News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Guru Harus Tetap Terdepan di Tengah Tantangan Dunia Pendidikan

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Founder ESQ Training Ary Ginanjar memberikan paparan dalam acara internalisasi dan implementasi core value BUMN yakni AKHLAK di lingkungan Holding Perasuransian dan Penjaminan, Jakarta, Selasa (21/7/2020).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Founder Emotional and Spiritual Quotient (ESQ), Ary Ginanjar mengatakan, peran guru harus tetap terdepan di tengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang terus mengalami peningkatan.

Teknologi yang makin canggih, para siswa bisa belajar darimana saja termasuk internet.

Hal itu ia sampaikan pada Konferensi Kerja Nasional III Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) 2022 serta penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding/MoU antara ESQ Leadership Centre di Jogjakarta dengan mengusung tema 'Bangkit Guruku, Maju Negeriku, Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh', Senin (21/3/2022).

Pada acara tersebut, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim yang menyampaikan sambutannya dalam video virtual mengajak para guru yang tergabung dalam PGRI menyatukan langkah bersama, bergerak serentak mewujudkan merdeka belajar.  

Selanjutnya Ary Ginanjar memaparkan tantangan yang dihadapi para guru di era digital saat ini.

“Luar biasa para guru sekarang menghadapi tantangan yang disebut dengan VUCA Era yaitu semua berubah dengan cepat (volatility), semua uncertainty (tidak ada kepastian), semua serba kompleks-complexity dan serba ambigu - ambiguity. Kemudian saat yang bersamaan, murid-murid tidak seperti dulu," ujar Ary dalam keterangan yang diterima, Rabu (23/3/2022).

Menurutnya, semua mata kuliah sudah ada di internet. Sebelum guru mengajar, murid sudah mengetahuinya dari internet.

Kemudian, lanjutnya, ada orang yang hanya lulus SMP sudah bisa bikin pesawat terbang tanpa harus jadi sarjana, sehingga profesi guru terancam. Belum lagi dengan robotisasi.

"Mau belajar apa saja, klik ada semua mata kuliah. Sebelum bapak ibu mengajar, murid bisa lebih pintar dari kita. Belum lagi tantangan ke depan, kalau tidak seperti ini, maka kita akan punya ancaman ke depan," jelas Ary.

Baca juga: Perguruan Tinggi Manfaatkan Teknologi Metaverse untuk Perkuliahan

"Profesi guru tentu di dalam pertanyaan. Tidak hari ini karena mungkin sekarang masih banyak pengetahuan yang tidak diketahui lagi oleh anak didik kita. Tapi 10-20 tahun lagi mana yang lebih pintar untuk pengetahuan? guru atau anak-anak milenial ke depan atau Gen Z," tambahnya.

Untuk itu, lanjutnya, guru harus bisa menghadapi situasi di mana pendidikan harus memiliki kreativitas, inovasi dan kritis. Belum lagi guru dituntut untuk secara holistik mengajarkan ilmu pengetahuan dan mempertahankan guru tetap terdepan.

“Nanti ada menteri lagi akan ganti kurikulum, mata kuliah juga akan berganti-ganti dan apa yang diajarkan hari ini belum tentu bisa dipakai ke depan, yang dipakai ke depan belum tentu lagi dipakai ke depan. Lalu kita ngajar apa? Profesi PGRI seperti apa? Bisa-bisa kita ditertawakan oleh murid-murid yang sekarang Gen X dan Gen Y," ungkap Ary.

"Kita tidak bisa lagi directive mengajar kepada anak-anak. Anak-anak kita harus dilakukan apa yang disebut enabling. Enabling adalah pemberdayaan. Itulah mugkin konsep dasar yang disebut dengan merdeka belajar. Tetapi tidak cukup hanya dengan kurikulum dalam merdeka belajar. Tetapi cara guru mengajar atau metodologi guru, itu kuncinya," sambungnya.

Menurutnya hal itu seperti pepatah yang mengatakan kurikulum materi itu bagus, tetapi lebih penting lagi adalah metodologi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini