“Aneh karena selama ini tidak ada masalah uang JHT dicairkan setelah tidak bekerja. Namun, tiba-tiba diberlakukan batas usia 56 tahun. Pemerintah dan BP Jamsostek tidak bisa memberikan penjelasan yang logis,” katanya.
“Sewenang-wenang karena pemeritah tidak mengajak dialog para pekerja/buruh atau perwakilannya secara representatif. Pemerintah dalam hal ini kemenaker mengambil keputusan sepihak padahal yang diatur merupakan uang pekerja/buruh. Mestinya kemenaker berdialog secara komprehensif dengan perwakilan para pekerja/buruh,” lanjutnya.
Hergun menambahkan, agar tidak menimbulkan kecurigaan terkait dana investasi BP Jamsostek dan juga agar tidak merugikan para pekerja/buruh, sebaiknya BP Jamsostek memberikan penjelasan terbuka terkait pengelolaan dana investasi, terutama dana JHT.
Baca juga: Fakta-fakta Permenaker Soal JHT: Dikritik Puan Padahal Mengacu UU yang Diteken Megawati
“BP Jamsostek juga perlu mengevaluasi porsi pengelolaan dana investasi. BP Jamsostek seharusnya menyiapkan dana yang mencukupi untuk mengatasi potensi terjadinya lonjakan pencairan JHT. Mestinya, imbal hasil dari investasi sebesar Rp553,5 triliun sudah mencukupi untuk mengatasi adanya permintaan pencairan JHT. BP Jamsostek sebaiknya lebih terbuka,” katanya.
Hergun menegaskan, saat ini negara masih dalam kondisi susah dan membutuhkan sinergitas dan soliditas dari seluruh lapisan masyarakat untuk melanjutkan pemulihan ekonomi nasional. Terbitnya Permenaker 2/2022 telah menimbulkan kegaduhan baru yang kontraproduktif serta bisa berdampak buruk terhadap perekonomian secara keseluruhan.
“Karena itu solusinya, Permenaker 2/2022 harus segera dicabut. Ke depannya, pemerintah dan BP Jamsostek harus lebih terbuka mengenai pengelolaan dana JHT,” pungkasnya.