TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian ESDM menetapkan Pertalite atau RON 90 menjadi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP), menggantikan Premium RON 88.
Dengan begitu, bakar bakar minyak (BBM) jenis Premium tidak lagi dijual di seluruh SPBU tetapi stoknya nanti menjadi campuran pembuatan Pertalite.
Atas hal itu, Komisi VII DPR meminta pemerintah mengawasi penyediaan dan distribusi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite, setelah ditetapkan sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP).
"Jangan sampai BBM Pertalite ini menjadi langka atau menimbulkan antrian panjang di SPBU."
"Ini tentu tidak kita inginkan karena akan menyusahkan masyarakat," ujar Anggota Komisi VII DPR Mulyanto saat dihubungi, Rabu (30/3/2022).
Mulyanto menjelaskan, konsekuensi legal dan anggaran antara BBM umum dan BBM khusus penugasan sangat berbeda.
Kalau BBM umum, tata niaganya mendekati seratus persen mengikuti mekanisme pasar, dan BBM khusus penugasan tata niaganya seratus persen dikendalikan pemerintah, baik harga eceran, kuota, maupun wilayah distribusinya.
"Selisih antara harga keekonomian Pertalite dengan harga jualnya akan diganti (disubsidi) pemerintah melalui skema dana kompensasi kepada Pertamina. Karena Pertamina secara khusus mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk menyediakan dan mendistribusikan Pertalite," ujarnya
Ia pun meminta BPH Migas dan Pertamina tidak segan-segan bekerja sama dengan Kepolisian dalam pengendalian dan pengawasan distribusi Pertalite ini.
"Agar tidak terjadi penyimpangan oleh mereka yang tidak bertanggung-jawab, tidak tepat sasaran atau dimanfaatkan oleh mereka yang tidak berhak," tutur politikus PKS itu.
Diketahui, pemerintah melalui Kementerian ESDM menetapkan Pertalite sebagai JBKP menggantikan Premium.
Hal tersebut ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No 37.K/HK.02/MEM.M/2022, tertanggal 10 Maret 2022.
Adapun kuota Pertalite pada tahun ini sebesar 23,05 juta kilo liter, di mana pad Februari 2022 penyerapan Pertalite sebesar 4,258 juta kilo liter sedikit melebihi kuota Februari.
Diperkirakan melalui normal skenario, maka di akhir 2022 akan terjadi over kuota sebesar 15 persen.