TRIBUNNEWS.COM - Hari Kebangkitan Nasional 2022 bakal diperingati pada Jumat (20/5/2022).
Hari Kebangkitan Nasional ditetapkan pada 16 Desember 1959 sebagai hari nasional yang bukan hari libur melalui Keppres nomor 316 Tahun 1959.
Adapun tema Hari Kebangkitan Nasional 2022 yakni 'Ayo Bangkit Bersama'.
Menilik sejarah singkat, alasan Hari Kebangkitan Nasional diperingati setiap 20 Mei karena ditanggal tersebut merupakan tanggal berdirinya Boedi Oetomo tepatnya 114 tahun yang lalu.
Baca juga: 30 Ucapan Selamat Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2022 dan 20 Link Twibbon Harkitnas 2022
Membahas Hari Kebangkitan Nasional, tak lepas dari Kota Surakarta.
Di kota tersebut terdapat tugu Kebangkitan Nasional yang sudah berdiri sebelum Indonesia Merdeka.
Tugu Kebangkitan Nasional
Tugu Kebangkitan Nasional juga disebut sebagai Tugu Lilin, karena bentuknya mirip lilin.
Dikutip dari cagarbudaya.kemdikbud.go.id, Tugu Kebangkitan Nasional ditetapkan menjadi cagar budaya melalui Surat Keputusan Walikota Surakarta nomor 646/1-R/1/2013 tertanggal 3 Mei 2013.
Mengingat keberadaannya sebagai bukti semangat kebangkitan nasional dalam perjuangan merebut kemerdekaan, Tim Ahli Cagar Budaya Nasional merekomendasikan tugu ini untuk menjadi Cagar Budaya peringkat nasional.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia kemudian memutuskan Tugu Lilin sebagai Cagar Budaya peringkat nasional melalui Surat Keputusan Nomor 369/M/2017.
Tugu Kebangkitan Nasional (Tugu Lilin) terletak di daerah perkotaan Kota Surakarta tepatnya di sudut antara Jalan Kebangkitan Nasional dan Jalan dr. Wahidin.
Tugu ini berdiri di atas lahan seluas 140 m2 dengan tinggi 9 m.
Jika dipandang, tugu ini memiliki wujud seperti lilin menyala untuk menyimbolkan semangat yang menerangi.
Wujud visual api, lilin, dan bagian lapik pada Tugu ini merupakan perwujudan bentuk lingga-yoni yang berkembang pada masa Hindu-Buddha.
Baca juga: SEJARAH Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei, Berikut Tema dan Tujuan Peringatan Harkitnas 2022
Sejarah Tugu Kebangkitan Nasional
Tugu ini dibangun pada 1933 untuk memperingati 25 tahun berdirinya Boedi Oetomo.
Niat pendirian tugu ini dicetuskan oleh perwakilan masyarakat Surakarta (Solo) saat mengikuti Kongres Indonesia Raya I pada tahun 1931 di Surabaya.
Pelaksanaan pembangunan dipercayakan kepada KRT Woerjaningrat, menantu Paku Buwono PB X yang juga merupakan Wakil Ketua Boedi Oetomo.
Menurut KRMT Drs Suwitadi Kusumadilaga, SH, MM, Msi, sebagai salah satu pendiri Yayasan Murni, KRT Woerjaningrat dibantu sekelompok panitia yang terdiri atas tujuh orang yang dipimpin oleh Mr. Singgih.
Selanjutnya, panitia mengadakan sayembara untuk mencari rancangan yang sekiranya bisa dijadikan tanda pergerakan kebangsaan Indonesia.
Total, ada tiga orang yang mengikuti sayembara ini.
Panitia memilih rancangan yang dibuat oleh Ir Soetedjo.
Karyanya dianggap memenuhi harapan mengungkapkan cita-cita kebangsaan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat umum.
Rancangan yang dibuat oleh Ir Soetedjo adalah tugu berbentuk lilin yang akan dibangun di sebuah tanah lapang.
Tugu ini gagal dibangun di di beberapa kota seperti Batavia, Surabaya, dan Semarang.
Pakubuwono X selaku penguasa Kasunanan Surakarta mengizinkan dan mendukung pembangunan Tugu ini.
Pada akhirnya, Tugu Kebangkitan Nasional dibangun di Surakarta (Solo).
Peletakan batu pertama dilakukan pada awal Desember 1933 dan pembangunannya diserahkan kepada R.M. Sosrosaputro.
Namun, pemerintah Hindia Belanda menolak pembangunan tugu tersebut.
Residen Surakarta sempat menghambat pembangunan.
Bahkan, Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu Bonifacius Cornelis de Jonge mengundang Pakubuwono X untuk membicarakan terkait masalah ini.
Pembangunan masih terus dilanjutkan dan selesai pada Oktober 1934.
Tugu ini kemudian diberi nama "Toegoe peringatan pergerakan kebangsaan 1908-1933".
Nama tersebut ditolak oleh pemerintah dan mereka juga mengancam akan membongkar tugu Lilin.
Pakubuwono X kemudian ikut turun tangan agar mendapatkan izin dari pemerintah.
Di akhir Januari 1935, PB X datang ke Batavia untuk bertemu Gubernur Jenderal.
Namun, usahan PB X ini menemui kegagalan.
Pada bulan April 1935 residen Treur kembali mengancam akan membongkar tugu ini jika usulan teksnya yang berbunyi "Toegoe peringatan kemadjoean ra’jat 1908-1933" tidak diterima.
Pada akhirnya, usulan dari Treur ini terpaksa diterima dan dituliskan pada prasasti di tugu.
Peletakan gumpalan tanah dari berbagai penjuru tanah di Nusantara juga dilakukan di pelataran tugu.
Namun, masih ada perbedaan mengenai waktu gumpalan tanah ini.
Para anggota PPPKI yang tersebar di seluruh Nusantara itu datang ke Solo dengan membawa gumpalan tanah dari daerah mereka masing-masing.
Pada tahun 1948 Tugu Lilin dijadikan simbol peringatan Kebangunan Nasional (yang kemudian disebut Kebangkitan Nasional) yang pertama.
Pada tahun 1953 Tugu Lilin dijadikan bagian dari logo Kota Surakarta.
(Tribunnews.com/Fajar)