Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan membuka peluang untuk menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Lembaga antirasuah kini sedang mencari bukti dari sengkarut kasus suap yang telah lebih dulu menjerat Hakim nonaktif PN Surabaya Itong Isnaini Hidayat (IIH) tersebut.
"Segala informasi dari proses penyidikan ini kami pastikan terus dikembangkan dan dianalisa lebih lanjut oleh tim penyidik KPK," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (15/3/2022).
KPK menduga Hakim Itong tidak hanya menerima uang suap dari satu kasus.
Baca juga: KPK dan Indra Kenz Ternyata Pernah Kolaborasi Bikin Lagu Tentang Budaya Antikorupsi
Belakangan, komisi antikorupsi mendapatkan informasi terkait adanya beberapa pihak yang turut memberikan uang ke Itong dalam beberapa perkara.
Pemberian itu dipastikan bakal dipermasalahkan berdasarkan aturan yang berlaku.
Namun, KPK saat ini masih fokus untuk menyelesaikan berkas kasus pertama.
"Saat ini masih fokus pembuktian unsur pasal terhadap dugaan perbuatan tersangka IIH (Itong Isnaeni Hidayat) dan kawan-kawan," kata Ali.
Sebelumnya, KPK semakin yakin Hakim Itong menerima suap terkait penanganan perkara.
Sebanyak enam saksi dimintai keterangan untuk mendalami dugaan penerimaan suap itu pada Selasa (8/3/2022).
"Seluruh saksi memenuhi panggilan tim penyidik, dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan aliran sejumlah uang untuk setiap penanganan perkara yang sidangnya dipimpin oleh tersangka IIH (Itong Isnaeni Hidayat)," kata Ali melalui keterangan tertulis, Rabu (9/3/2022).
Baca juga: KPK Dalami Rencana Awal Pemberian Uang ke Hakim Itong
Keenam saksi itu, yakni panitera pengganti PN Surabaya Klas IA khusus, R Joko Purnomo; tiga orang pengacara, Darmaji, Dodik Wahyono, dan Rachmat Harjono Tengadi; serta dua orang pihak swasta, Made Sri Manggalawati dan Ahmad.
KPK telah menetapkan Hakim nonaktif PN Surabaya Itong Isnaeni Hidayat (IIH) dan Panitera Pengganti pada PN Surabaya nonaktif Hamdan (HD) sebagai tersangka penerima dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Surabaya.
Sementara tersangka pemberi adalah pengacara dan kuasa dari PT Soyu Giri Primedika (SGP) Hendro Kasiono (HK).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Itong selaku hakim tunggal pada PN Surabaya menyidangkan salah satu perkara permohonan terkait pembubaran PT Soyu Giri Primedika.
Adapun yang menjadi pengacara dan mewakili PT SGP adalah Hendro di mana diduga ada kesepakatan antara Hendro dengan pihak perwakilan PT SGP untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada hakim yang menangani perkara tersebut.
KPK menduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara ini sejumlah sekitar Rp1,3 miliar dimulai dari tingkat putusan Pengadilan Negeri sampai tingkat putusan Mahkamah Agung.
Sebagai langkah awal realisasi dari uang Rp1,3 miliar itu, Hendro menemui Hamdan dan meminta agar hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai dengan keinginan Hendro.
Untuk memastikan proses persidangan perkaranya berjalan sesuai harapan, Hendro diduga berulang kali menjalin komunikasi dengan Hamdan dengan menggunakan istilah "upeti" untuk menyamarkan maksud dari pemberian uang.
KPK mengungkapkan setiap hasil komunikasi antara Hendro dan Hamadan diduga selalu dilaporkan oleh Hamdan kepada Itong.
KPK menyebut putusan yang diinginkan oleh Hendro diantaranya agar PT Soyu Giri Primedika dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp50 miliar.
Hamdan lalu menyampaikan keinginan Hendro kepada Itong.
Itong pun menyatakan bersedia dengan adanya imbalan sejumlah uang.
Pada 19 Januari 2022, uang lalu diserahkan oleh Hendro kepada Hamdan sejumlah Rp140 juta yang diperuntukkan bagi Itong.
KPK juga menduga Itong menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang beperkara di PN Surabaya dan hal itu akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.