TRIBUNNEWS.COM - Beriket profil Bambang Wuryanto yang menolak Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal (RUU PTUK) karena dinilai mempersulit politisi saat pemilu.
Diketahui, Bambang Wuryanto yang menjabat sebagai Ketua Komisi III DPR secara terang-terangan menolak untuk membahas RUU PTUK di hadapan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, Selasa (5/4/2022).
Bambang yang juga Sekretaris Fraksi PDI-P itu mengungkapkan, menilai kehadiran RUU PTUK tersebut data menyulitkan anggota DPR karena uang tunai masih diperlukan untuk kegiatan politik.
“Ini kenapa macet di sini, DPR keberatan, hampir pasti karena ini menyulitkan kehidupan kami. Kita ngomong jujur, Pak, mengenai politik mau dipakai ini (uang),” ujar Bambang dikutip dari YouTube Komisi III DPR RI.
Baca juga: Terkait Vaksin Kedaluwarsa, Begini Usul Anggota Komisi IX DPR
Baca juga: Tolak RUU TPKS Disahkan, Ini Pandangan Fraksi PKS di DPR RI
Selanjutnya, Bambang menganggap hingga saat ini politisi masih memerlukan transaksi uang kartal demi memperoleh suara saat pemilu digelar.
Ia pun menyebut salah satu cara transaksi yang dimaksud adalah memberi sembako kepada calon pemilih.
Bahkan, Bambang menganggap mayoritas publik di Indonesia masih mempertimbangkan faktor uang dalam penentuan pilihan politiknya.
“Ini saya cerita sama dikau, yang namanya kompetisi cari suara pakai ini (uang) semua. Gue trang-terangan ini di lapangan, mana cerita, Anda minta (RUU PTUK) ini, besok, kalau saya beli sembako bagaimana,” ujarnya.
Sehingga, Bambang meminta agar PPATK juga perlu untuk memperhatikan aspirasi anggota DPR sebelum mengusulkan RUU PTUK.
Selain itu, sosok yang akrab disapa Bambang Pacul ini juga menginginkan agar Ivan agar tidak hanya mementingkan kepentingan PPATK ketika mengusulkan RUU ini.
“Saya pastikan yang kayak begini nanti DPR susah, sudah masuk prolegnas boleh, tapi nanti masuk prolegnasnya nanti diletakin di bawah terus,” ujarnya.
Profil Bambang Wuryanto
Dikutip dari Tribunnewswiki, Bambang Wuryanto lahir di Sukoharjo pada 17 Juli 1958.
Ia merupakan politisi dari fraksi PDI-P yang saat ini menjadi Ketua Komisi III DPR di mana menggantikan Herman Hery yang dipindah ke Komisi VII DPR pada 18 November 2021 lalu.
Selain menjadi ketua Komisi III DPR, Bambang juga merupakan Sekretaris Fraksi PDI-P serta Ketua DPP PDI-P Bidang Pemenangan Pemilu dan Ketua DPD PDI-P.
Bambang juga menjadi salah satu anggota DPR yang cukup senior dimana ia telah menjabatnya sejak periode 2004 hingga saat ini dikutip dari situs DPR.
Terkait riwayat pendidikannya, dirinya merupakan lulusan Fakultas Teknik Kimia dari Universitas Gajah Mada (UGM) pada tahun 1990 lalu Bambang kembali menempuh kuliah di Universitas Prasetya Mulya, Jakarta di tahun 1993.
Baca juga: DPR Minta Para Menteri Patuhi Perintah Jokowi Soal Larangan Menyuarakan Penundaan Pemilu
Sebelum masuk ke dunia politik, dirinya pernah menjadi Direktur Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Prismagama di Solo.
Selain itu, pada tahun 1987-1994, Bambang juga pernah menjadi pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN (STIE YKPN) di Yogyakarta.
Selanjutnya ia pun menjadi Direktur Utama dari PT Sarana Yasa Manunggal sejak tahun 1998.
Kemudian, ia pun mulai masuk ke dunia politik pada tahun 2000 dengan menjabat Badik Latpus DPP PDI Perjuangan pada tahun 2000-2004.
Di tahun 2005, Bambang juga berkecimpung di dunia olahraga dengan menjabat sebagai Wakill Ketua Umum Lembaga Karatedo Indonesia (LEMKARI) DKI Jakarta hingga sekarang.
Bambang juga sempat menjadi staf ahli wakil ketua MPR RI Fraksi PDIP pada tahun 2002.
Lalu di Pemilu 2014, ia pun terpilih menjadi anggota DPR dan duduk di Komisi I.
Selama menjabat, ia pernah menjadi Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS).
Kontroversi
Dalam dunia politik, ia sempat membuat pernyataan dan melakukan tindakan yang smepat menimbulkan kontroversi.
Contohnya adalah ketika tidak mengundang Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dalam acara yang dihadiri Ketua DPR, Puan Maharani di Semarang Jawa Tengah pada Mei 2021 lalu.
Bambang mengaku alasan dirinya tidak mengundang Ganjar adalah terkait manuver Ganjar di media sosial tentang pencalonan presiden di Pilpres 2024.
Dirinya juga menyebut aktivitas Ganjar itu tidak sejalan dengan strategi PDI-P yang masih menyaring nama-nama yang layak untuk Pilpres 2024.
Baca juga: Rapat di Komisi I DPR, Menlu Retno Cerita soal Pertemuannya dengan Para Pejabat Taliban
Selain itu, pada Juni 2021, Bambang pernah menyebut Puan seperti Teh Botol Sosro pada Pilpres 2024 pada Juni 2021.
Pernyataan itu diketahui berdasarkan sebuah rekaman percakapan yang beredar di media sosial.
“Teh Botol Sosro, apa pun makanannya Puan Maharani wakilnya PM (Puan Maharan),” ujar Bambang.
Kontroversi lainnya adalah Bambang pernah menyebut kader PDI-P sebagai ‘celeng’ yang merujuk terkait pendeklarasian dukungan kepada calon presiden bukanlah banteng.
“Adagium di PDI-P itu, yang di luar barisan bukan banteng. Itu namanya celeng.”
“Jadi apa pun alasan itu yang deklarasi, kalau di luar barisan ya celeng,” kata Bambang.
Baca juga: Komisi I DPR Bicara Bahaya Ruang Siber Disalahgunakan untuk Hoaks hingga Konten Radikalisme
Pernyataan Bambang tersebut ditanggapi oleh Wakil Ketua DPC PDI-P Purworejo, Albertus Sumbogo yang menyebut kader yang mendukung Ganjar hanya menyampaikan aspirasi.
“Bagi saya, saya masih dalam barisan. Hak bicara, hak aspirasi itu dijamin oleh aturan.”
“Saya tidak memutuskan yang harus jadi Ganjar, bukan. Aspirasi masyarkat ini kan perlu ditampung,” ujar Albertus pada 11 Oktober 2021 lalu.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribunnewswiki/Maghita Primastya)(Kompas.com/Ardito Ramadhan)