News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Masa Jabatan Jokowi

Menunda Pemilu 2024 dan Memperpanjang Masa Jabatan Presiden Dinilai Lebih Banyak Mudaratnya

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

pengamat politik yang juga Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara di Bakoel Koffee, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (7/3/2019).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah politisi khususnya Ketua Umum Partai Politik tengah ramai-ramai menyuarakan agar Pemilu 2024 ditunda.

Mereka mengusulkan perpanjangan masa jabatan presiden. 

Beberapa nama yang mengusulkan adalah Ketua Umum DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas).

Melihat wacana tersebut, pengamat politik yang juga Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara memberikan respon.

Ia menilai bahwa para pimpinan Parpol itu salah membaca hasil survei beberapa lembaga yang menunjukkan mayoritas masyarakat Indonesia puas dengan kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Hasil dari berbagai survei menunjukkan bahwa kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi cukup tinggi dan ekonomi membaik, tetapi itu bukan berarti publik ingin memperpanjang masa jabatan presiden," kata Igor kepada wartawan, Sabtu (26/2/2022).

Baca juga: Burhanuddin Kecam Pihak-pihak yang Manipulasi Hasil Survei Demi Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Peneliti politik yang juga direktur eksekutif Survei and Polling Indonesia (SPIN) tersebut menilai, bahwa masyarakat akan melihat bahwa memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo justru lebih banyak mudaratnya (dampak buruknya), dibandingkan sisi manfaatnya dari berbagai aspek, baik politik maupun ekonomi.

Salah satu dampak politiknya, justru masyarakat khususnya para kalangan pemilih yang sebelumnya puas akan tergeser menjadi tidak suka kepada Presiden Joko Widodo. Terlebih lagi, secara terbuka pun Presiden Jokowi sering menyampaikan ketidaksepakatannya terhadap wacana perpanjangan masa jabatan maupun 3 periode.

"Menerima wacana seperti itu malah akan menimbulkan krisis legitimasi dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah saat ini, karena dianggap melukai demokrasi dan semangat reformasi," ujarnya.

Baca juga: Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Karena Publik Merasa Puas Dinilai Tak Logis

Bagi Igor, tidak ada satu pun negara di dunia ini yang mengkaitkan virus covid (baik itu delta atau omicron) dengan perlunya memperpanjang kekuasaan. 

"Otomatis pembisik Presiden Jokowi terkait perpanjangan kekuasaan itu justru lebih berbahaya daripada virus covid itu sendiri," tuturnya.

Muhammadiyah Ikut Tolak

Penolakan juga muncul dari kalangan Muhammadiyah. Salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia itu menyatakan ketidaksetujuannya terhadap wacana perpanjangan masa jabatan Presiden dengan dalih apapun.

"Sebaiknya para elite politik bersikap arif, bijaksana, serta mementingkan masa depan bangsa dan negara di atas kepentingan individu dan kelompok," kata Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti hari ini.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti saat diwawancarai Kompas TV di Jakarta, Rabu (29/3/2017). (Repro/Kompas TV)

Kemudian, ia pun meminta agar para elite politik itu tidak malah menambah masalah bangsa dengan wacana yang berpotensi melanggar Konstitusi.

"Sebaiknya wacana menunda Pemilu yang berimplikasi pada perpanjangan masa bakti Presiden-Wakil Presiden, Menteri, DPD, DPR, dan DPRD serta jabatan terkait lainnya diakhiri. Mari berpikir jernih dan jangka panjang," ujarnya.

Buruh Ancam Poeple Power

Penolakan tersebut juga diutarakan oleh kelompok elemen buruh. Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, bahwa elemennya menyatakan dengan tegas penolakannya terhadap perpanjangan masa jabatan Presiden itu.

Bahkan ia mengancam, jika sampai wacana yang digalang oleh Cak Imin, Airlangga dan Zulhas itu dilaksanakan, maka pihaknya pastikan akan menggelar perlawanan massal.

Baca juga: Feri Amsari: Partai Pendukung Masa Jabatan Presiden Terlalu Nyaman Dalam Lingkar Kekuasaan

"Kalau usulan itu benar dijalankan oleh para pimpinan partai politik itu, maka akan terjadi people power secara konstitusional," kata Iqbal.

Kemudian, ia juga menduga bahwa wacana memperpajang masa jabatan Presiden Joko Widodo itu merupakan bagian dari akal-akalan para ketua umum partai tersebut, karena merasa tidak sanggup menjadi Presiden, sementara di dalam hatinya ingin menduduki tahta tertinggi itu.

“Usulan tersebut adalah hanya untuk membangun kepentingan sendiri, karena tidak mampu jadi Capres maupun Cawapres berdasarkan hasil lembaga survei. Dia mau serakah terhadap jabatan supaya jadi menteri, supaya jadi partai penguasa dan supaya anggota-anggotanya di DPR tetap berkuasa. Negara ini bukan milik partai-partai itu,” pungkasnya.  

Hasil Survei 3 Ketum Parpol Pendukung Jokowi

Perlu diketahui, bahwa beberapa lembaga survei telah merilis hasil kajian ilmiah mereka. Berikut adalah tingkat elektabilitas ketiga pimpinan Parpol yang setuju perpanjangan masa jabatan Presiden.

- IPO (Indonesia Political Opinion) periode 15-22 Februari 2022 ; Cak Imin (0,2%), Airlangga (0,1%), Zulhas (1,3%).

- SPIN (Survei and Polling Indonesia) periode 31 Januari s/d 11 Februari 2022 ;  Cak Imin (1,1%), Airlangga (1,3%), Zulhas (0,3%).

- JSPI (Jaringan Survei Publik Indonesia) periode 9-21 Desember 2021 ; Cak Imin (1,1%), Airlangga (2,7%), Zulhas (0,1%).

- SMRC (Saiful Mujani Research dan Consulting) periode 8-16 Januari 2022 ; Cak Imin (2,0%), Airlangga (0,6%), Zulhas (0,1%).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini