News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT KPK di Kabupaten Bogor

Pengamat Nilai Kasus Suap Ade Yasin Jadi Kasus Dinasti Politik Terburuk di Indonesia

Penulis: Inza Maliana
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto kiri: Bupati Kabupaten Bogor Ade Yasin mengenaian rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/4/2022). Foto kanan: Mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (13/8/2020).

TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sekaligus Ketua MAHUPIKI (Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia), Yenti Garnasih ikut menanggapi terkait kasus suap yang menjerat Bupati Bogor Ade Yasin.

Yenti menilai, kasus suap  yang menjerat Ade Yasin menjadi kasus dinasti politik terburuk di Indonesia.

Hal itu lantaran penangkapan Ade Yasin terjadi saat sang kakak, yakni mantan Bupati Bogor, Rachmat Yasin, masih menjalani hukuman pidana akibat kasus yang sama.

Adapun, penangkapan Ade Yasin menyusul sang kakak, yang sudah lebih dulu ditangkap KPK pada 7 Mei 2014 karena terjerat kasus suap sebesar Rp 4,5 miliar dalam tukar-menukar kawasan hutan PT Bukit Jonggol Asri (BJA) saat menjabat sebagai Bupati Bogor.

Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) KPK Yenti Garnasih (Theresia Felisiani/Tribunnews.com)

Baca juga: Ade Yasin: Saya Dipaksa Bertanggung Jawab Atas Perbuatan Anak Buah Saya, Saya Harus Siap

"Menurut saya paling buruk karena sejak awal saya sangat menentang adanya dinasti politik karena sangat rentan untuk melakukan korupsi."

"Jadi saya katakan ini agak lebih berat dibanding yang lain. Kalau yang lain kan ayahnya gubernur, kemudian anaknya Bupati."

"Ini kan perbuatan yang sama pada saat kakaknya masih menjalani masa pemidanaan korupsinya," kata Yenti, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Kamis (28/4/2022).

Sebelumnya, Yenti juga menyayangkan sikap masyarakat yang memilih Ade Yasin sebagai Bupati Bogor.

Sebab, menurutnya, masyarakat seolah tidak belajar dari pengalaman Rachmat Yasin saat memilih Ade Yasin menjadi penerus untuk memimpin Kabupaten Bogor.

Bupoti Bogor Ade Yasin jadi tersangka (kolase tribunnews)

Baca juga: Ade Yasin Terjaring OTT KPK, Bagaimana Reaksi Rahmat Yasin?

"Nah ini memang satu masyarakat tidak belajar dengan pengalaman kakaknya."

"Adiknya nyalon namanya juga sama, tapi terpilih dan kemudian terjadi juga," ujar Yenti.

Di sisi lain, Yenti juga berharap Partai Persatuan Pembangunan (PPP) selaku partai yang menaungi Ade Yasin beserta kakaknya, ikut bertindak.

Ia menyarankan agar Ketua PPP Suharso Monoarfa meminta maaf kepada masyarakat Kabupaten Bogor karena telah mengajak untuk memilih kadernya.

"Menurut saya ketua partainya harus bertanggung jawab meminta maaf kepada masyarakat karena telah mengajak masyarakat memilih kader yang jelas-jelas ada kaitannya dengan dinasti politik dan kakaknya sedang menjalani pidana penjara tentang korupsinya," tegas Yenti.

Ade Yasin Resmi Jadi Tersangka

Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Bogor Ade Yasin sebagai tersangka pemberi dalam kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021.

Tak hanya Ade, ada tiga orang lainnya yang dijerat KPK sebagai penyuap, antara lain Sekdis Dinas PUPR Kab. Bogor Maulana Adam, Kasubid Kas Daerah BPKAD Kab. Bogor Ihsan Ayatullah, dan PPK pada Dinas PUPR Kab. Bogor Rizki Taufik.

Sedangkan, sebagai tersangka penerima ada empat, yakni Anthon Merdiansyah selaku Pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat/Kasub Auditorat Jabar III/Pengendali Teknis, Arko Mulawan selaku pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Ketua Tim Audit Interim Kab. Bogor, Hendra Nur Rahmatullah Karwita selaku pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Pemeriksa, Gerri Ginajar Trie Rahmatullah selaku pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Pemeriksa.

Dalam konstruksi perkara, diungkapkan Ketua KPK Firli Bahuri, Ade Yasin selaku Bupati Kabupaten Bogor periode 2018-2023 berkeinginan agar Pemerintah Kabupaten Bogor kembali mendapatkan predikat Wajar Tanpa Korupsi (WTP) untuk Tahun Anggaran 2021 dari BPK Perwakilan Jawa Barat.

Baca juga: Kronologi Bupati Bogor Ade Yasin Kena OTT KPK di Rumahnya di Kawasan Cibinong

Selanjutnya, BPK Perwakilan Jawa Barat menugaskan Tim Pemeriksa untuk melakukan audit pemeriksaan interim (pendahuluan) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2021 Pemkab Bogor.

"Tim Pemeriksa yang terdiri dari ATM [Anthon], AM [Arko], HNRK [Hendra], GGTR [Gerri] dan Winda Rizmayani ditugaskan sepenuhnya mengaudit berbagai pelaksanaan proyek di antaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor," kata Firli dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/4/2022) dini hari.

Sekira Januari 2022, lanjut Firli, diduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang antara Hendra dengan Ihsan dan Maulana dengan tujuan mengondisikan susunan tim audit interim.

"AY [Ade] menerima laporan dari IA [Ihsan] bahwa laporan keuangan Pemkab Bogor jelek dan jika diaudit BPK Perwakilan Jawa Barat akan berakibat opini disclaimer. Selanjutnya AY merespons dengan mengatakan 'diusahakan agar WTP'," ungkap Firli.

Sebagai realisasi kesepakatan, Ihsan dan Maulana diduga memberikan uang sejumlah sekira Rp100 juta dalam bentuk tunai kepada Anthon di salah satu tempat di Bandung.

Baca juga: Bupati Bogor Ade Yasin Ditangkap KPK, Wabup Iwan Setiawan Langsung Koordinasi dengan Sekda

Anthon kemudian mengkondisikan susunan tim sesuai dengan permintaan Ihsan di mana
nantinya obyek audit hanya untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tertentu.

Firli mengatakan, proses audit dilaksanakan mulai bulan Februari 2022 hingga April 2022 dengan hasil rekomendasi di antaranya bahwa tindak lanjut rekomendasi tahun 2020 sudah dilaksanakan dan program audit laporan keuangan tidak menyentuh area yang mempengaruhi opini.

"Adapun temuan fakta Tim Audit ada di Dinas PUPR, salah satunya pekerjaan proyek peningkatan jalan Kandang Roda – Pakan Sari dengan nilai proyek Rp94,6 miliar yang pelaksanaannya diduga tidak sesuai dengan kontrak," katanya.

"Selama proses audit, diduga ada beberapa kali pemberian uang kembali oleh AY melalui IA dan MA pada Tim Pemeriksa di antaranya dalam bentuk uang mingguan dengan besaran minimal Rp10 juta hingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar sejumlah Rp1,9 miliar," sambung Firli.

Dalam peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) Ade Yasin, KPK mengamankan uang Rp1,024 miliar.

Terdiri dari uang tunai sebesar Rp570 juta dan uang yang ada pada rekening bank dengan jumlah sekira Rp454 juta.

Sebagai pemberi, AY, MA, IA, RT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara sebagai penerima, ATM, AM, HNRK, GGTR disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. 

(Tribunnews.com/Maliana/Ilham Rian Pratama)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini