“Pertemuan telah mengadopsi Deklarasi Nusa Dua tentang komitmen parlemen untuk memajukan penanganan perubahan iklim. Termasuk di dalamnya pengurangan risiko bencana yang disebabkan perubahan iklim,” jelasnya.
Baca juga: Dalam Acara GPDRR, Jokowi Sebut Kebijakan Gas Rem Indonesia Berhasil Tangani Pandemi Covid-19
Menurut Puan, perspektif parlemen dalam menjawab berbagai tantangan global sangat diperlukan, apalagi saat ini dunia selalu dilanda berbagai krisis sehingga perlu dilakukan pendekatan baru untuk mencapai ketertiban dan kesejahteraan di dunia.
“Parlemen merupakan representasi rakyat yang secara langsung terdampak oleh berbagai isu global. Dalam hal ini, perlu keterlibatan parlemen dan juga IPU yang lebih besar dalam pembahasan berbagai isu global di PBB dan specialized agencies-nya,” terang Puan.
“Suara parlemen harus lebih didengarkan pada forum-forum internasional. Hal ini bisa dilakukan dengan mengundang para Speakers Parlemen pada Sidang Majelis Umum PBB bulan September setiap tahunnya atau pada event-event besar PBB lainnya,” lanjut mantan Menko PMK itu.
Sinergi lebih besar antara PBB dengan parlemen, dikatakan Puan, akan meningkatkan dukungan politik, membantu implementasi, dan mendiseminasi berbagai program PBB.
Selain itu, PBB disebut akan mendapatkan masukan dari parlemen bagi perbaikan program PBB di masa depan.
Dalam pertemuan itu, Puan pun membicarakan soal Indonesia yang tahun ini memegang Presidensi G20.
Sejalan dengan forum tersebut, DPR RI juga akan menjadi tuan rumah The Eighth G20 Parliamentary Speakers’ Summit (P20) pada 6-7 Oktober 2022, di Gedung DPR RI Jakarta.
“Pelaksanaan P20 diharapkan dapat memberi masukan bagi G20 dan memberikan perspektif parlemen dalam pembahasan agenda G20. Saya mengharapkan dukungan dan masukan PBB terhadap pelaksanaan P20 tahun 2022,” ungkap Puan kepada Abdulla Shahid.
Dalam kesempatan tersebut, turut juga dibahas mengenai isu pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender.
Puan menegaskan, Indonesia memiliki komitmen yang kuat terhadap isu-isu perempuan di mana seperti telah diketahui, Indonesia telah memiliki Presiden dan Ketua DPR perempuan, serta banyak menteri, kepala daerah, dan anggota dewan yang datang dari kaum perempuan.
Puan lantas menyinggung bagaimana perjuangan Indonesia membuat berbagai kebijakan dan produk hukum untuk mendukung perempuan.
Salah satunya dengan pengesahan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebagai dukungan bagi perlindungan perempuan yang banyak menjadi korban kekerasan seksual.
“DPR RI baru saja mengesahkan undang-undang anti kekerasan berbasis gender yaitu UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Hal ini menjadi terobosan penting pengaturan hukum acara yang komprehensif serta pengakuan dan jaminan hak korban,” ujarnya.
Puan berharap, komitmen Indonesia terhadap perlindungan perempuan mendapat dukungan di tingkat internasional.
“Saya tahu Presidency of Hope dari Presiden Sidang Majelis Umum PBB saat ini juga berisi perkuatan kesetaraan gender. Karenanya, saya siap untuk bekerja sama dengan Yang Mulia untuk memajukan pembahasan isu gender pada berbagai forum internasional, termasuk pada pembahasan P20," ujar Puan.
Pertemuan Puan dan Abdulla Shahid juga turut membahas mengenai implementasi Sendai Framework on Disaster Risk Reduction (SFDRR).
Puan menyebut Indonesia dipastikan siap bekerja sama, termasuk lewat peran parlemen dalam memperkuat kesiapsiagaan terkait health security preparedness guna mengantipasi terjadinya pandemi di masa mendatang.