TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi Gerindra Fadli Zon menilai, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi juga seharusnya ikut bertanggung jawab atas terbongkarnya kasus mafia minyak goreng.
Di mana Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana kini berstatus tersangka dalam kasus suap izin ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), bersama tiga tersangka lainnya.
"Harusnya secara moral bertanggung jawab. Mendag harusnya secara moral bertanggung jawab dong ada dirjen yang kena," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/4/2022).
Fadli pun membandingkan sikap pejabat di Indonesia dengan di luar negeri.
Menurutnya, sikap para pejabat di luar negeri siap mengundurkan diri jika terjadi masalah di kementerian.
Namun dia melihat hal itu tidak akan dilakukan oleh Mendag Lutfi.
"Kalau di luar negeri sih sudah mundur, tapi kan kita di sini enggak ada istilah mundur gitu loh," ucapnya.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Ditetapkan Tersangka Kasus Mafia Minyak Goreng
Teka-teki dalang yang bermain di balik mafia minyak goreng akhirnya terungkap. Setidaknya ada empat orang yang ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
"Tersangka ditetapkan 4 orang," ujar Jaksa Agung RI ST Burhanuddin di Kejaksaam Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022).
Baca juga: Mendag Tunjuk Veri Anggrijono Jadi Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Gantikan Indrasari Wisnu
Keempat tersangka itu adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI Indasari Wisnu Wardhana dan Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group.
Lalu, Togar Sitanggang General Manager PT Musim Mas dan Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Parlindungan Tumanggor.
Menurut Burhanuddin, penetapan tersangka itu setelah penyidik menemukan dua bukti permulaan yang cukup.
"Bukti permulaan cukup 19 saksi, 596 dokumen dan surat terkait lainnya serta keterangan ahli. Dengan telah ditemukannya alat bukti cukup yaitu 2 alat bukti," ungkap Burhanuddin.
Dalam kasus ini, Burhanuddin menuturkan para tersangka diduga melakukan pemufakatan antara pemohon dan pemberi izin penerbitan ekspor. Lalu, kongkalikong dikeluarkannya perizinan ekspor meski tidak memenuhi syarat.
"Dikeluarkannya perizinan ekspor yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat, telah mendistribuskan Crude palm oil (CPO) tidak sesuai dengan Domestic Price Obligation (DPO) dan tidak mendistribusikan CPO/RBD sesuai Domestic Market Obligation (DMO) yaitu 20 persen," jelasnya.
Lebih lanjut, Burhanuddin menuturkan ketiga tersangka yang berasal dari swasta tersebut berkomunikasi dengan Indasari agar mendapatkan persetujuan ekspor.
"Ketiga tersangka telah berkomunikasi dengan tersangka IWW, sehingga perusahaan itu untuk dapatkan persetujuan ekspor padahal nggak berhak dapat, karena sebagai perusahaan yang telah mendistribusikan tidak sesuai DPO dan DMO. Yang bukan berasal dari perkebunan intri," beber dia.
Adapun Indasari dan Parlindungan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung Ri. Sementara itu, Togar dan Stanley ditahan di Kejakasaan Negeri Jakarta Selatan.
"Ditahan selama 20 hari terhitung hari ini sampai 8 Mei 2022," pungkasnya.
Atas perbuatannya itu, para tersangka disangkakan melanggar pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a b e dan f undang-undang nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan. keputusan menteri perdagangan nomor 129 tahun 2022 yaitu jo nomor 170 tahun 2022 tentang penetapan jumlah untuk distribusi kebutuhan dalam negeri dan harga penjualan di dalam negeri.
Selain itu, tiga ketentuan bab 2 huruf a angka 1 huruf b jo bab 2 huruf c angka 4 huruf c peraturan ditjen perdagangan luar negeri nomor 02 daglu per 1 2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO.