiga adalah aplikasi PeduliLindungi," ungkapnya pada webinar virtual, Senin (14/2/2022).
Asesmen situasi, kata Windhu, dapat digunakan sebagai dasar.
Setiap hari masyarakat bisa melihat situasi pandemi Covid-19 seperti apa, baik di tingkat daerah maupun provinsi.
Di sisi lain, menurut Windhu, penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) harus selalu ada. Karena, hal itu menjadi dasar dari leveling asesment situasi.
"Jadi terus ada."
"Kalau ada sebuah daerah mampu terus mempertahankan posisi terus di level satu, karena kasus konfirmasi rendah, rawat inap rendah, kematian rendah, positivity rate rendah, tracing bagus, BOR rendah, vaksinasi bagus ya, level satu," paparnya.
Baca juga: 1.140 Warga Sunter Agung dan 55 Warga di Pondok Bambu Tertular Covid-19, PMI Disinfektan Permukiman
Kebijakan sesuai level, menurut Windhu, juga sebagai reward bagi masyarakat. Namun, ia menekankan untuk lebih berhati-hati, khususnya daerah aglomerasi.
"Jadi PPKM saja sampai pandemi selesai.
"Selain itu kebijakan mengikuti status epidemolog dan kapasitas respons dari daerah itu," paparnya. (tribun network/thf/Tribunnews.com/Wartakotalive.com)