TRIBUNNEWS.COM - Pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) kini harus menunggu sampai peserta berusia 56 tahun.
Kebijakan tersebut sesuai yang tertuang dalam aturan terbaru, yakni Permenaker Nomor 2 Tahun 2022.
Di aturan sebelumnya di Permenaker No 19 Tahun 2015, peserta bisa mengambil dana JHT setelah 1 bulan resmi tidak bekerja.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, mengatakan program JHT adalah program jaminan sosial untuk jangka panjang.
JHT dimaksudkan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Untuk itulah, manfaat JHT tidak dapat diklaim 100% saat peserta belum memasuki masa pensiun.
"Apabila manfaat JHT kapan pun bisa dilakukan klaim 100%, maka tentu tujuan program JHT tersebut, tidak akan pernah tercapai,” ungkap Menaker Ida, dalam sebuah video yang diungah di YouTube Kemnaker.
Baca juga: Aturan Baru JHT Timbulkan Polemik, Ini Penjelasan Lengkap Menaker Ida Fauziyah
Baca juga: Buruh Beri Waktu 2 Minggu Cabut Permenaker Tentang JHT, Kemenaker Sebut Jokowi Sudah Setujui
Lantas, apakah ada jaminan uang pekerja tersedia saat peserta klaim manfaat JHT saat memasuki usia 56 tahun?
Menaker Ida Fauziyah menegaskan dana JHT tidak akan dipakai oleh pemerintah.
Ia menyebut, dana JHT pekerja dipastikan tetap aman dan dikelola secara transparan dan prinsip kehati-hatian dengan pemberian imbal hasil yang kompetitif.
Yakni minimal setara rata-rata bunga deposito counter rate Bank Pemerintah.
Ida Fauziyah menjelaskan berdasarkan UU BPJS, pengelolaan dana di BPJS, termasuk Investasi, diawasi oleh pengawas eksternal dan pengawas internal.
Pengawas eksternal yakni DJSN, OJK, maupun BPK. Sementara pengawas internal dilakukan oleh Dewan Pengawas yang anggotanya terdiri dari unsur pekerja, pemberi kerja, ahli, dan pemerintah (Kemenaker dan Kemenkeu) dan Satuan Pengawas Internal.
"Tidak benar (dipakai pemerintah-red). Dana JHT tetap menjadi hak pekerja dan dapat diambil saat mencapai usia 56 tahun dengan persyaratan dokumen sangat sederhana yakni KTP atau bukti identitas lain; dan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan," ujarnya, dikutip dari laman Kemnaker.
Baca juga: BPJS Watch: Pemerintah Harusnya Lebih Dulu Sosialisasi JKP Ketimbang JHT
Baca juga: Simulasi Perhitungan JHT: Pekerja Gaji Rp4 Juta kena PHK Usia 30 Tahun Bisa Dapat hingga Rp66 Juta
Sebagian sebanyak 10 persen (keperluan persiapan pensiun) atau 30 persen dari saldo JHT-nya (untuk keperluan pengambilan rumah) dengan ketentuan telah memenuhi kepesertaan minimal 10 Tahun pada Program JHT.
"Pengambilan JHT sebagian paling banyak 1 kali selama menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Pengajuan klaim JHT dapat dilakukan melalui kanal-kanal layanan BPJS Ketenagakerjaan baik fisik di Kantor Cabang, layanan elektronik (online) lewat Layanan Tanpa Kontak Fisik (LAPAK ASIK) atau aplikasi digital Jamsostek Mobile (JMO)," jelasnya.
Peserta Meninggal Dunia Sebelum 56 Tahun
Batas usia pensiun dalam aturan tersebut, yakni pada usia 56 tahun.
Ketentuan usia pensiun mencakup peserta yang berhenti bekerja, dalam hal ini juga meliputi peserta mengundurkan diri, peserta terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan meninggalkan Indonesia.
Dengan demikian, artinya ketika peserta sudah berhenti bekerja, JHT tetap baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun. Berhenti bekerja di sini bisa karena mengundurkan diri atau PHK.
Lantas, bagaimana jika usia peserta tidak sampai 56 tahun, atau dengan kata lain peserta terlebih dulu meninggal sebelum usia pensiun tersebut?
Ketentuan mengenai usia 56 tahun ini tidak berlaku bagi peserta yang meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap.
Bagi peserta yang meninggal dunia, ahli warisnya dapat langsung mengajukan klaim JHT.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam pasal 8, peserta yang mengalami meninggal atau mengalami cacat total bisa menerima manfaaat JHT tanpa menunggu usia pensiun.
Hak atas manfaat JHT diperhitungkan mulai tanggal 1 (satu) bulan berikutnya setelah Peserta ditetapkan mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia.
Baca juga: Polemik JHT, Puan Minta Jangan Ada Pihak yang Dirugikan
Bagi pegawai yang meninggal dunia, akan diberikan kepada ahli warisnya, yakni Janda, Duda, Anak.
Apabila ketiga ahli waris peserta tidak ada, maka dana JHT diberikan sesuai urutan berikut:
1. Keturunan sedarah peserta menurut garis lurus ke atas dan ke bawah sampai derajat kedua;
2. Saudara kandung;
3. Mertua; dan
4. Pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh peserta.
(Tribunnews.com/Tio)