TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan berbicara tentang wacana penundaan pemilu hingga perpanjangan jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Luhut mengklaim usulan penundaan Pemilu 2024 berasal dari masyarakat.
Hal ini dikatakan Luhut berdasar analisis big data yang dimiliki pemerintah.
Luhut mengatakan bahwa saat ini pemerintah memantau percakapan 110 juta orang di media sosial.
Dari data tersebut, Luhut mengungkapkan bahwa sebagian masyrakat ingin kondisi sosial politik di Indonesia ini tenang.
Baca juga: Jokpro: Penentu soal Wacana Presiden 3 Periode Ada di MPR, Bukan Jokowi
Diakui Luhut mereka lebih menginginkan kondisi ekonomi ditingkatkan.
Hal itu disampaikan Luhut dalam podcast #closethedoor di channel YouTube Deddy Corbuzier, seperti dilihat, Jumat (11/3/2022).
"Kalau menengah ke bawah ini, itu pokoknya pengin tenang, pengin bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin. Kemarin kita kan sakit gigi dengan kampret-lah, cebong-lah, kadrun-lah, itu kan menimbulkan tidak bagus. Masa terus-terusan begitu," ujarnya.
Di sisi lain, Luhut mengatakan bahwa Pak Jokowi tidak masalah jika Pemilu 2024 dilaksanakan tepat waktu.
Menurut Luhut ada pihak-pihak yang merasa ketakutan jika penundaan Pemilu benar-benar terjadi.
"Kalau nggak setuju rame-rame ya nggak masalah, Pak Presiden juga nggak masalah, tapi orang pada takut aja yang sudah pengen jadi (presiden) ketunda," paparnya.
Luhut sendiri mengatakan bahwa dirinya tidak ingin maju dalam Pemilu 20224.
"Kalau saya sih nggak, tahun 2024 saya sudah 77 tahun, saya sudah nggak kepengen jadi (presiden)," paparnya.
Jika nantinya Jokowi tiga periode, Luhut hanya ingin menjadi penasehat presiden.
Dia mengakui bahwa menjabat menteri bukanlah hal yang mudah.
"Kalau pak jokowi tiga periode nih, opung berhenti?" ujar Deddy Corbuzier.
"Cukup, saya kalaupun diminta jadi penasehat aja, kalau jadi gini lagi cukup lah, tahu diri, capek ngurus republik ini, jangan orang pikir gampang," pungkasnya.
Roy Suryo
Pernyataan Luhut mendapat respons dari Roy Suryo.
Roy memaparkan lacakannya, ketika warganet ramai merespon pemberitaan terkait klaim dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Roy pun mengungkapkan temuannya.
“Memang benar akses sosmed sudah mencapai 191.4 Juta (Feb 22), tetapi Mostly orang pakai untuk Akses Edutaintment, bukan Politik,”bebernya.
Roy menegaskan ini adalah soal kejujuran pengambilan data, bukan hanya persoalan politik semata.
Sehingga harus diketahui asal muasal datanya hingga muncul angka 110 juta tersebut.
“Ini bukan hanya soal Politik, tetapi juga kejujuran datanya darimana angka “110 Juta” yang disebut-sebut itu?”ungkapnya.
Dia juga menjelaskan bahwa, berdasarkan Drone Emprit ternyata pembicaraan terkait penundaan pemilu atau terkait politik hanya sejumlah 11.000 akun saja.
Analisa Pengamat Sebut Peluang Pemilu Ditunda Sudah Tertutup tapi ...
Menko Polhukam Mahfud MD mengklaim pemerintah tidak pernah membahas tentang penundaan pemilu maupun penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Menurutnya, pada September 2021, Presiden Joko Widodo telah setuju bahwa pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak dilakukan pada 2024.
Mahfud menegaskan, presiden juga meminta kementerian lembaga terkait untuk memastikan pemilihan berjalan lancar dan tidak memboroskan anggaran.
"Presiden menyatakan setuju, pemungutan suara dilaksanakan tanggal 14 Februari 2024 sesuai dengan usulan KPU dan DPR. Tanggal 14 Februari 2024 yang kemudian disetujui KPU, DPR, dan pemerintah pada raker di DPR pada 24 Januari 2022," jelas Mahfud secara daring, Senin (7/3/2022) lalu.
Baca juga: Jokowi Mania: Wacana Masa Jabatan Presiden 3 Periode Sesat dan Tidak Rasional
Terkait hal itu, Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin menganalisa bahwa pintu wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan jabatan Presiden sudah tertutup rapat dengan pernyataan Pemerintah tersebut.
Namun Ujang melihat ada peluang dan kemungkinan lain yang akan terjadi, yaitu Pemilu dan Pilpres sesuai jadwal dan salah satu pesertanya adalah Joko Widodo (Jokowi).
“Pemilu memang sesuai jadwal yang sudah ditetapkan oleh KPU, namun bukan tidak mungkin salah satu peserta pemilihan presiden adalah Pak Jokowi. Atau dengan istilah lain yang lebih familiar, Jokowi 3 periode,” kata Ujang kepada Wartawan di Jakarta, Kamis (10/03/2022).
Menurut Ujang, memang Jokowi 3 periode ini lebih rasional daripada penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden, karena masih dalam jalur demokrasi. Ujang pun tak menampik bahwa hal itu akan terwujud jika dilakukan amandemen konstitusi.
“Sekali lagi, ini hanya Analisa saya ya. Isu 3 periode ini lebih memungkinkan daripada perpanjangan jabatan presiden,”ujarnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini pun menduga, bahwa isu penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden tersebut sengaja dimunculkan untuk melakukan tes ombak dan memetakan kekuatan politik.
“Atau juga untuk mengalihkan perhatian publik terhadap misi yang sebenarnya, yaitu Jokowi 3 periode,” ungkap Ujang.
Ujang pun mengaitkan analisanya dengan pernyataan Presiden Jokowi saat menanggapi isu penundaan Pemilu baru-baru ini, bahwa Presiden akan tetap berpegang teguh pada konstitusi.
“Nah, bisa saja konstitusi yang dimaksud itu adalah konstitusi yang sudah diamandemen nantinya. Siapa yang tahu?” bebernya.
Ujang mengatakan, jika memang pada akhirnya Jokowi menjadi peserta Pemilu atau Pilpres, dan bahkan memenangkan kontestasi politik tersebut, ya sah-sah saja apabila amandemen konstitusi sudah dilakukan.
“Ini umpamanya saja. Kalau sudah jadi peserta Pilpres kan tinggal pemilik suara mau menyerahkan suaranya ke siapa, itu hak mereka (memilih salah satu pasangan capres-cawapres),” lanjutnya.
“Intinya menurut Ujang ini adalah politik, tidak ada yang tidak mungkin,” pungkasnya.
Sebagian tayang di Tribun Palu: Jika Jokowi 3 Periode Luhut Tak Mau Lagi Jadi Menteri, Akui Ingin Jabatan Ini: Tahu Diri Lah