News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Unik

Sedang Nyaman di Jerman, Habibie Dipanggil Soeharto dan Mendarat Saat Jakarta Membara (1)

Editor: cecep burdansyah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aksi massa yang berkumpul di kawasan Monas dan Istana Kepresidenan pada 15 Januari 1974.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie sebenarnya sudah nyaman berkarier di sebuah perusahaan pabrik pesawat  terbesar di Jerman,  Messerchmitt Bolkow  Blohm (MBB) dengan jabatan top leader yang sangat bergengsi. Itu terjadi saat Habibie menggondol gelar doktor dalam ilmu pesawat terbang tahun 1970-an.

Presiden Soeharto yang naik takhta usai Soekarno lengser pasca peristiwa kelam Gestapu PKI September 1965, di periode kedua kepemimpinannya yang disebut dengan era orde baru, membutuhkan sumber daya manusia unggul untuk memajukan Indonesia.

Bukan kebetulan kalau Soeharto kemudian memanggil Habibie untuk pulang ke Indonesia membantu menangani teknologi dan industri. Sebab, Soeharto sudah mengenal Habibie sejak 1950-an.

Saat itu Seoharto menjadi Komandan Brigade Mataram dan bertugas menumpas pemberontakan Andi Azis yang menolak bergabung dengan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) di Makassar, Sulawesi Selatan.

Kebetulan keluarga Habibie memang tinggal di Jalan Klaperlaan, Makassar, di seberang markas Brigade Mataram.

Rupanya Soeharto sudah mengenal dan sering berkomunikasi dengan keluarga Habibie. Bahkan saat ayah Habibie terkena serangan jantung, Soeharto membawa dokter dari markasnya untuk menolong ayah Habibie. Namun ayah Habibie tak tertolong, dan meninggal pada 3 September 1950.

Pertemuan berikutnya antara Soeharto dan Habibie terjadi pada 1961 saat Soeharto menjabat Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat yang tengah berkunjung ke Eropa. Habibie saat kitu sedang sekolah di Jerman mengambil program doktor dalam ilmu pesawat terbang. 

Rekam jejak dan kepintaran Habibie itu betul-betul membuat kagum Soeharto. Sebagai preisden, ia sangat butuh orang seperti Habibie. Pada 1974, Soeharto pun membujuk Habibie agar mau pulang membantunya.

Habibie pulang ke Indonesia usai pergolakan politik yang dikenal dengan Peristiwa Malari, yang meletus pada 15 Januari 1974. Habibie datang 11 hari kemudian, mendarat pada Sabtu 26 Januari 1974 dengan pesawat Luthfansa Boeing 747.

Habibie datang ke tanah air boleh dikatakan tidak mengetahui politik yang tengah membara akibat mahasiswa protes anti modal asing. Aksi Malari bergema sebagai protes terhadap kedatangan Perdana Menteri Jepang Tanana Kakuei pada  14 hingga 17 Januari 1974.

Namun di balik peristiwa itu, juga terjadi persaingan elite para jenderal pembantu Soeharo, yaitu antara Asisten Pribadi Soeharto Ali Mustopo dan Pangkopkamtib Jenderal Sumitro.

Kasus Malari akhirnya memang memakan korban para jendral yang tengah bersaing tersebut. Presiden Soeharto memecat Ali Murtopo, Sumitro dan Kepala Bakin Sutopo Juwono yang digantikan Yoga Soegomo.

Baca juga: Presiden Kita Ini Kayak Koboy, Saya Senang dan Antusias

Habibie mendarat  26 Januari 1974 pukul 19.00 WIB saat situasi Jakarta masih genting pasca aksi pembakaran di Jakarta dalam peristiwa Malari. Jam malam sedang diberlakukan sejak pukul 18.00 hingga 06.00 WIB pagi. Namun Habibie datang ke Jakarta dengan aman. Ia lolos dari razia malam dan disambut oleh ibunya, Raden Ayu Tuti Saptomarini.

Gus Dur Tdan Habibie (KOMPAS/ TRIBUN BATAM)

Habibie kemudian bertemu dengan Dirut Pertamina Ibnu Sutowo Senin 28 Januari 1974 di kantor Pertamina. Ibnu Sutowo mengabarkan Habibie akan bertemu Soeharto pada 19.30 WIB.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini