TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Edy Priyono menilai kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, tidak terlepas dari dampak ketidakpastian global, baik yang dipicu pandemi Covid-19, konflik Rusia-Ukraina, berbagai kebijakan di negara maju, maupun faktor cuaca.
Akibatnya harga berbagai komoditas di pasar global naik, termasuk bahan pangan dan energi yang kemudian memicu kenaikan harga di dalam negeri di banyak negara.
"Jika kondisi ini terus berkelanjutan bisa menyebabkan terjadinya peningkatan inflasi, penurunan daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi, serta memberi tekanan fiskal. Mengingat APBN banyak digunakan untuk menyediakan dukungan bantalan sosial bagi masyarakat, khususnya kelompok tidak mampu" kata Edy, Selasa (17/5/2022).
Baca juga: Tingkat Kepuasan Publik ke Jokowi Turun Karena Migor, PKS: Jangan Sepelekan Kebutuhan Pokok Keluarga
Baca juga: Tingkat Kepuasan Terhadap Jokowi Menurun, Stafsus Mensesneg Sebut Harapan Masyarakat Sangat Besar
Selain itu, Edy mengatakan pengurangan jumlah uang beredar di negara maju juga bisa menekan pasar keuangan melalui pelemahan rupiah dan berisiko pada meningkatnya tingkat bunga.
Menurut Edy, di tengah berbagai risiko global yang muncul, perekonomian Indonesia mampu melanjutkan tren perbaikan yang konsisten.
Dia menyebut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada triwulan I 2022. Di mana perekonomian Indonesia tumbuh kuat sebesar 5,01 persen (year to year).
Pertumbuhan perekonomian tersebut, ungkap Edy, ditopang oleh peningkatan permintaan domestik, tetap terjaganya kinerja ekspor, dan bergairahnya aktivitas ekonomi seputar lebaran.
"Perputaran ekonomi pada Idul Fitri juga ikut berperan dalam mendorong pertumbuhan di Triwulan I," katanya.
Edy juga mencatat, meski terjadi kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, dari sisi demand, konsumsi rumah tangga justru tumbuh, yakni sebesar 4,34 persen (year to year), atau jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan IV 2021 sebesar 3,55 persen (year to year) .
Baca juga: Asosiasi Petani Sawit Surati Jokowi Minta Cabut Larangan Ekspor CPO
Baca juga: Jelang Demo Petani Kelapa Sawit, Arus Lalu Lintas di Patung Kuda Terpantau Lancar
Dia menilai, kuatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga didukung oleh kebijakan pelonggaran mobilitas, seiring dengan pandemi yang terkendali dan berlanjutnya akselerasi vaksinasi.
"Dan yang harus dicatat, juga karena percepatan penyaluran perlindungan sosial untuk memberikan dorongan bagi penguatan daya beli masyarakat," tegasnya.
Akan tetapi, lanjut Edy, penguatan konsumsi rumah tangga di sisi lain juga turut berkontribusi pada meningkatnya inflasi pada April 2022, sebesar 0,95 persen (month to month) atau 3,47 persen (year to year).
"Tingginya inflasi tersebut juga bertepatan dengan momen Ramadhan 2022 yang secara siklus memang terjadi peningkatan permintaan," ujar dua.
Baca juga: Diajak Bergabung ke Partai Pelita, Gatot Nurmantyo: Saya Tidak Berpartai
Edy optimistis prospek perekonomian Indonesia ke depan tetap kuat, karena pemerintah terus melakukan akselerasi dan perluasan vaksinasi, pembukaan sektor-sektor ekonomi yang semakin luas, serta memberikan berbagai stimulus berupa bantuan-bantuan sosial kepada masyarakat.
Seperti diketahui, lembaga survei Indikator Politik merilis, kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengalami penurunan hingga 6 persen.
Penurunan tersebut terjadi selang sebulan dari survei terakhir yakni mencapai 64,1 persen. Penurunan drastis itu bersumber dari isu kenaikan harga bahan-bahan pokok.