Zoom meeting pagi itu juga menghadirkan Bara Muskita, seorang pengusaha udang. Ia adalah keturunan langsung Gubernur Maluku yang pertama, sekaligus tokoh perintis kemerdekaan, Johannes Latuharhary.
Mr. Johannes Latuharhary (6 Juli 1900 – 8 November 1959) adalah politikus dan perintis kemerdekaan Indonesia. Ia menjabat Gubernur Maluku yang pertama antara tahun 1950 dan 1955, dan memperjuangkan masuknya Maluku ke dalam NKRI.
Latuharhary lahir di Saparua. Sebagai remaja ia pindah ke Batavia untuk pendidikan lanjut. Belakangan, ia memperoleh beasiswa belajar ilmu hukum di Universitas Leiden. Sepulangnya ke tanah air, ia menjadi hakim di Jawa Timur dan mulai turut serta dalam pergerakan kebangkitan nasional Indonesia melalui organisasi pemuda Sarekat Ambon.
“Terinspirasi oleh kakek, maka saya pun tergerak untuk bergerak di bidang usaha menyejahterakan masyarakat. Tapi sesungguhnya, saya belajar mengenai usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari pak Doni Monardo, semasa beliau menjabat Pangdam Pattimura, 2015 – 2017. Saya belajar, bagaimana pak Doni menciptakan kedamaian di Maluku tidak dengan pendekatan keamanan, melainkan dengan pendekatan kesejahteraan, dan itu berhasil,” paparnya.
Saat ini, usahanya berbasis di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Melalui kerjasama dengan PPAD, ia optimis bisa mengembangkan budidaya udang vename ke berbagai pelosok Tanah Air yang memiliki bentang pantai tak terhingga. “Di Parigi kami baru melakukan budidaya di lahan seluas 300 hektare. Sekali panen bisa menghasilkan 50 ton per haktare,” katanya.
Budidaya udang vanema terbukti menyerap tenaga kerja. Satu keluarga bisa mengirimkan tak kurang dari 10 orang. Mereka merasakan betul dampak positif kehadiran tambak udang tadi. “Kalau kita tambah, efek sosialnya juga akan lebih besar,” kata Bara.
Usaha udang, kata kuncinya hanya satu: Disiplin. Sementara, kata Steve, disiplin adalah nafas sehari-hari prajurit. Dengan begitu, kerja sama pengembangan dengan PPAD menjadi sangat prospektif. “Nature bisnis udang itu pendek lima bulan panen. Jadi efeknya bisa langsung kelihatan,” ujarnya.
*Jangan Ganggu Mangrove*
Doni menanggapi paparan Bara dan Steve dengan antusias. Ia menyebutkan potensi pantai di Maluku yang masih bisa dimanfaatkan untuk budidaya udang. “Satu saja pesan saya, jangan sampai mengganggu habitat mangrove. Itu saja,” ujarnya.
Selain Harianto Solichin dari Indolife serta Bara dan Steve dari PT Parigi Akuakultura, juga hadir banyak narasumber dan mitra PPAD yang lain. Di antarnaya Riko Setyabudhy (CEO Sampoerna Kayoe), Asep Dedy Mulyadi (Corporate Secretari Perhutani), Halim (CEO PT Galih Jaya) yang bergerak di bidang sagu olahan, serta Fidrianto Abo (CEO PT Bangka Asindo Agri) yang juga bergerak di bidang pengolahan sagu.
Selain nama-nama itu, tampak hadir Chandra Kamal (CEO PT Mitra Ayu), dr Bobby Chrisenta (Himpunan Peternak Domba-Kambing Indonesia), Santoso (PwC), Kevin Margonoto (CEO Kapal Api), Setyo Wisnu Broto (CEO Buana Indonesia Sejahtera), As Hasbi al Islahi (Corporate Strategic Berdikari), Fajar (CEO Fish On), dan banyak narasumber serta mitra PPAD yang lain.