Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa PNS Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Ochtavian Runia Pelealu, Rabu (20/4/2022).
Lewat Ochtavian, tim penyidik mendalami penerimaan uang oleh mantan Dirjen Binkeuda Kemendagri, Mochamad Ardian Noervianto (MAN).
"Ochtavian Runia Pelealu (PNS Ditjen Binkeuda Kemendagri), hadir dan didalami pengetahuan saksi antara lain terkait dengan dugaan aliran penerimaan uang oleh tersangka MAN karena secara bertahap memperlancar proses usulan dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Kamis (21/4/2022).
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap pengajuan dana PEN daerah untuk Kabupaten Kolaka Timur pada 2021.
Baca juga: KPK Dalami Aliran Uang ke Musda Demokrat terkait Kepentingan Bupati PPU
Mereka, yakni mantan Direktur Jenderal Keuangan Daerah (Dirjen Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto, Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar.
Kasus ini bermula saat Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur meminta bantuan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar dipertemukan dengan Ardian sekitar Maret 2021.
Andi dan Ardian kemudian bertemu sekitar Mei 2021. Dalam pertemuan itu, Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN untuk Kolaka Timur sebesar Rp350 miliar.
Atas permintaan itu, Ardian diduga meminta jatah tiga persen dari nilai pengajuan pinjaman ke Andi.
Beberapa waktu setelahnya, Andi mengirimkan Rp2 miliar dengan pecahan dua mata uang asing melalui bantuan Laode untuk Ardian.
Baca juga: Dewas KPK Batal Klarifikasi Dirut Pertamina Terkait Kasus MotoGP Mandalika yang Seret Nama Lili
Setelah uang muka itu diterima, Ardian langsung mengerjakan permintaan pinjaman PEN Kolaka Timur dengan membuat draft final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan. Laode juga diminta membantu proses permintaan dana ini oleh Ardian.
Andi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Ardian dan Laode disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.