Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur akan kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana terorisme atas terdakwa eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (Sekum FPI) Munarman, Senin (21/2/2022) ini.
Jika merujuk pada persidangan sebelumnya, maka sesuai penetapan majelis hakim, sidang hari ini akan beragendakan mendengar keterangan saksi meringankan alias a de charge dari kubu terdakwa.
Kuasa hukum Munarman, Aziz Yanuar mengatakan, setidaknya akan ada 7 saksi yang akan dihadirkan pihaknya.
"Iya insha Allah, rencana 7 orang saksi," kata Aziz saat dikonfirmasi, Senin (21/2/2022).
Kendati demikian, Aziz tidak membeberkan secara detail identitas dari para saksi yang dihadirkan itu, lantaran adanya aturan khusus dalam persidangan perkara terorisme yakni soal kerahasiaan.
Dia hanya menyatakan, ketujuh orang tersebut akan dihadirkan secara langsung dalam ruang sidang guna mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi sebagaimana dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU).
"Hadir insha Allah, kita berani karena benar. (Nanti akan disampaikan) kesaksian tentang Munarman," tukas dia.
Jika melihat website Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Timur, sidang hari ini bakal digelar sekitar pukul 09.00 WIB di ruang sidang utama PN Jakarta Timur.
Dituduh Komunis Hingga Teroris
Terdakwa perkara dugaan tindak pidana terorisme Munarman melontarkan cerita pribadinya yang kerap kali difitnah terlibat hal-hal negatif.
Hal itu dia ungkapkan dalam sidang lanjutan yang menjeratnya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu (16/2/2022) kemarin.
Adapun dalam pengakuannya, dia mengatakan kerap menghadapi fitnah mulai dari tuduhan komunis hingga teroris.
Pelabelan komunis itu dialamatkan ke Munarman, saat dirinya masih aktif sebagai pengacara publik di sebuah LSM dan membela hak-hak kaum buruh hingga tani.
"Dulu waktu saya banyak membela para petani, waktu saya masih di LSM, membela petani, membela buruh karena gerakan petani gerakan buruh dalam kaca mata orde baru itu adalah gerakan yang dekat dengan komunis saya ditangkap dulu, dituduh komunis juga. Sama seperti sekarang. Cuma dulu tidak diadili," kata Munarman dalam persidangan.
Tak hanya itu, dalam kesempatan tersebut Munarman juga bercerita jika dirinya sempat menjadi salah satu kuasa hukum perusahaan tambang.
Saat itu, dirinya mengklaim kerap dituduh sebagai mata-mata pergerakan pemerintahan Amerika Serikat.
Baca juga: Munarman Sebut Diarahkan Jadi Tokoh Teroris dalam Rekonstruksi Perkara di UIN Ciputat
"Kemudian ketika saya jadi salah satu kuasa hukum tambang, saya dituduh antek Amerika, jadi memang saya sudah sering menghadapi fitnah-fitnah begini," kata dia.
Lebih jauh, eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (Sekum FPI) itu juga mengaku pernah mengadvokasi orang-orang yang dituduh sebagai anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Pada saat itu timbul tuduhan lain yang menyatakan kalau Munarman merupakan simpatisan OPM yang tidak pro pemerintah.
"Saya dulu banyak mengadvokasi orang orang yang dituduh OPM, dituduh saya simpatisan OPM lah, jadi macam macam memang," ucapnya.
Hingga akhirnya sekarang Munarman mengaku dituduh sebagai teroris karena pernah mempunyai hubungan dengan kelompok-kelompok yang dianggap menebar teror.
Kendati demikian, Munarman mengaku menikmati kondisi saat ini, lantaran sudah terlanjur terjerat pidana.
"Sekarang saya berinteraksi dengan kelompok-kelompok yang disebut teroris, saya dituduh teroris akhirnya. Saya nikmati saja lah, begitu sejarahnya," papar dia.
Akan tetapi Munarman menyimpulkan, cara negara dalam menyikapi sebuah permasalahan yang ada kaitannya dengan dirinya hingga saat ini tidak berubah.
"Aparat negara tidak berubah memang dalam menyikapi problem di negara ini, masih tetap sama seperti dulu," imbuh dia.
Diketahui, dalam perkara ini, Munarman didakwa menggerakkan orang lain untuk melakukan tindakan terorisme di sejumlah tempat dan dilakukan secara sengaja.
Jaksa menyebut eks Sekretaris Umum FPI itu melakukan beragam upaya untuk menebar ancaman kekerasan yang diduga bertujuan menimbulkan teror secara luas.
Munarman disebut telah terlibat dalam tindakan terorisme lantaran menghadiri sejumlah agenda pembaiatan anggota ISIS di Makassar, Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada 24-25 Januari dan 5 April 2015.
Atas perbuatannya, Munarman didakwa melanggar Pasal 14 Juncto Pasal 7, Pasal 15 juncto Pasal 7 serta atas Pasal 13 huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU juncto UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.