TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Sultan Pontianak IX Syarif Machmud Melvin Alkadrie.
Sultan Pontianak bakal diperiksa dalam kasus dugaan suap di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Penajam Paser Utara (PPU) sebagai saksi hari ini, Selasa (26/4/2022).
Sultan Pontianak bakal dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan Bupati nonaktif PPU Abdul Gafur Mas'ud (AGM).
"Syarif Machmud Melvin Alkadrie, Sultan Pontianak diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AGM," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Selasa (26/4/2022).
Pemanggilan kali ini merupakan pemanggilan kedua setelah sebelumnya Sultan Pontianak mangkir pada panggilan Kamis (31/3/2022).
Saat itu Sultan Pontianak tak menghadiri panggilan pemeriksaan lantaran tak menerima surat panggilan dari KPK.
"Hingga kini saya ataupun pihak Keraton Pontianak serta kerabat tidak pernah sekali pun menerima surat panggilan dari KPK," kata Syarif Machmud Melvin Alkadrie di Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (4/4/2022).
Mendengar pernyataan Sultan Pontianak, KPK membantah tidak berkirim surat panggilan kepadanya.
Ali Fikri menyatakan pihaknya sudah berkirim surat panggilan pemeriksaan secara patut.
Baca juga: Pastikan Tim Penyidik Panggil Sultan Pontianak, KPK Segera Jadwalkan Panggilan Kedua
"Kami memastikan tim penyidik KPK memang benar memanggil yang bersangkutan sebagai saksi untuk perkara dimaksud," ujar Ali lewat keterangan tertulis, Selasa (5/4/2022).
KPK menetapkan Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Pemerintahan Kabupaten Penajam Paser Utara.
Selain itu, KPK juga menjerat Plt Sekretaris Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara Edi Hasmoro, Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara Jusman, dan pihak swasta Achmad Zuhdi alias Yudi.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada 2021 Kabupaten Penajam Paser Utara mengagendakan beberapa proyek pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara.
Nilai kontraknya yang berkisar Rp112 miliar digunakan untuk proyek multiyears, yaitu peningkatan Jalan Sotek-Bukit Subur bernilai kontrak Rp58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan bernilai kontrak Rp9,9 miliar.
Atas adanya beberapa proyek tersebut, tersangka Abdul Gafur diduga memerintahkan tersangka Mulyadi, tersangka Edi, dan tersangka Jusman untuk mengumpulkan sejumlah uang dari para rekanan yang sudah mengerjakan beberapa proyek fisik di Kabupaten Penajam Paser Utara.
Selain itu, tersangka Abdul Gafur diduga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan, antara lain perizinan untuk hak guna usaha (HGU) lahan sawit di Kabupaten Penajam Paser Utara dan perizinan bleach plant (pemecah batu) Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara.
KPK menduga tersangka Mulyadi, tersangka Edi, dan tersangka Jusman adalah orang pilihan dan kepercayaan tersangka Abdul Gafur untuk dijadikan sebagai representasi dalam menerima maupun mengelola sejumlah uang dari berbagai proyek. Selanjutnya, uang itu digunakan untuk keperluan tersangka Abdul Gafur.
Tersangka Abdul Gafur bersama tersangka Nur Afifah diduga menerima, menyimpan, dan mengelola uang yang diterimanya dari para rekanan di dalam rekening bank milik tersangka Nur Afifah yang dipergunakan untuk keperluan tersangka Abdul Gafur.
Selain itu, KPK menduga tersangka Abdul Gafur telah menerima uang tunai sejumlah Rp1 miliar dari tersangka Achmad Zuhdi yang mengerjakan proyek jalan bernilai kontrak Rp64 miliar di Kabupaten Penajam Paser Utara.