TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Itong Isnaini Hidayat (IIH), aktif mendekati pihak-pihak yang tengah berperkara di tempatnya bertugas.
Setelah mendekati para pihak berperkara tersebut, Hakim Itong kemudian menjanjikan pemutusan kasus sesuai keinginan mereka, dengan lebih dulu adanya pemberian sejumlah uang.
Materi itu ditelisik tim penyidik KPK lewat pemeriksaan tiga saksi pada Selasa (2/3/2022).
Mereka yakni Wakil Ketua PN Surabaya Kelas IA Khusus, Dju Johnson Mira Mangingi; mantan Hakim Ad Hoc PN Surabaya, Kusdarwanto; dan Hakim PN Surabaya, Gunawan Tri Budiono.
"Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan adanya peran aktif tersangka IIH untuk mendekati berbagai pihak yang beperkara di PN Surabaya dengan menjanjikan akan memutus perkara sesuai permintaan dari para pihak dimaksud dengan adanya pemberian sejumlah uang," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (4/3/2022).
Baca juga: Kasus Suap Proyek Pemda Tulungagung, KPK Telusuri Aliran Uang
Baca juga: Soeharto Tidak Disebut di Keppres Penegakan Kedaulatan Negara, Mahfud MD: Ini Bukan Buku Sejarah
KPK telah menetapkan Hakim nonaktif PN Surabaya Itong Isnaeni Hidayat (IHH) dan Panitera Pengganti pada PN Surabaya nonaktif Hamdan (HD) sebagai tersangka penerima dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Surabaya.
Sementara tersangka pemberi adalah pengacara dan kuasa dari PT Soyu Giri Primedika (SGP) Hendro Kasiono (HK).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Itong selaku hakim tunggal pada PN Surabaya menyidangkan salah satu perkara permohonan terkait pembubaran PT Soyu Giri Primedika.
Adapun yang menjadi pengacara dan mewakili PT SGP adalah Hendro di mana diduga ada kesepakatan antara Hendro dengan pihak perwakilan PT SGP untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada hakim yang menangani perkara tersebut.
KPK menduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara ini sejumlah sekitar Rp1,3 miliar dimulai dari tingkat putusan Pengadilan Negeri sampai tingkat putusan Mahkamah Agung.
Sebagai langkah awal realisasi dari uang Rp1,3 miliar itu, Hendro menemui Hamdan dan meminta agar hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai dengan keinginan Hendro.
Untuk memastikan proses persidangan perkaranya berjalan sesuai harapan, Hendro diduga berulang kali menjalin komunikasi dengan Hamdan dengan menggunakan istilah "upeti" untuk menyamarkan maksud dari pemberian uang.
KPK mengungkapkan setiap hasil komunikasi antara Hendro dan Hamadan diduga selalu dilaporkan oleh Hamdan kepada Itong.
KPK menyebut putusan yang diinginkan oleh Hendro di antaranya agar PT Soyu Giri Primedika dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp50 miliar.
Hamdan lalu menyampaikan keinginan Hendro kepada Itong.
Itong pun menyatakan bersedia dengan adanya imbalan sejumlah uang.
Baca juga: Mayoritas WNI yang Dievakuasi dari Ukraina Jalani Karantina di Wisma Pasar Rumput daripada Hotel
Pada 19 Januari 2022, uang lalu diserahkan oleh Hendro kepada Hamdan sejumlah Rp140 juta yang diperuntukkan bagi Itong.
KPK juga menduga Itong menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang beperkara di PN Surabaya dan hal itu akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.