TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mencabut aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng dalam kemasan sebagaiman diatur dalam Permendag Nomor 6 Tahun 2022.
Hal tersebut dilakukan dalam rangka menyikapi kelangkaan minyak goreng di pasar.
Artinya, harga minyak goreng kemasan kini akan disesuaikan dengan keekonomiannya.
"Iya dicabut HET. Jadi harga minyak goreng kemasan dibebaskan, tetapi untuk curah dibatasi Rp 14 ribu per liter," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan, Rabu (16/3/2022) sebagaimana diberitakan Tribunnews.com.
Baca juga: KSP: Stok Minyak Goreng Aman, Masyarakat Jangan Panik dan Tidak Perlu Khawatir
Diketahui, dengan aturan HET sebelumnya, minyak goreng kemasan berada di harga Rp 14 ribu liter.
Setelah dicabut, harga komoditas pangan itu melambung tinggi capai Rp 40 ribu per dua liter.
Masyarakat pun mengeluhkan kenaikan harga minyak goreng.
Walaupun di satu sisi, stok minyak goreng kembali tersedia di lapangan.
Keputusan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mencabut HET ini lantas menuai kritikan.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengritik pencabutan ketentuan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan.
Dasco menilai pencabutan HET minyak goreng kemasan ini menunjukkan Menteri Perdagangan Muhammda Lutfi tidak berpihak kepada rakyat.
Melainkan, malah menguntungkan para pengusaha.
“Pencabutan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 itu menunjukkan bahwa keberpihakan Menteri Perdagangan bukan kepada rakyat, tapi kepada pengusaha,” kata Dasco, Jumat (18/3/2022), dikutip dari Kompas.com.
Menurut Dasco, pemerintah semestinya dapat mengambil langkah tegas dalam mengatasi masalah minyak goreng berbekal Permendang Nomor 6 Tahun 2022.
Baca juga: Satgas Pangan Dalami Pernyataan Mendag Muhammad Lutfi Soal Dugaan Mafia Minyak Goreng
Fraksi Partai Gerindra itu mengatakan, pemerintah seharusnya bisa memerintahkan produsen minyak sawit untuk melakukan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) ke perusahaan minyak goreng.
“Kalau CPO-nya tidak jalan, pemerintah harus berani cabut HGU perusahaan kelapa sawit itu. Perusahaan minyak goreng juga bisa dicabut izinnya kalau tidak memproduksi minyak goreng yang sesuai kebutuhan rakyat,” kata Dasco.
Namun, menurut Dasco, permendag tersebut juga akhirnya tidak efektif menyelesaikan polemik minyak goreng.
"Tapi faktanya, kebijakan ini hanya jadi macan kertas. Kebijakan ini tidak bisa menyelesaikan persoalan minyak goreng,” ujar dia.
HET Dicabut Bukan Solusi, Beri Pilihan Sulit pada Rakyat
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto juga mengkritik kebijakan Mendag mencabut HET minyak goreng.
Rofik menilai pencabutan HET minyak goreng bukan lah solusi karena sama saja menyerahkan harga minyak sesuai mekanisme pasar.
Pencabutan HET ini disebutnya malah menambah kesengsaraan rakyat.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi VI Dukung Pemerintah Subsidi Minyak Goreng Curah HET Rp14.000/Liter
Terlebih, banyak bahan pokok lainnya yang juga rata-rata naik disertai kondisi pandemi Covid-19.
“Pemerintah seolah memberikan pilihan yang sulit kepada rakyat,” ucap Rofik, Kamis (17/3/2022) dikutip dari dpr.go.id.
Menurut dia, rakyat seolah diminta memilih bak makan buah simalakama, memilih antara barang susah didapat tetapi harga murah atau barang banyak tapi harga mahal.
Rofik berharap pemerintah seharusnya dapat menghadirkan barang yang dibutuhkan masyarakat dengan harga yang terjangkau.
"Ini ironi negeri penghasil sawit terbesar. Karut-marut pengelolaan minyak goreng di negeri penghasil 58 persen sawit dunia adalah ironi."
"Masalah minyak goreng berlarut-larut. Sesuatu yang aneh di negeri penghasil bahan baku minyak goreng nomor satu, tetapi minyak goreng malah langka," imbuh dia.
Ia juga menyoroti stok minyak yang kembali melimpah setelah HET dicabut.
Baca juga: Wakil Ketua DPR: Kebijakan Mendag Soal Minyak Goreng Harus Berpihak kepada Rakyat
Hal tersebut menimbulkan kecurigaan adanya permainan oknum tak terbertanggung jawa.
Untuk itu, ia meminta segera dibentuknya panitia khusus di DPR untuk menyelesaikan masalah minyak goreng ini.
"(Saya) mendorong dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) tata niaga pangan. Sehingga persoalannya pangan seperti tingginya harga minyak goreng ini dapat diketahui secara jelas," tandasnya.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Seno Tri Sulistiyono/)(Kompas.com/Ardito Ramadhan)