News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mengenal Label Halal yang Baru, Filosofi Hingga Alur & Tata Cara Pengurusan Sertifikasi Halal BPJPH

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Label halal

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menetapkan label halal yang berlaku secara nasional.

Penetapan label halal tersebut dituangkan dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal dan efektif berlaku sejak 1 Maret 2022.

Lalu bagaimana dengan produk-produk yang menggunakan logo halal lama atau versi yang dikeluarkan LPPOM MUI apakah masih berlaku atau tidak?

Kepala BPJPH Kementerian Agama RI Muhammad Aqil Irham mengatakan produk-produk yang masih mencantumkan logo halal lama masih tetap berlaku.

"Masih bisa sepanjang sertifikat halalnya masih berlaku," kata Aqil saat dikonfirmasi Tribun, Minggu (13/3/2022).

Menurut Aqil logo halal baru pada produk akan dicantumkan jika sertifikat halalnya habis masa berlaku atau kedaluwarsa lalu diperpanjang.

Atau, bagi mereka yang baru pertama mendaftarkan sertifikasi halal pada produknya.

"Pencantuman ini untuk yang sertifikatnya dikeluarkan oleh BPJPH. Ada transisi untuk itu," kata Aqil.

Pengusaha juga masih diizinkan untuk menggunakan stok kemasan dengan label halal dan nomor ketetapan halal MUI hingga tahun 2026.

"Logo lama masih bisa berlaku sampai batasnya sesuai ketentuan dan masih bisa beredar sampai 2026 sepanjang
stok produk lama masih ada," kata Aqil.

Aqil Irham menjelaskan, label halal Indonesia secara filosofi mengadaptasi nilai-nilai Indonesia.

Bentuk dan corak yang digunakan merupakan artefak-artefak budaya yang memiliki ciri khas yang unik berkarakter kuat dan merepresentasikan halal Indonesia.

"Bentuk label halal Indonesia terdiri atas dua objek, yaitu bentuk gunungan dan motif surjan atau lurik gunungan pada wayang kulit yang berbentuk limas, lancip ke atas. Ini melambangkan kehidupan manusia," kata Aqil Irham.

"Bentuk gunungan itu tersusun sedemikian rupa berupa kaligrafi huruf Arab yang terdiri atas huruf Ḥa, Lam Alif, dan Lam dalam satu rangkaian sehingga membentuk kata Halal," lanjutnya.

Bentuk tersebut menggambarkan bahwa semakin tinggi ilmu dan semakin tua usia, maka manusia harus semakin mengerucut (golong gilig) manunggaling Jiwa, Rasa, Cipta, Karsa, dan Karya dalam kehidupan, atau semakin dekat dengan Sang Pencipta.

Sedangkan motif surjan yang juga disebut pakaian takwa mengandung makna-makna filosofi yang cukup dalam.

Di antaranya bagian leher baju surjan memiliki kancing 3 pasang (6 biji kancing) yang kesemuanya itu menggambarkan rukun iman.

Selain itu motif surjan atau lurik yang sejajar satu sama lain juga mengandung makna sebagai pembeda atau pemberi batas yang jelas.

"Hal itu sejalan dengan tujuan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia untuk menghadirkan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk," tutur Aqil Irham.

Aqil Irham menambahkan bahwa label halal Indonesia menggunakan ungu sebagai warna utama label dan hijau toska sebagai warna sekundernya.

Baca juga: Waketum MUI Ungkap Unsur ke-Indonesiaan Tak Tercermin dalam Label Halal yang Baru

"Ungu adalah warna utama Label Halal Indonesia. Warna ungu merepresentasikan makna keimanan, kesatuan lahir batin, dan daya imajinasi. Sedangkan warna sekundernya adalah Hijau Toska, yang mewakili makna kebijaksanaan, stabilitas, dan ketenangan," jelas Aqil Irham.

Sekretaris BPJPH Muhammad Arfi Hatim menjelaskan bahwa label halal Indonesia berlaku secara nasional.

Label ini sekaligus menjadi tanda suatu produk telah terjamin kehalalannya dan memiliki sertifikat halal yang diterbitkan BPJPH.

Pencantuman label halal Indonesia wajib dilakukan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk, dan/atau tempat tertentu pada produk.

"Label halal Indonesia ini selanjutnya wajib dicantumkan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk,
dan/atau tempat tertentu pada produk," kata Arfi Hatim.

Sebagai penanda kehalalan suatu produk, maka pencantuman label halal harus mudah dilihat dan dibaca oleh masyarakat atau konsumen.

Pencantuman label halal juga dipastikan tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak, dan dilaksanakan sesuai
ketentuan.

"Sesuai ketentuan Pasal 25 Undang-undang Nomor 33 tentang Jaminan Produk Halal, pencantuman label halal merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat halal," jelas Arfi.

Logo halal Indonesia yang terbaru yang wajib dicantumkan secara nasional (Kemenag)

Label halal Indonesia terdiri dari dua komponen, yakni logogram dan logotype.

Logogram berupa bentuk gunungan dan motif surjan. Sedang logotype berupa tulisan Halal Indonesia yang berada di bawah bentuk gunungan dan motif surjan.

Dalam pengaplikasiannya, kedua komponen label ini tidak boleh dipisah.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, label halal yang diterbitkan oleh MUI secara bertahap tidak akan berlaku lagi.

Adapun logo halal MUI masih bisa beredar sampai 2026 sepanjang stok produk lama masih ada.

"Di waktu-waktu yang akan datang, secara bertahap label halal yang diterbitkan oleh MUI dinyatakan tidak berlaku
lagi. Sertifikasi halal, sebagaimana ketentuan Undang-undang, diselenggarakan oleh pemerintah, bukan lagi ormas (organisasi masyarakat)," tulis Yaqut seperti dikutip dari akun instagram resminya @gusyaqut.

Berdasarkan laman resmi BPJPH, ada sejumlah tahap yang harus dilalui pelaku usaha untuk bisa mendapat sertifikat dan logo halal dari BPJPH.

Berikut alur mengurus sertifikasi halal BPJPH yang mulai berlaku sejak 14 Februari 2022:

1. Pelaku usaha mengajukan permohonan sertifikat halal secara online melalui aplikasi SiHalal pada website https://ptsp.halal.go.id.

2. BPJPH memeriksa kelengkapan dokumen permohonan.

Apabila dokumen dinyatakan lengkap, maka dokumen dikirim ke Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk dilakukan pemeriksaan dokumen dan perhitungan biaya pemeriksaan kehalalan produk.

3. Perhitungan biaya pemeriksaan kehalalan produk dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 hari kerja sejak dokumen dinyatakan sesuai oleh LPH.

Baca juga: Kritik Anwar Abbas soal Label Baru Halal: Hilangnya Kata MUI, Hanya Kedepankan Artistik

LPH dapat meminta tambahan data/informasi kepada pelaku usaha dalam hal terdapat ketidaksesuaian dokumen saat melakukan pemeriksaan dokumen.

4. Perhitungan biaya pemeriksaan kehalalan produk berdasarkan unit cost dikali mandays yang telah ditetapkan BPJPH, dengan ketentuan biaya pemeriksaan kehalalan produk tidak termasuk biaya pengujian kehalalan produk melalui laboratorium yang telah terakreditasi dan biaya akomodasi atau transportasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

5. BPJPH menerbitkan tagihan pembayaran kepada pelaku usaha.

Pelaku usaha melakukan pembayaran tagihan dan mengunggah bukti bayar dalam jangka waktu paling lama 10 hari kerja sejak tagihan disampaikan kepada pelaku usaha.

Dalam hal pelaku usaha tidak melakukan pembayaran sesuai waktu yang ditentukan, permohonan dibatalkan sepihak oleh BPJPH.

6. BPJPH melakukan verifikasi pembayaran tagihan.

Apabila verifikasi dinyatakan sesuai, BPJPH menerbitkan STTD (surat tanda terima dokumen) sebagai dasar penugasan LPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk.

7. LPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk.

LPH menyerahkan laporan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk ke MUI dengan tembusan kepada BPJPH dengan cara mengunggah dokumen melalui aplikasi SiHalal.

8. MUI melakukan sidang fatwa halal dan menyerahkan hasil ketetapan halal dengan cara mengunggah dokumen melalui aplikasi SiHalal.

BPJPH menerbitkan sertifikat halal dan pelaku usaha dapat mengunduh sertifikat halal digital pada aplikasi SiHalal.

Label halal terbitan MUI (kiri) dan Kementerian Agama RI (Triibun Timur)

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), Adhi S Lukman berharap masa transisi dengan logo halal lama memperhatikan stok kemasan dan produk sampai habis di pasar.

Karena itu menurutnya penerapan logo halal baru tidak bisa dilakukan begitu saja.

Menurutnya, masa transisi pergantian ke logo baru bisa disesuaikan dengan masa transisi wajib halal sampai 2024.
"Hanya saja perlu masa transisi karena ada dampak ekonomi terhadap perubahan ini, penggantian label pangan dan dokumentasinya," kata Adhi.

Kendati demikian Adhi memastikan kalangan pengusaha akan mendukung langkah penerapan logo halal baru tersebut.
"Kami menyambut baik sebagai bagian dari Undang-undang Halal yang baru, tentu akan kami ikuti," kata Adhi.(Tribun
Network/fah/kps/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini