TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan asset recovery atau pemulihan aset merupakan dampak penting dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi oleh KPK, selain pemberian efek jera bagi para pelakunya.
Pada Rabu (30/3/2022) lalu, KPK pun menyampaikan capaian asset recovery dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Hasil asset recovery dari penanganan tindak pidana korupsi selama tahun 2021 mencapai Rp419,9 miliar," ungkap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (8/4/2022).
Ali mengatakan, nilai pengembalian asset recovery ini masuk ke dalam pendapatan negara bukan pajak (PNBP) melalui denda, uang pengganti, rampasan, dan juga dari penetapan status penggunaan serta hibah.
Ali memerinci, capaian tersebut dilakukan KPK melalui dua cara.
Pertama, lelang benda sitaan tanpa harus menunggu putusan pengadilan, penerapan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU), serta tindak pidana korporasi.
Kedua, penanganan grand corruption dengan mengoptimalkan laporan hasil analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang terkait dugaan korupsi.
Baca juga: KPK: Begini Cara Para Koruptor Cuci Uang Hasil Korupsi
"Hasil asset recovery tersebut selanjutnya masuk ke kas negara sebagai PNBP, yang digunakan sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional," kata Ali.
Oleh karenanya, KPK mengajak masyarakat dapat berperan serta dalam penanganan perkara korupsi maupun TPPU ini.
"Yakni, jika mengetahui adanya dugaan tindak pidana korupsi atau mengetahui adanya suatu aset sebagai hasil pencucian uang dari korupsi, dapat melaporkannya kepada KPK, melalui saluran email Pengaduan Masyarakat pengaduan@kpk.go.id," terang Ali.