News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dinilai Menyisakan Sejumlah Persoalan, Pegiat HAM Soroti UU No 23/2019 tentang PSDN

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra pada FGD yang diselenggarakan LBH Semarang dengan Imparsial dengan Tema Darurat Militerisasi Sipil: Telaah Kritis Pembentukan Komponen Cadangan Melalui UU No. 23 Tahun 2019 Tentang PSDN, Kamis (19/5/2022).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai bahwa proses pembahasan UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) untuk pertahanan negara tidak transparan dan menyisakan banyak persoalan.

"Presiden Jokowi baru mengirimkan Surpres RUU PSDN ini ke DPR pada tanggal 17 Juli 2019 dan disahkan oleh DPR pada 26 September 2019. Artinya hanya ada waktu 70 hari bagi DPR membahas substansi draft RUU yang diajukan pemerintah,"katanya.

Hal ini disampaikan Ardi Manto Adiputra pada FGD yang diselenggarakan LBH Semarang dengan Imparsial dengan Tema "Darurat Militerisasi Sipil: Telaah Kritis Pembentukan Komponen Cadangan Melalui UU No. 23 Tahun 2019 Tentang PSDN", Kamis (19/5/2022).

Lebih lanjut Ardi Manto Adiputra menilai problem UU PSDN antara lain adalah problem substansinya yang mana Komponen Cadangan (Komcad) yang berasal dari sumber daya alam dan sumber daya buatan  tidak melalui proses yang demokratis karena melanggar prinsip kesukarelaan, sementara hak atas properti telah dijamin oleh konstitusi.

Selain itu, sumber anggaran Komcad dalam UU ini juga dapat diperoleh dari APBD dan sumber lain yang tidak mengikat.

Ini tentu sangat merugikan dan menambah beban pemerintah daerah yang sudah kewalahan dengan problem pembangunan di daerahnya.

Sementara Eti Oktaviani, Direktur LBH Semarang yang juga menjadi nara sumber menyoroti UU PSDN karena mengatur tentang komponen cadangan yang berpotensi membuat konflik horizontal seperti zaman Soeharto.

"Jika kita kupas secara detail, seperti definisi ancaman dalam UU PSDN ini sangat luas dan tidak ada batasnya, dapat ditafsirkan oleh mereka yang berkepentingan," ujarnya.

"Luasnya cakupan pengaturan dalam UU PSDN ini berpotensi digunakan secara serampangan oleh mereka yang berkepentingan. Pengaturan terkait penyiapan sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana tidak diatur dengan jelas siapa yang berwenang, UU hanya mengatur tentang penetapannya."

Baca juga: Kritisi UU PSDN, Pengamat: Sebaiknya Anggaran Pertahanan Fokus untuk Komponen Utama

 "Karena  kewenangannya yang sangat luas maka sangat berpotensi disalahgunakan. Batasan dan indikator kapan presiden dapat mengerahkan Komcad juga tidak ada,"tegasnya Eti Oktaviani.

Sedangkan Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf  yang juga hadir menjadi nara sumber menyoroti terkait  sedikit orang yang  tahu dengan keberadaan PSDN untuk Pertahanan Negara  ini di berbagai tempat.  Hal ini terjadi karena minimnya partisipasi publik dan penyerapan aspirasi publik.

"Negara yang baik, seharusnya bertanya kepada publik terkait dengan aturan legislasi yang mengatur hubungan antara negara dan warga negaranya. UU ini dibahas ketika tahun politik dalam tensi yang tinggi sehingga kepentingan politiknya juga tinggi,"

Al Araf mengingatkan bahwa deklarasi perang oleh sebuah pemerintah negara tidak selalu berhubungan dengan kepentingan rakyat di sebuah negara tersebut.

Perang hanya kelanjutan dari aksi politik dengan cara lain. Padahal, penyelesaian masalah tidak selalu dengan cara perang, bisa dengan jalan dialog, negosiasi dan tindakan non-kekerasan lainnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini