News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Minyak Goreng

DPR: Ulah Mafia Migor Bikin Rugi Ekonomi Nasional

Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tersangka kasus mafia minyak goreng (kiri ke kanan): Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau, Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Parulian Tumanggor; General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Togar Sitanggang; dan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI, Indrasari Wisnu Wardhana.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kinerja Kejaksaan Agung menangani kasus mafia minyak goreng mendapat apresiasi.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan I Wayan Sudirta mengatakan pengungkapan kasus ini menunjukkan penegak hukum memiliki sensitivitas terhadap kehidupan sosial masyarakat.

Menurut Wayan, seperti ini seharusnya penegakan hukum dipraktikan. Dia menegaskan potensi kejahatan akan selalu ada di balik kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidup.

Untuk itu kejelian, sensitivitas, empati terhadap kesulitan masyarkat luas harus juga menjadi pegangan bagi penegak hukum, baik di Kejaksaan Agung, Polri, maupun KPK.

Baca juga: Pekan Depan, DPR Panggil Mendag Bahas Minyak Goreng Hingga Bahan Pokok Jelang Lebaran

“Nilai keadilan, dan kemanfaatan hukum harus selalu didahulukan daripada nilai kepastian hukum itu sendiri. Mafia minyak goreng bukan hanya bertentangan dengan nilai kepastian hukum, tetapi juga mengingkari nilai-nilai kemanfaatan dan keadilan hukum bagi masyarakat,” kata Wayan dalam pernyataannya kepada Tribun, Kamis(21/4/2022).

Ia menaruh harapan besar bagi Kejaksaan agar terus berdiri di depan kepentingan masyarakat luas dalam melakukan penegakan hukum.

Wayan mendorong Kejaksaan Agung menggunakan ketentuan pidana korupsi kepada pelaku mafia minyak goreng.

Menurutnya, mafia minyak goreng sudah masuk kategori perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain, baik perorangan maupun korporasi, merugikan keuangan negara, juga merugikan perekonomian nasional.

“Ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah terpenuhi,” ujar Wayan.

"Perbuatan para mafia minyak goreng ini malah secara nyata telah merugikan perekonomian nasional bahkan sampai pada kerugian pada tingkat pemenuhan kebutuhan masyarakat,” tegas pengacara senior yang juga mantan aktivis LBH Jakarta ini.

Baca juga: Sindiran Fadli Zon Pada Mendag Lutfi saat Anak Buahnya Terseret Kasus Minyak Goreng

Masyarakat telah dirugikan atas kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng dipasaran sejak awal tahun. Wayan menegaskan besarnya kebutuhan pasar dalam negeri atas ketersediaan minyak goreng sangat berpotensi mafia minyak goreng tidak hanya dimainkan oleh pihak yang sudah dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung saat ini.

Untuk itu, Wayan juga mendorong Kejaksaan Agung dapat menyasar pihak-pihak lain yang memiliki potensi tinggi terlibat dalam kegiatan mafia minyak goreng ini.

“Saya percaya Kejaksaan Agung tidak akan berhenti sampai di titik ini. Dengan kehebatan sumber daya manusia ditambah dengan modal kewenangan baru dalam UU Kejaksaan yang telah diubah belum lama ini, saya mendorong dan menaruh harapan besar Kejaksaan Agung dapat menyasar pihak-pihak lain yang turut bermain sebagai mafia minyak goreng ini,” urai Wayan yang juga mantan pengacara Presiden Joko Widodo di Mahkamah Konstitusi ini.

Kejaksaan Agung mengungkapkan nama-nama tersangka kasus mafia minyak goreng yaitu Indrasari Wisnu Wardhana (IWW), Master Parulian Tumanggor (MPT) selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley MA (SMA) selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG), dan Picare Togare Sitanggang (PT) selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.

Jaksa Agung Burhanuddin menyampaikan duduk perkara yang menjerat keempat tersangka. Perkara ini berawal dari adanya kelangkaan minyak goreng pada akhir 2021 hingga menyebabkan naiknya harga minyak goreng.

Kemudian, pemerintah melalui Kemendag mengambil kebijakan untuk menetapkan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya. Selain itu, Kemendag menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit.

"Dalam pelaksanaannya perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO namun tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah," ucap Burhanuddin. Para tersangka itu diduga melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.(Willy Widianto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini