Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum terdakwa perkara dugaan tindak pidana korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD) Brigjen TNI Yus Adi Kamrullah, M Yunus Yunio membacakan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan oditur tinggi militer dalam sidang, Kamis (12/5/2022).
Dalam eksepsinya, Yunio menyampaikan setidaknya ada lima poin permohonan kepada Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta.
Poin pertama, pihaknya meminta agar majelis hakim dapat menerima eksepsi dari tim kuasa hukum secara keseluruhan.
"Menyatakan surat dakwaan penuntut umum dengan nomor register perkara Sdak/08a/II/2022 batal demi hukum," kata Yunio dalam persidangan.
Poin ketiga, Yunio meminta agar majelis hakim menghentikan proses pemeriksaan perkara yang menjerat kliennya.
Baca juga: Kuasa Hukum Terdakwa TNI Sebut Tidak Unsur Keuangan Negara dalam Dugaan Korupsi TWP AD
"Menetapkan pemeriksaan perkara terhadap terdakwa Yus Adi Kamrullah tidak dilanjutkan," ucap Yunio.
Selanjutnya, Yunio juga memohon kepada majelis hakim untuk membebaskan Brigjen TNI Yus Adi Kamrullah dari segala dakwaan.
Terakhir, memulihkan hak terdakwa dalam hal kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya.
Adapun permohonan itu disampaikan Yunio, atas beberapa aspek yang dinilai proses persidangan yang dijalani kliennya menjadi inkonstitusional.
Dirinya mengatakan, tidak ada unsur keuangan negara dalam perkara yang menjerat kliennya.
Hal itu didasari karena menurut pendapat pihaknya kalau kedudukan Badan Pengelola Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (BP TWP AD) bukanlah bagian dari pemerintah atau dapat dipersamakan dengan badan atau lembaga eksekutif lainnya.
Baca juga: Kuasa Hukum Terdakwa Kasus Korupsi TWP AD Sebut Pengadilan Militer Tak Berwenang Adili Perkara
Dalam artian lain, BP TWP AD kata dia, merupakan organisasi ekstra yang berada di luar lembaga pemerintahan atau badan eksekutif lainnya.
"Karena tidak dibuat berdasarkan undang-undang dan melaksanakan perintah undang-undang secara khusus, melainkan dibentuk berdasarkan surat keputusan dan memiliki aturan internal yang tidak berkaitan dengan undang-undang tertentu," kata Yunio.
Dengan begitu kata dia, menjadi perbuatan inkonstitusional dengan menjadikan hasil audit BPKP Kantor Perwakilan Provinsi DKI Jakarta dalam rangka penghitungan kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi pengelolaan dana TWP AD Tahun 2019 sampai dengan 2020 berdasarkan surat Nomor : SR-1098 D5/12/2001 tanggal 28 Desember 2021.
Hal tersebut tentunya kata Yunio menjadikan tatanan hukum konstitusi menjadi tidak beraturan, karena pada dasarnya, perhitungan kerugian negara merupakan tugas mutlak Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) berdasarkan Konstitusi dan undang-undang.
Terlebih diperkuat dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.4 Tahun 2016 tentang Pemberlakukan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.
"Salah satu poinnya rumusan kamar pidana (khusus) yang menyatakan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang men-declare (mengumumkan, red) kerugian keuangan negara," ucap Yunio.
Dengan demikian berdasarkan perspektif hukum, Yunio menyebutkan bahwa, tidak ada unsur keuangan negara dalam perkara yang menjerat kliennya itu.
Tak hanya itu, perhitungan kerugian negara pun menjadi tidak memiliki kekuatan hukum dengan sendirinya karena tidak ada unsur keuangan negara.
"Kalaupun dipaksakan maka perhitungan kerugian keuangan negara menjadi inskonstitusional dan merusak tatanan hukum konstitusi yang menyebabkan penegakan hukum bertentangan dengan konstitusi," kata Yunio.
Sehingga yang ada, menurutnya, menjadikan perbuatan menuduh atau mendakwa dengan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi merupakan kekeliruan penerapan hukum yang sangat mendasar dan terkesan dipaksakan.
Tak hanya itu, dirinya juga menilai jika proses perkara tetap dijalankan maka membuat jalannya persidangan menjadi inkonstitusional.
"Oleh karena, perbuatan yang didakwakan tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan maka patut secara hukum dakwaaan penuntut umum tidak dapat diterima," kata Yunio.