Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sengkarut kelangkaan minyak goreng yang merimbas pada melonjaknya harga dinilai perlu mendapatkan perhatian serius.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan mengingatkan kebijakan Kementerian Perdagangan yang baru diterbitkan membutuhkan waktu agar bisa mengurai kekisruhan distribusi minyak goreng.
Kebijakan ini juga membutuhkan konsistensi pelaksanaan dan pengawasan di lapangan.
Dengan hilangnya disparitas harga dalam dan luar negeri, produsen akan memilih mendistribusikan produknya di pasar lokal.
Sehingga volume yang memadai akan memastikan turunnya harga ke level wajar dan bisa diterima masyarakat.
Kemudian dengan Harga Ecerab Tertinggi (HET) bersubsidi, minyak curah yang terhitung murah turut menyeimbangkan pasokan, memperbanyak pilihan bagi masyarakat.
“Kuncinya pada pengawasan dan konsistensi," ujarnya, Minggu (20/3/2022).
Pada tahap awal, pencabutan HET minyak kemasan akan memulihkan distribusi di pasar namun disertai kenaikan harga yang signifikan.
Baca juga: Darmadi Durianto: Ibu Megawati Sedang Contohkan Kemandirian Pangan
Gejala itu akan mereda saat hukum pasar supply and demand berlangsung. Sehingga, akan ada equilibrium harga ke level wajar dan tidak memberatkan masyarakat.
Permendag 11/2022 mengatur harga eceran tetinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan mengikuti nilai keenomian di pasar.
Pemerintah memutuskan menyerahkan harga minyak goreng (migor) ke mekanisme pasar. Namun, memberikan subsidi bagi minyak goreng curah dengan eceran tertinggi Rp14.000 per liter.
Ketentuan baru itu mulai berlaku Rabu, 16 Maret 2022.
Dengan ketentuan baru ini pemerintah berharap pasokan minyak goreng di pasar domestik bisa lancar dan tidak lagi terjadi kelangkaan.