Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 350 alumni Universitas Al-Azhar Mesir dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul dalam perhelatan Multaqa Nasional VII selama tiga hari pada 18-20 Maret 2021 di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Dengan mengambil tema: Mempromosikan Nilai-Nilai Wasathiyyah Islam untuk Mendorong Capaian Kinerja Pembangunan Berkelanjutan; Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan.
Setelah mendengarkan dan
Di pertemuan ini mereka mendiskusikan berbagai isu terkait tema dengan para pakar dari berbagai bidang keilmuan.
Diantarnya, TGB Dr. M. Zainul Majdi, (Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Ashar Cabang Indonesia, Wakil Komisaris Utama Bank Syariah Indonesia), Prof. Dr. Ibrahim al-Hud Hud (Mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir), Erick Tohir (Meneg BUMN), H. Hery Gunardi (Dirut Bank Syariah Indonesia), Prof. Irwan Trinugroho (Pakar Bidang Green Economics dari UNS), Dr. Yuli Yasin (Badan Wakaf Indonesia) dan Prof. Dr. H. Masnun Tahir (Rektor Universitas Islam Negeri Mataram).
Multaqa Nasional alumni Al Azhar di pertemuan ini menghasilkan beberapa kesimpulan rekomendasi:
Pertama, menegaskan kembali komitmen bersama dalam meneguhkan wasathiyyah Islam sebagai manhaj dan karakter ajaran Islam yang mengedepankan aspek keseimbangan (al-tawazun), keadilan (al-‘adaalah), kemaslahatan umum (al-mashlahah) dan keberlanjutan (al-istidâmah) dalam seluruh sektor kehidupan.
Karenanya, alumni Al-Azhar mendukung program penguatan moderasi beragama seperti ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, sebagai salah satu ikhtiar dalam menciptakan kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara yang rukun, damai dan harmonis.
Baca juga: Raih Animo 650 Kandidat Bacaleg, TGB Zainul Majdi Ajak Daftar Konvensi Rakyat Partai Perindo
Kedua, narasi wasathiyyah Islam dan penguatan moderasi beragama tidak boleh hanya berkutat pada isu kekerasan atas nama agama, intoleransi dan ekstremisme beragama serta meluruskan kesalahpahaman terhadap teks-teks keagamaan yang mengakibatkan sikap ekstrem dalam beragama.
Namun, juga mencakup seluruh aspek kehidupan, antara lain dengan membangun sikap seimbang dan berkeadilan yang berorientasi pada kemaslahatan umum di seluruh sektor kehidupan; ekonomi, sosial, politik, budaya, pendidikan dan sebagainya.
Seperti halnya terjadi dalam kehidupan beragama, sikap ekstrem juga dapat terjadi pada cara pandang, sikap dan praktik kehidupan ekonomi, social, politik, budaya dan sebagainya.
Ketiga, bumi dan seisinya, dengan segala sumber daya yang ada padanya, adalah amanah dari Allah SWT seperti tercantum dalam Al Quran surat Al-Ahzab: 72 yang harus dijaga dan dipelihara agar kebaikannya dapat dimanfaatkan oleh seluruh umat manusia, bahkan oleh makhluk lainnya (binatang dan tumbuh-tumbuhan), secara berkelanjutan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dalam menjalankan fungsi mengelola dan memakmurkan bumi (`imaaratul ardh), manusia memiliki tanggungjawab memastikan terjadinya keseimbangan ekosistem dan keadilan sosial sehingga pembangunan untuk kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia dapat berkelanjutan.
Keempat, sistem dan praktik ekonomi yang memperlebar jurang kesenjangan antara kaya dan miskin, dan eksploitasi atau pemanfaatan sumber daya yang tidak memperhatikan daya dukung keberlanjutan ekosistem pembangunan sangat bertentangan dengan wasathiyyah Islam, karena menunjukkan tindak prilaku ekstrem dalam mengekploitasi lingkungan.
Baca juga: TGB Zainul Majdi Terpilih Jadi Ketua Umum PB NWDI: Berkhidmat untuk Umat Membangun Indonesia Maju
Kelima, untuk memastikan pembangunan berkelanjutan, para alumni Al-Azhar diharapakan dapat berkontribusi dalam dua hal; pertama: penyediaan lapangan kerja dan jenis usaha baru, kedua: penyusunan road map (peta jalan) Indonesia dalam bentuk intervensi kebijakan yang bisa memastikan terwujudnya kesejahteraan umat.
Keenam, dalam menyikapi melambungnya harga bahan kebutuhan pokok akibat praktik ekonomi yang tidak memperhatikan aspek kemaslahatan umum dan bertentangan dengan wasathiyyah Islam, para alumni Al-Azhar meminta kepada Pemerintah agar menjamin ketersediaan pangan, terutama bahan-bahan kebutuhan pokok. Dalam fiqih Islam, kebijakan pemerintah harus berpihak kepada kepentingan dan kamaslahatan umum (tasharrufu al-râ`i/al-imâm `alâ al-ra`iyyah manûthun bil mashlahah). Rasulullah Saw dan para sahabatnya memberi keteladanan dalam mengendalikan harga dengan melakukan pengawasan pasar secara langsung dan menegur keras orang yang melakukan praktif ekonomi manipulatif (laysa minna man ghassyanâ).
Mereka juga meminta Pemerintah bertindak tegas terhadap para pelaku praktik ekonomi yang memonopoli dengan cara menimbun barang dan menjualnya dengan harga tinggi di saat masyarakat sedang membutuhkan. Dalam fiqih Islam ini dikategorikan sebagai ihtikâr yang hukumnya haram. Para ulama fiqih dari seluruh mazhab bersepakat haram hukumnya menimbun dan memonopoli barang karena membuat orang banyak susah dan menderita. Di situ ada unsur merugikan dan menzalimi orang lain, sehingga masuk kategori harta yang diperoleh secara batil. Rasulullah bersabda, “Pelaku praktik monopoli (dalam ekonomi) adalah pendosa”.
Demi menyukseskan presidensi Indonesia dalam forum G20, para peserta Multaqa Nasional mendukung penuh Pemerintah Indonesia. Sehubungan dengan itu, sesuai dengan nilai-nilai wasathiyah Islam, para alumni Al-Azhar berharap pemerintah dan para pemangku kepentingan dapat memastikan terwujudnya prinsip keseimbangan, keadilan, kemaslahatan dan keberlanjutan dalam program-program pembangunan.
Para peserta menyampaikan ucapan terima kasih kepada pimpinan Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia dan seluruh pihak yang membantu kesuksesan Multaqa terutama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Bank Syariah Indonesia (BSI), Baznas Provinsi NTB, UIN Mataram, Bank NTB, dan lainnya.